Yasonna Ingin Kejar Aset Maria Lumowa ke Belanda dan AS, 'You Can Run but You Cannot Hide'

Cerita Yasonna Laoly Dimaki-maki Gegara Isu Bebaskan Terpidana Korupsi

Darirakyat.com -
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan pihaknya akan mengusut aset yang dimiliki buronan Maria Pauline Lumowa yang baru saja dipulangkan ke Indonesia dari Serbia. Pengusutan aset akan dilakukan hingga ke Kerajaan Belanda, tempat tinggal Maria selama ini.

"Melalui proses hukum ini nanti setelah penyidikan, tentunya kami, penegak hukum lainnya bersama-sama akan melakukan asset recovery. Diperkirakan masih ada dan belum dapat kita, ada harta-harta yang di negara lain, termasuk Belanda," kata Yasonna dalam jumpa pers di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Kamis (9/7).

Yasonna mengatakan langkah itu ditempuh guna memulihkan aset negara. Kemenkumham sudah mendeteksi beberapa aset yang akan dipulihkan. Beberapa di antaranya ada di Hong Kong dan Amerika Serikat.

Pemulihan aset, lanjutnya, baru bisa dimulai jika proses hukum kasus Maria telah berjalan. Karena itu, Kemenkumham menyerahkan Maria ke Bareskrim Polri untuk melanjutkan proses hukum.

"Sudah kita lakukan sampai ke Hong Kong dan New Jersey, kita lakukan. Perlu saya sampaikan itu tidak seperti makan cabai besok dapat, ini proses," tuturnya.

Dia mengatakan pemerintah akan menempuh segala upaya hukum dalam pemulihan aset negara yang diambil Maria sejak lama. Termasuk memblokir sebagian aset Maria lainnya.

"Segala upaya hukum kita akan melakukan Mutual Legal Assistance untuk melakukan freeze aset, kemudian blokir akun, dan lain-lain. Tentu bisa kita lakukan setelah proses hukum ada di sini," ujar dia.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menjemput Maria Pauline Lumowa, di Serbia. Proses ekstradisi dilakukan setelah Maria ditahan oleh otoritas Serbia hampir satu tahun.

Maria pernah ditetapkan tersangka oleh Polri pada 2003 dalam kasus pembobolan kredit Bank BNI. Maria meminjam Rp1,7 triliun dari BNI untuk PT Gramarindo Group. Setelah diusut BNI, ternyata perusahaan itu tak pernah melakukan aktivitas ekspor seperti yang disampaikan Maria.

"You can run but you cannot hide," kata Yasonna. 


Alasan Yasonna Jemput Langsung Maria Pauline dari Serbia

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, ia menjemput langsung tersangka pembobolan Bank BNI, Maria Pauline Lumowa, dari Serbia untuk menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia dalam penegakan hukum. 

 "Mengapa kami perlu, karena biasanya ekstradisi biasa cukup anggota level teknis, karena untuk menunjukkan keseriusan kita, untuk menunjukkan bahwa kita committed," kata Yasonna dalam konferensi pers yang disiarkan KompasTV, Kamis (9/7/2020). 

Yasonna mengatakan, ia sudah meminta izin kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara Pratikno untuk berangkat ke Serbia menjemput Maria. 

"Pak Presiden mengatakan silakan jemput dan konferensi pers nanti bersama Pak Menko Polhukam, ini untuk menunjukkan bahwa kita committed untuk tujuan penegakan hukum," ujar Yasonna. 

Menurut dia, proses ekstradisi Maria dari Serbia telah berlangsung lama sejak Maria ditangkap Interpol Serbia pada 16 Juli 2019. 

Yasonna menyebutkan, sejumlah tim dari Kemenkumham dan Polri pun diberangkatkan ke Serbia untuk melobi Pemerintah Serbia agar dapat mengekstradisi Maria. 

Proses ekstradisi juga diwarnai tarik-menarik karena pihak pengacara Maria dan sebuah negara Eropa juga turut melobi Pemerintah Serbia agar Maria tidak diekstradisi. 

"Setelah mengetahui prosesnya tanggal 17 (masa penahanan Maria) akan berakhir, kita meningkatkan intensitas lobi dan pertemuan, dan kemarin puncaknya setelah kita melihat ada green light yang baik," kata Yasonna. 

Maria diekstradisi dari Serbia pada Rabu (8/7/2020) dan telah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Kamis siang ini.

Maria merupakan salah satu tersangka pelaku pembobolan kas BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp 1,7 triliun lewat letter of credit (L/C) fiktif yang sudah buron selama 17 tahun. 

Kasusnya berawal pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003. Ketika itu, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dollar AS dan 56 juta euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun sesuai kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu. 

Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari "orang dalam" karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi BNI. 

Pada Juni 2003, pihak BNI yang merasa curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor. 

Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri. Namun, Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003, sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri. Setelah diekstradisi dan tiba di Jakarta, Maria dibawa ke Bareskrim Polri untuk menjalani pemeriksaan.


(cnnindonesia.com dan kompas.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel