Tiga Tahun Kepemimpinan Anies, PSI Catat Ada 10 Kemunduran Pemprov DKI. Begini Nih Isinya



Darirakyat.com - Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta mencatat adanya 10 kemuduran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di tiga tahun kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

“Yang dimaksud kemunduran bisa berarti dua hal. Pertama, kemunduran yang dinilai dari kondisi saat ini dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kedua, membandingkan apa yang telah dicapai dengan potensi yang dimiliki oleh Pemprov DKI,” dalam keterangan yang diunggah juru bicara PSI Sigit Widodo, Sabtu (17/10/2020).

Pertama, Pembahasan anggaran terlambat, bahkan terkesan ditunda-tunda. Pembahasan rancangan APBD 2021 sudah terlambat lebih dari 3 bulan, sehingga hanya tersisa 1,5 bulan untuk membahas puluhan ribu mata anggaran.

Kedua, kurangnya transparansi anggaran. Dimana pada masa Anies, dokumen anggaran hanya dibuka untuk publik setelah Pemprov dan DPRD sepakat dengan hasil pembahasan anggaran. Hal itu menutup ruang bagi warga untuk ikut mengawasi dan meberikan aspirasi

Ketiga, nasib commitment fee Formula E Rp 560 miliar belum jelas. Dalam keterangan Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta, belum terlihat kesungguhan niat dari Gubernur Anies Baswedan untuk mengembalikan uang Rp560 miliar yang telah disetor kepada panitia Formula E.

Keempat, prioritas anggaran tidak jelas. Di APBD 2020, contoh buruknya prioritas anggaran di Pemprov DKI bisa dilihat pada besarnya anggaran event yang mencapai Rp1,5 triliun.

Di sisi lain, anggaran sangat minim untuk normalisasi dan tanggul pantai guna mengatasi banjir, pembangunan Light Rail Transit (LRT), dan infrastruktur air bersih.

Kelima, normalisasi sungai mandek. Pada 2018 hingga 2020 ini, tak ada kegiatan normalisasi suangai. Padahal normalisasi suangi direncanakan akan dilakukan sepanjang 33 km. Namun hingga 2017, normalisasi suang baru dilakukan sepanjang 16 km.

Keenam, Realisasi naturalisasi sungai 0 persen. Anies menjelaskan bahwa naturalisasi berarti mengganti dinding sungai dari beton menjadi kawasan hijau.

Di sisi lain, di akun instagram pada 26 September 2020, Anies memamerkan hasil naturalisasi sungai di Kanal Banjir Barat (KBB) segmen Sudirman-Karet berupa perkerasan beton untuk tempat nongkrong dan spot selfie. Sama sekali tidak ada aspek pencegahan banjir dan perlindungan eksosistem.

Ketujuh, realisasi program rumah DP 0 Rupiah hanya 0,26 persen. Saat awal menjabat, Anies menargetkan penyediaan 300.000 rumah selama 5 tahun, atau 60.000 rumah per tahun.

Namun, 3 tahun berselang hanya tersedia 780 rumah atau hanya 0,26 persen dari target.

Kedelapan, pembangunan Light Rail Transit (LRT) fase 2 masih 0 persen. Di masa Gubernur Anies, pembangunan LRT fase 2 tidak kunjung dimulai. Padahal, bisa dilihat bahwa proyek ini memiliki dasar hukum yang kuat dan sangat dibutuhkan untuk mengatasi kemacetan.

Kesembilan, penyusunan perda tata ruang mandek. Tiga tahun berlalu, sejumlah rancangan Perda terkait tata ruang masih belum diserahkan Anies hingga saat ini. Akibatnya, pembangunan Jakarta terganggu dan bisa berdampak pada perizinan.

Kesepuluh, Kontrak Aetra dan Palyja berakhir pada 2023, namun belum ada persiapan untuk mengambil alih pengelolaan air bersih. Salah satu persiapan yang paling penting adalah inventarisasi aset yang dikuasai pihak swasta yang bertujuan untuk mencegah hilangnya aset milik Pemprov DKI. Sayangnya, baik Pemprov DKI maupun PAM Jaya belum melakukan inventarisasi aset. (akurat.co)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel