Rentenir Online Isap Uang Peminjam Seperti Drakula



Darirakyat.com - Kepolisian Republik Indonesia secara terstruktur, sistematis, dan masif mulai memberantas mafia jaringan pinjaman daring atau dikenal juga sebagai pinjol (pinjaman online) khususnya yang beroperasi ilegal karena meresahkan.

Sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo agar bersikap tegas mengusut kasus pinjol serta memproses hukum pelaku yang merugikan masyarakat.

Sudah banyak masyarakat menjadi korban pinjol. Masyarakat berharap polisi segera memberantas mafia pinjol sampai ke pimpinannya atau pemilik usaha.

Kepala OJK( Otoritas Jasa Keuangan) Jember Hardi Rofiq menceritakan bahwa dia telah mencoba menjajal bagaimana praktik bisnis yang dilakukan jasa pinjol di daerah atau di wilayah kerjanya.

"Bagaimana sadis dan tidak manusiawinya praktik pinjol ini, bak drakula. Jika orang meminjam Rp1 juta, yang bersangkutan hanya menerima Rp700.000 karena telah dipotong terlebih dahulu sekira 30 persen dan si peminjam harus membayar Rp56.000 per hari," tutur Hardi seperti dilaporkan Antara.

Tak hanya itu, saat debitur menerima kredit juga tidak mendapat kejelasan tempo atau jangka waktu peminjamannya.

Praktik peminjaman dengan hitung-hitungan serupa juga banyak terjadi di daerah lain, baik secara daring maupun cara lainnya.

Anwar Abbas, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia mengatakan, aksi itu mengingatkannya pada praktik pinjam empat dibayar enam. Jika ada orang yang meminjam Rp400.000, mereka harus membayar Rp600.000 dalam 10 pekan.

Hal itu berarti si pemberi pinjaman telah membebankan bunga kepada yang bersangkutan sekira 50 persen untuk waktu 10 minggu atau 70 hari.

Jika pinjaman ini berlangsung dalam rentang masa setahun, berarti tingkat suku bunga pinjamannya adalah sekira 250 persen setahun.

Alasan utama mengapa masyarakat mau berhubungan dengan rentenir adalah karena terpaksa. Sebab, tidak ada lembaga keuangan baik bank atau nonbank serta sanak saudara dan handai taulan yang mau meminjamkan uang tunai karena mereka tidak punya jaminan.

Rentenir, dalam memberi kredit, tidak mensyaratkan agunan dan prosesnya juga sangat cepat. Begitu yang bersangkutan mengajukan pinjaman, ketika itu juga uang tersebut diberikan.

Apabila tenggat waktu pembayaran terlewati, rentenir tidak marah-marah. Hanya, mereka akan mengenakan denda kepada peminjam.

Apabila utang semakin membesar, barulah rentenir menyita satu persatu aset debitur. Di situlah isak tangis mulai terjadi. Keadaan seperti ini mirip kasus pinjol yang terjadi akhir-akhir ini.

Sebar ancaman

Karyawan kantor di area Ruko Gading Bukit Indah, Jalan Raya Gading Kirana, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Jakarta gelagapan saat polisi menggerebek ruang kerja mereka.

Penggerebekan dilakukan karena adanya laporan masyarakat kepada polisi soal perusahaan yang berbisnis pinjol karena praktik penagihan utang meresahkan masyarakat.

Petugas memergoki perusahaan teknologi finansial berinisial PT AIC di Kelapa Gading, Jakarta yang mengunggah foto asusila untuk menagih utang debiturnya.

PT AIC diketahui menjalankan empat aplikasi pinjol yang semuanya tidak berizin alias ilegal. Delapan ribu debitur sudah menjadi pelanggan mereka sejak perusahaan beroperasi tahun 2018.

Ada tiga lantai ruko yang dijadikan tempat beroperasi. Lantai pertama berfungsi sebagai lobi yang dari luar tampak tertutup. Lantai dua berfungsi sebagai tempat penagihan secara halus dan tempat pengingat (reminder) tenggat waktu peminjaman.

Tempat yang digunakan untuk penagihan dengan cara-cara kekerasan, pengancaman, dan pornografi ada di lantai tiga.

Di lantai dua tampak meja berderet berisi puluhan komputer menyala. Di layarnya terlihat daftar nomor WhatsApp korban beserta status pelunasan dan tenggat waktu pelunasan.

Di lantai tiga juga ada meja-meja berderet dan komputer yang menyala. Namun tampak layarnya menampilkan halaman berbeda yakni foto-foto asusila milik korban yang diduga hasil olahan dan peminjam dengan status pembayaran tertunda.

Di lantai itulah, empat orang bekerja menebar ancaman kepada debitur yang menunggak pembayaran utang.

Salah seorang karyawan, S yang bekerja di bagian penagihan mengaku terpaksa melakukan segala cara termasuk teknik olah foto untuk mengejar target yang ditetapkan bos perusahaan.

Dari keterangan awal dari empat karyawan tersebut, PT AIC memiliki 78 pegawai yang semuanya akan dilakukan pemanggilan untuk dimintai keterangan.

Tak semua fintech ilegal terpergok polisi karena sebagian masih menerapkan bekerja dari rumah (work from home)

Pinjaman meningkat

Peminjaman uang secara daring kian meningkat pada masa pandemi Covid-19 seiring sulitnya pelaku usaha terutama UMKM mendapatkan fasilitas kredit.

Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat, pelaku UMKM mendominasi peminjam (borrower) di fintech lending atau disebut juga fintech peer to peer atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI) .

Dominasi UMKM memberi dua gambaran bertolak belakang. Positifnya, industri fintech ikut berperan penting menggerakkan ekonomi nasional dan menjadi jawaban pembiayaan digital di saat pandemi.

Negatifnya, fenomena itu menunjukkan kondisi keuangan masyarakat yang masih dalam ketidakpastian.

Berdasarkan data survei Asian Development Bank (ADB) pada 2020 terkait dampak pandemi terhadap UMKM di Indonesia, 88 persen UMKM kehabisan kas atau tabungan. Lebih dari 60 persen UMKM mengurangi tenaga kerjanya.

Tips menghindar


Otoritas Jasa Keuangan Regional I DKI Jakarta dan Banten membagikan tips agar terhindar dari penawaran pinjaman daring ilegal.

1. Jangan tergoda tawaran pinjol ilegal dan perlu mencermati apabila tidak ada syarat agunan.

2. Jangan membuka tautan berisi penawaran pinjol bodong yang diterima melalui SMS atau pesan berbasis aplikasi.

3. Cek legalitas perusahaan, apakah ilegal atau legal dengan menghubungi kontak OJK pada nomor 157 atau melalui pesan WhatsApp 081-157157157 atau melalui surat elektronik di konsumen@ojk.go.id.

Ciri-ciri pinjaman daring ilegal yang perlu diwaspadai di antaranya bunga denda tinggi yakni 1-4 persen per hari. Biaya tambahan cukup banyak biasanya sampai 40 persen dari nilai pinjaman.

Tak hanya itu, Jangka waktu pelunasan terbilang singkat dan tidak sesuai kesepakatan serta tidak memiliki alamat kantor yang jelas dan pengaduan konsumen.

Kadang muncul permintaan akses data pribadi seperti kontak, foto, video, lokasi dan jumlah data pribadi lain digunakan untuk melakukan teror kepada peminjam yang gagal bayar, penagihannya tak beretika, seperti meneror, intimidasi dan pelecehan. (pikiranrakyat.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel