Ferdy Sambo dan Putri Akui Ada Kekeliruan usai Brigadir J Tewas, Febri Diansyah: Ini Fase Kebohongan



Darirakyat.com - Pengacara keluarga Ferdy Sambo, Febri Diansyah mengatakan kliennya mengakui ada sejumlah kekeliruan usai peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir Pol Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J terjadi.

Sejumlah kekeliruan yang diakui kliennya itu, kata Febri, disebut berada fase kegelapan atau kebohongan. Fase ini menurutnya berada setelah fase pertama tentang rangkaian peristiwa, atau sebelum fase ketiga terkait penegakan hukum yang kini tengah berjalan.

Pernyataan itu dibeberkan Febri Diansyah dalam keterangan persnya, Rabu (12/10/2022).

“Ketika kami bicara dengan Bu Putri (Candrawathi, istri Ferdy Sambo, red), ketika kami bicara dengan Pak Ferdy Sambo, mereka mengakui bahwa ada kekeliruan-kekeliruan memang yang terjadi di fase kedua ini,” ucap Febri Diansyah.

“Namun, jangan sampai fase kedua ini kemudian membuat kita bias dan mencampuradukkan kebenaran yang terungkap pada fase berikutnya,” imbuhnya.

Febri Diansyah kemudian menjelaskan fase pertama dalam kasus ini, di mana ada tiga lokasi yang diduga menjadi tempat kejadian perkara (TKP). Pertama di rumah di Magelang pada 4 dan 7 Juli 2022, kedua di Rumah Saguling, dan ketiga di rumah dinas di Kompleks Duren Tiga.

“Ada rangkaian peristiwa lain yang bisa dijelaskan secara detail, tapi nanti akan kami sampaikan dalam proses persidangan,” kata Febri.

“Ibu Putri ditemukan oleh saksi S dalam keadaan tidak berdaya dan setengah pingsan atau nyaris pingsan di depan kamar mandi lantai 2.”

Tak hanya membeberkan soal kesaksian S, Febri dalam keterangannya juga menyampaikan soal KM yang mendapati tindak tanduk mencurigakan Brigadir J.

Febri kemudian beralih pada situasi di rumah di Jalan Saguling. Ia menggambarkan bagaimana ketika itu Ferdy Sambo emosional setelah mendengar laporan dari istrinya, Putri Candrawathi.

“Jadi ketika Ibu Putri menyampaikan laporan atau informasi tentang apa yang terjadi di Magelang, itu membuat FS atau suami Bu Putri menjadi sangat emosional,” tutur Febri.

“Dan kemudian FS memanggil RR dan RE secara terpisah di rumah Saguling di lantai 3 tersebut. Namun pada saat itu, Bu Putri sudah masuk ke dalam kamar. RR dan RE melihat FS dalam kondisi yang sangat emosional dan menangis saat itu,” ujar mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini.

Dalam kondisi emosional dan menangis usai mendengar laporan istrinya, Febri menyampaikan, Ferdy Sambo kemudian bersiap menuju lokasi main badminton.

“Jadi awalnya, rencana FS adalah dari rumah Saguling, adalah main badminton,” ucapnya.
Fase Kegelapan

Namun, secara tiba-tiba, Ferdy Sambo menyuruh sopir untuk mundur sesaat setelah melewati rumah dinas di Duren Tiga.

“Jadi saat itu niat FS dari rumah di Saguling adalah pergi badminton. Namun ketika FS melihat dan lewat di depan rumah Duren Tiga sampai lewat beberapa meter jaraknya, ia kemudian memerintah sopir untuk berhenti, meskipun tidak ada rencana saat itu ke rumah Duren Tiga,” terang Febri.

Saat Ferdy Sambo masuk ke rumah dinas di Duren Tiga, lanjut Febri, ia disebut mengklarifikasi pada Brigadir J perihal kejadian di Magelang. Setelahnya, Ferdy Sambo juga disebut memberi perintah menghajar Brigadir J pada Bharada Richard Eliezer alias Bharada E. Namun, ada kekeliruan yang terjadi.

“Kemudian FS melakukan klarifikasi kepada J tentang kejadian di Magelang. Dan ada perintah FS saat itu dari berkas yang kami dapatkan, "Hajar, Chard!". Namun yang terjadi, penembakan saat itu,” ucap Febri.

Seketika, kata Febri, Ferdy Sambo memerintahkan aide de camp (ADC) atau ajudan untuk memanggil ambulans dan menjemput Ibu Putri dengan mendekap wajahnya agar tak melihat peristiwa penembakan itu.

Tak hanya itu, Ferdy Sambo juga memerintahkan Bripka RR untuk mengantarkan istrinya kembali ke rumah Saguling.

“Ini adalah fase pertama, peristiwa,” kata Febri. (kompas.tv)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel