Buni Yani Nyengir Diskak Saksi Ahli, Ke Mana Pembelamu?


Darirakyat.com -- Merasa kesepian di tengah hiruk pikuk para wartawan yang mengambil gambar wajah melasnya, itulah Buni Yani yang saat ini sedang menjalani sidang pelanggaran Undang-Undang ITE. Sebagai terdakwa ia tidak dapat berbuat banyak selain nyengar-ngengir dengan wajah sengir serta pikiran yang kocar-kacir. Semua itu tidak dapat disembunyikan dari wajahnya.

Buni Yani harus bertanggungjawab karena memposting video Ahok berpidato di pulau Pramuka dengan menambahkan kalimat yang tidak sesuai kenyataan. Tindakan ini bisa disebut sebagai tindakan editing terhadap pidato Ahok.

Vidoe editan yang diposting Buni Yani di Facebooknya itu menjadi sumber rujukan yang sangat empuk bagi pembenci Ahok dan pecinta hoax. Dalam hitungan jam setelah postingan bodong itu muncullah reaksi yang super dasyat. Demo-demo anti Ahok digelar di mana-mana. MUI mengeluarkan fatwa bahwa Ahok melakukan penistaan agama.

Sebuah televisi swasta yang pemiliknya begitu benci Ahok menggelar acara siaran langsung dengan menghadirkan pembicara-pembicara yang mengumbar kbencian. Dalam acara televisi yang disiarkan langsung kala itu, Buni Yani juga hadir. Kala itu wajahnya masih penuh dengan optimisme bahwa dirinya tidak bersalah meski mengedit video pidato Ahok. Sepanjang acara televisi berlangsung, Buni Yani tampak puas dengan tindakannya yang mampu melakukan penistaan terhadap video pidato Ahok.

Pasca siaran televisi itu gelombang demo dengan memakai rumusan “togel” berangsung secara massif, sistematis, terstruktur hingga berjilid-jilid. Teriakan-teriakan anti Ahok, anti Jokowi, bergema sepanjang demo. Tokoh-tokoh pembeci Ahok dan Jokowi yang mengatasnamakan agama dan pembela Tuhan silih berganti meneriakkan pekik-pekik perjuangan anti Ahok (dan anti Jokowi).

Meski semua itu sudah berlalu, namun semua yang terjadi itu tidak mungkin lepas dari ingatan kita. Melupakan peristiwa itu sama saja melupakan sejarah. Bila melupakan sejarah, maka kita tidak akan menjadi bangsa yang besar. Demo berjilid-jilid itu menyesakkan dada, menyakitkan hati, membuat tatapan mata tersedak karena melihat sesuatu yang menyumbat pikiran sehat.

Dampak penistaan video Ahok akibat penyunatan dengan cara paksa oleh Buni Yani itu menyebabkan kegaduhan di tengah masyrakat. Kegaduhan itu membuat banyak pihak pontang-panting demi menjaga keamanan dan ketertiban. Selain itu kerugian material tak terhitung jumlahnya. Puluhan milyard rupiah harus dikeluarkan oleh negara untuk menjaga negeri tetap kondusif.

Buni Yani tidak menyesal meski melakukan penistaan video. Ia tidak mau disebut sebagai kambing hitam dalam peristiwa itu. Bisa jadi sikap kekeuhnya itu karena ia merasa didukung oleh ormas-ormas seperti FPI dan konco-konconya. Namun sekarang apakah mereka masih memperhatikan Buni Yani dan nasib hidupnya?

Boro-boro mikirin Buni Yani, mikir bos yang sedang melarikan diri ke Arab Saudi saja sedang puyeng, apalagi ditambah harus mikir Buni Yani.

Dulu, kalau ada orang yang dianggap berjasa pada FPI tersandung perkara hukum dan disidang di pengadilan, biasanya anggotanya akan datang berbondong-bondong sambil bawa pentung, bendera, simbol FPI dan teriak-teriak di depan pengadilan. Kali ini dalam setiap persidangan Buni Yani nyaris tidak ada pun yang mendukungnya. Padahal ormas-ormas pembenci Ahok dan Jokowi itu dulu memakai video Buni Yani sebagai referensi utamanya.

Malang nian nasibmu Bun…. Habis manis, sepah dibuang. Sepahnya bukan hanya dibuang di tempat sampah, namun dibuang di jalan raya sehingga sepah itu terlindas roda kendaraan yang melintas. Nasibmu tidak diperhatikan, bahkan engkau dilindas oleh orang-orangmu yang dulu berjuang bersamamu menumbangkan Ahok.

Setelah Ahok berhasil ditumbangkan dengan keji dan dipenjara, kini giliranmu siap-siap masuk penjara. Bedanya, di penjara Ahok tetap mendapat dukungan dan doa banyak orang. Lha kamu? Mungkin beberapa waktu mendatang saat engkau di penjara, engkau hanya berteman nyamuk. Jangankan kiriman rantangan berisi nasi berlauk rendang, opor, bakmi, mungkin kiriman doapun tidak ada.

Berdasar kesaksian dari saksi sosiolog, Sutrisno yang bersaksi dalam sidang lanjutan pelanggaran UU ITE, dapat dipastikan bahwa Buni Yani akan mendapat hukuman maksimal, setimpal dengan kesalahannya yang fatal. Sutrisno mengatakan bahwa postingan Buni Yani di akun facebooknya memancing timbulnya mobilisasi massa. Mobilisasi massa itu terjadi karena postingan itu mengandung konten tentang agama. Di Indonesia agama dianggap sakral. Dampak lain dari postingan Buni Yani adalah terbelahnya masyarakat.

Gimana Bun… masih tidak mengaku kalau postinganmu itu membahayakan NKRI? Dengar baik-baik kesaksian pak Sutrisno. Sekarang engkau pasti nyengir karena mendengar kesaksian itu. Kini nyengirmu pasti tidak hanya di bibir namun juga dalam hatimu. Nyengirnya hati karena engkau ditinggalkan oleh kawananmu yang kini lupa padamu.

Wis lah Bun, bertobatlah menjadi penebar kebencian.

Apa perlu mendengar lagu eta terangkanlah supaya bertobat?

(seword.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel