Polisi Ancam Jemput Paksa Bila Edy Mulyadi Tak Hadiri Pemanggilan Kedua


Darirakyat.com - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri melayangkan surat panggilan kedua kepada Edy Mulyadi terkait kasus dugaan hina Kalimantan.

Hal itu dilakukan setelah Edy absen dalam panggilan pemeriksaan pertama pada Jumat (28/1/2022) pagi.

"Tim penyidik menerbitkan surat panggilan kedua," ujar Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Jumat (28/1/2022).

Ramadhan mengatakan bahwa surat panggilan kedua telah diantar ke rumah yang bersangkutan dan diterima langsung oleh istri Edy.

Edy diminta hadir pada panggilan kedua. Apabila kembali tidak datang, maka akan dijemput pada Senin (31/1/2022) mendatang.

"Disertai surat perintah membawa untuk hadir pada tanggal 31 Januari 2022 hari Senin nanti jam 10," kata dia.

Ramadhan menyebut ada 43 orang telah diperiksa, terdiri dari 35 saksi dan delapan saksi ahli.

Kendati demikian, ia belum menjelaskan lebih jauh apa saja yang didalami dari para saksi.

Sebelumnya, Edy tidak memenuhi panggilan pemeriksaan kasus dugaan hina Kalimantan, di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Jumat (28/1/2022).

Herman Kadir selaku kuasa hukum Edy menuturkan kliennya itu tidak dapat datang karena berhalangan hadir.

Selain itu, ia juga mempermasalahkan prosedur pemanggilan yang dilakukan Mabes Polri tidak sesuai dengan KUHP.

"Alasannya pertama prosedur pemanggilan tidak sesuai dengan KUHP. Ini kami mau memasuki surat ini dulu," ujar Herman, Jumat (28/1/2022).

"Jadikan itu minimal harus tiga hari, ini baru dua hari sudah ada pemanggilan. Intinya itu sudah tidak sesuai dengan KUHP. Kami minta itu diperbaiki lagi surat pemanggilan," tambahnya.

Oleh sebab itu, kedatangan Herman Kadir ke Mabes Polri hanya ingin menyerahkan surat permohonan penundaan pemeriksaan Edy.

Edy yang merupakan Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama itu dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan di Bareskrim, Mabes Polri, Jumat hari ini sekira pukul 10.00 WIB. Edy bakal diperiksa sebagai saksi.

Pemeriksaan tersebut berkaitan dengan kasus ujaran kebencian yang dilayangkan oleh Edy.

Sehingga hal itu menuai kontroversi dan membuat banyak pihak melayangkan laporan ke beberapa kantor polisi di daerah.

Pemanggilan terhadap Edy ini merujuk pada surat panggilan yang sudah dilayangkan Bareskrim Polri dengan Nomor 31/Res.2.5.II/2022/Ditpidsiber, Rabu (26/1/2022) kemarin.

Kuasa hukum pastikan Edy tak lari


Herman Kadir, ketua tim kuasa hukum Edy Mulyadi, menyatakan kliennya akan mengikuti proses hukum terkait dugaan ujaran kebencian, yang kasusnya ditangani Bareskrim Polri.

Herman meyakinkan Edy Mulyadi tak akan mangkir apalagi melarikan diri, dari proses hukum yang saat ini sudah masuk dalam tahap penyidikan.

"Artinya gini lah, Pak Edy tidak akan melarikan diri."

"Kita akan menghadap secara gentleman sebagai warga negara Indonesia," kata Herman saat ditemui awak media di Bareskrim Mabes Polri, Jumat (28/1/2022).

Herman juga memastikan Edy akan senantiasa memenuhi panggilan pemeriksaan oleh tim penyidik polisi, asalkan prosedur pemanggilannya sesuai.

Hal itu diutarakan Edy, mengingat seharusnya pada hari ini, kliennya diminta hadir untuk menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri dengan statusnya sebagai saksi.

"Apa pun prosedur pemanggilan itu sepanjang tidak melanggar hukum kita akan datang," ucap Herman.

Anggap Pemanggilan Tak Sesuai KUHAP

Sekretaris Jenderal Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) Ulama Edy Mulyadi batal memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Ditpidsiber) Bareskrim Mabes Polri, Jumat (28/1/2022).

Alasan Edy Mulyadi tidak hadir memenuhi panggilan polisi yang dijadwalkan hari ini, karena dia mempermasalahkan prosedur surat pemanggilan yang dilayangkan polisi.

Hal itu disampaikan langsung oleh Herman Kadir, ketua tim kuasa hukum Edy Mulyadi, saat hadir langsung di Bareskrim Mabes Polri.

"Alasannya pertama prosedur pemanggilan tidak sesuai dengan KUHAP. ini kami mau memasuki surat ini dulu," kata Herman kepada awak media di Bareskrim Polri.

Herman menjelaskan detail terkait prosedur pemanggilan yang dinilainya tak sesuai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut.

Dalam panggilan itu, kliennya hanya diberikan waktu dua hari dari surat tersebut dilayangkan oleh Bareskrim Polri, yakni pada Rabu (26/1/2022) lalu.

Padahal, kata pihaknya, jika merujuk pada pasal 227 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pemanggilan untuk dilakukan pemeriksaan itu minimal memiliki jarak waktu tiga hari.

Dalam KUHAP itu berbunyi : (1) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir.

"Jadi kan itu minimal harus tiga hari, ini baru dua hari sudah ada pemanggilan, intinya itu sudah tidak sesuai dengan KUHAP. Kami minta itu diperbaiki lagi surat pemanggilan," ucap Herman.

Dengan begitu, Herman akan meminta penyidik Bareskrim Polri menunda panggilan terhadap Edy.

"Nanti dipanggil ulang lagi. Iya kita harus sesuai prosedur," ucapnya.

Berdasarkan pantauan Tribunnews di Bareskrim Polri, Herman hadir sekitar pukul 10.09 WIB, bersama jajaran tim kuasa hukum lainnya, termasuk Djuju Purwanto.

Tim kuasa hukum Edy Mulyadi itu terlihat hadir dengan membawa beberapa berkas di dalam sebuah tas yang berisikan map, yang di dalamnya ada beberapa dokumen termasuk surat penundaan pemanggilan.

Minta Maaf

Edy Mulyadi meminta maaf, usai ucapannya soal pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, menuai kecaman.

Melalui saluran YouTube Bang Edy Channel, Edy meminta maaf terkait ucapannya yang menyinggung masyarakat Kalimantan, karena mengibaratkan wilayah itu sebagai tempat 'jin buang anak.

Ia mengklarifikasi pernyataannya yang membuat geram banyak masyarakat adat di Kalimantan.

Edy meluruskan istilah 'jin buang anak' itu untuk menggambarkan tempat yang jauh dari pusat keramaian.

"Jangankan Kalimantan, dulu Monas itu disebut tempat 'jin buang anak'."

"Maksudnya untuk menggambarkan tempat yang jauh," ujar Edi lewat akun YouTube Bang Edy Channel, Senin (24/1/2022).

Ia juga mengibaratkan tempat lainnya yang sangat jauh seperti wilayah Bumi Serpong Damai (BSD).

"Contohnya BSD. Itu pada era 1980-1990-an termasuk tempat jin buang Anak."

"Tapi bagaimana pun jika teman di Kalimantan merasa terganggung, saya minta maaf," katanya.

Edy kembali menekankan, ucapan tempat jin buang anak tidak bermaksud menghina.

Ia bersikukuh perkataannya yang kontroversial itu semata-mata untuk menggambarkan tempat yang sangat jauh dari keramaian.

"Jadi istilah tempat jin buang anak itu bukan untuk menyudutkan."

"Jadi sekali lagi, konteks 'jin buang anak' dalam pernyataan itu adalah untuk menggambarkan tempat jauh, bukan untuk mendiskreditkan pihak tertentu," tuturnya.

Sebelumnya, beredar sebuah video di channel YouTube Mimbar Tube, di mana Edy Mulyadi menjadi salah satu tokoh yang menolak perpindahan IKN ke Kalimantan Timur.

Video itu lantas viral ketika momen Edy Mulyadi mengkritik lahan IKN tak strategis dan tidak cocok untuk berinvestasi.

"Bisa memahami enggak? Ini ada tempat elite punya sendiri yang harganya mahal, punya gedung sendirian, lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak," ucap Edy dalam video di channel YouTube Mimbar Tube.

"Pasarnya siapa? Kalau pasarnya kuntilanak, genderuwo, ngapain bangun di sana?" ujarnya. (tribunnews.com)






Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel