Dokter Reisa Jadi Jubir Covid-19, Begini Analisisnya dari Sosok "Pembius" Masyarakat hingga Dianggap Ahli
Tuesday 9 June 2020
Edit
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto mengatakan, kehadiran Reisa untuk menemani dirinya sekaligus menyampaikan informasi dalam briefing harian Covid-19.
Kemunculan Reisa ini disambut antusias oleh warganet. Banyak yang mendukung Reisa menjadi juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19.
Diketahui, Reisa selama ini dikenal sebagai dokter, alumnus ajang kecantikan, model, dan presenter televisi.
Sebagai dokter, wanita kelahiran Malang, 28 Desember 1985 ini juga sempat menekuni dunia forensik.
Ia pernah bergabung sebagai anggota Disaster Victim Identification yang terlibat dalam proses investigasi korban jatuhnya pesawat Sukhoi dan korban aksi terorisme di Jakarta.
Praktisi komunikasi Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati mengatakan, didapuknya Reisa untuk menyampaikan informasi update kasus Covid-19 dianggap sebagai salah satu cara untuk membius masyarakat agar patuh dalam aturan pemerintah.
"Menggunakan orang ternama sebagai bagian dari strategi komunikasi merupakan hal yang terbukti ampuh karena selebriti memiliki kemampuan untuk membius publik secara sesaat," ujar Devie saat dihubungi Kompas.com, Selasa (9/6/2020).
Menurutnya, selebriti memiliki kekuatan menarik perhatian, di tengah-tengah derasnya arus informasi.
Selain itu, Devie mengungkapkan konteks Indonesia yang secara kultural masuk dalam kategori masyarakat jarak kekuasaan tinggi (high power distance) menurut terminologi dimensi budaya.
Selain itu, Devie mengungkapkan konteks Indonesia yang secara kultural masuk dalam kategori masyarakat jarak kekuasaan tinggi (high power distance) menurut terminologi dimensi budaya.
Menurutnya masyarakat Indonesia relatif sama dengan masyarakat Jepang atau Korea misalnya, yang memiliki toleransi yang tinggi terhadap hirarki, kepemimpinan yang otoritatif dan menyukai petunjuk-petunjuk yang rinci.
"Hal ini yang mendorong lelaku masyarakat kita yang cenderung menaati rekomendasi dari sosok-sosok yang dinilai otoritatif seperti selebritis maupun individu dengan status yang tinggi di masyarakat (patron)," katanya lagi.
"Individu yang dianggap berada di tingkatan hirarki yang tinggi, diyakini memiliki kebenaran, yang tidak perlu dipertanyakan kembali," lanjut dia.
Adapun hal inilah yang membuat kehadiran sosok-sosok terkenal menjadi kuat pengaruhnya bukan hanya masyarakat mau memerhatikan tetapi juga sampai tahapan merubah perilaku.
(kompas.com)
(kompas.com)