Terpidana 20 Tahun yang Menewaskan 202 Orang Kini Jadi Pengibar Bendera Merah Putih pada 17-an
Wednesday, 16 August 2017
Edit
Darirakyat.com - Masih ingat kasus bom Bali I? Masih ingat Umar Patek alias
alias Umar Kecil Hisyam bin Alizein? Dialah salah satu komplotan teroris,
pelaku peledakan bom yang menewaskan lebih dari 200 orang tersebut.
Kini
ia masih berstatus terpidana, proses menjalani 20 tahun penjara kasus
terorisme. Ia merupakan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Porong Sidoarjo, Jawa Timur.
Di
luar kasusnya, besok, dalam rangka memperingati detik-detik Hari Ulang Tahun
Proklamasi Kemerdekaan Ke-72 Republik Indonesia, Umar Patek akan menjadi
petugas pengibar bendera merah-putih. Ini pertama kalinya ia bertugas dalam
upacara Peringatan Kemerdekaan Indonesia.
Kepala
Biro Humas Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lilik Bambang
menjelaskan Umar menjadi petugas pengibar bendera bukan karena paksaan atau
tekanan dari pihak tertentu, melainkan murni dari keinginan sendiri Umar Patek.
"Dia
menjadi petugas pengibar bendera tanpa syarat apapun diberikan kepadanya. Ini
murni karena Umar cinta kepada bangsa dan tidak ada perlakuan khusus diberikan
kepadanya," ujar Lilik dalam keterangan tertulis, Jakarta, Rabu
(16/8/2017).
Lilik
menjelaskan Umar sebagai petugas pengibar bendera merah-putih dalam acara resmi
di Lapas Porong Sidoarjo bukanlah yang pertama kali dilakukannya.
Namun
untuk upacara kemerdekaan, ini yang akan menjadi kali pertama.
"Menjadi
petugas pengibar bendera merah-putih di upacara Kemerdekaan Indonesia baru
pertama kali dilakukannya," kata dia.
Kata
Lilik, Umar bersedia ikut menjadi petugas upacara Kemerdekaan Indonesia
menunjukan upaya proses pembinaan terhadap WBP di Lapas Porong oleh petugas
Pemasyarakatan berjalan dengan baik.
Pembinaan
WBP teroris di Lapas Porong tidaklah berjalan sendiri. Sebab ada dukungan yang
besar dari pihak lain.
Misal,
dari Badan Nasional Penanggulan Teroris (BNPT) yang bekerjasama dengan
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pemasyarakatan untuk menangani proses
deradikalisasi kepada WBP terorisme.
"Kerja
sama yang sangat bagus ini akan terus kita tingkatkan," ujarnya.
Lilik
menuturkan, selain ada sosok Umar Patek yang menjalani hukuman di Lapas Porong.
Juga terdapat beberapa nama WBP beken lainnya di sana.
Sebut
saja, Suud Rusli terpidana hukuman mati untuk kasus Pembunuhan Bos Asyaba
yaitu, Boedyharto Angsono dan pengawalnya, Edy Siyep.
Bahkan
yang melatih Umar Patek menjadi petugas pengibar bendera pada upacara
Kemerdekaan Indonesia mendatang, Lilik menjelaskan, adalah Suud Rusli mantan
anggota Marinir itu.
Pembinaan
kepada WBP di Lapas Porong juga melihat potensi dimilik Suud Rusli sebagai
mantan tentara yang memiliki skill baris-berbaris dalam upacara.
"Petugas Lapas Porong meminta kepada Suud Rusli
untuk mengajarkan tata cara penaikan bendera kepada Umar Patek,"
tuturnya.
Apa
yang dilakukan oleh Umar Patek dapat
memberikan inspirasi kepada WBP lainnya, terutama kepada kasus terorisme supaya
sadar dan kembali memberikan yang terbaik kepada tanah air.
"Semoga
langkah Umar Patek menjadi
inspirasi WBP lain untuk ikut bertobat dan kembali ke jalan yang benar,"
ucap Lilik berharap.
Kali
Kedua Kibarkan Bendera Merah Putih
Pada
peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2015 di Lembaga Pemasyarakatan
(Lapas) Kelas 1 Porong, Sidoarjo, Jawa Timur mantan gembong teroris Umar Patek alias
Hisyam bin Alizein membuktikan kecintaannya pada Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) dengan menjadi petugas pengerek bendera Merah Putih.
Sebelumnya,
Umar bersama empat napi terorisme Poso dan Ambon, telah menyatakan kesetiaannya
kepada NKRI. Proses penyadaran para napi terorisme ini adalah hasil dari
sinergi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kementerian Hukum
dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham), dalam hal ini Lapas Porong.
Jauh
sebelum ini, mantan teroris lainnya dari Jemaah Islamiyah (JI) Ustaz
Abdurrahman Ayyub telah lebih dulu mengikrarkan kesetiaannya kepada NKRI.
Umar
Patek divonis 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim PN Jakarta Barat, 21 Juni
2012 lalu.
Ia
dianggap terlibat bon malam Natal tahun 2000 serta Bom Bali I tahun 2002 lalu.
Setelah tiga tahun menjalani masa tahanan, Umar Patek kini
telah sadar dan berpikir untuk kembali ke masyarakat sebagai manusia normal.
Setelah
ini Umar Patek berjanji
akan menjalani sisa masa hukumannya sampai berakhir. Nanti, setelah bebas, ia
bercita-cita bisa kembali ke masyarakat dan melanjutkan hidupnya dengan
berdagang.
Terlibat
Kasus Bom Bali
Umar
Patek merupakan anggota Jemaah Islamiyah yang sempat paling dicari Pemerintah
Amerika Serikat, Australia, Filipina dan Indonesia karena keterlibatannya dalam
aksi terorisme.
Umar
Patek alias Umar Kecil tertangkap di Pakistan, kemudian diadili di Indonesia.
Umar
Patek terpidana 20 tahun kasus terorisme Bom Bali I.
Dua
bom mengguncang bom dalam waktu yang hampir bersamaan, yaitu pukul 23.05 Wita.
Bom
Bali 2002 (disebut juga Bom Bali I) adalah rangkaian tiga peristiwa
pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002.
Dua
ledakan pertama terjadi di Paddy's Pub dan Sari Club (SC) di Jalan
Legian, Kuta, Bali. Kemudian, ledakan terakhir terjadi di dekat
Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan.
Rangkaian
pengeboman ini merupakan pengeboman pertama yang kemudian disusul oleh
pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil yang juga bertempat di Bali pada
tahun 2005.
Sebanyak
202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera, kebanyakan korban
merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan
tempat wisata tersebut. Peristiwa ini dianggap sebagai
peristiwa terorismeterparah dalam sejarah Indonesia.
Tim
Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang telah dibentuk untuk
menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan
berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom
RDX berbobot antara 50–150 kg.
Kurang
lebih 10 menit kemudian, ledakan kembali mengguncang Bali. Pada pukul 23.15
Wita, bom meledak di Renon, berdekatan dengan kantor Konsulat Amerika Serikat.
Namun tak ada korban jiwa dalam peristiwa itu.
Daalam
proses persidangan yang panjang, sebanyak 26 orang dijatuhi hukuman dalam
jaringan terorisme ini.
Mereka
antara lain Imam Samudra alias Abdul Aziz, terpidana mati (sudah dieksekusi),
Ali Ghufron alias Mukhlas (terpidana mati, sudah dieksekusi), Ali Imron alias
Alik (vonis seumur hidup), Amrozi bin Nurhasyim alias Amrozi (terpidana mati,
sudah dieksekusi), Azahari Husin alias Dr Azahari alias Alan (warga Malaysia,
tewas dalam penyergapan oleh polisi di Kota Batu tanggal 9 November 2005),
Dulmatin (tewas tanggal 9 Maret 2010). (medan.tribunnews.com)