Dentuman Dini Hari di Bogor, Depok, dan Jakarta yang Masih Misterius, Ini Kata Media Asing soal Suara Tersebut

Tangkapan layar pemberitaan erupsi Gunung Anak Krakatau dari Sputnik News, Sabtu (11/4/2020).

Darirakyat.com -
Warga Jakarta, Depok, dan Bogor mendengar bunyi dentuman yang terdengar berulang kali sekitar pukul 02.00 hingga 03.00, Sabtu (11/4/2020). 


Sebagian warga merasakan getaran yang menyusul bunyi dentuman. Dentuman terdengar semakin keras di Jakarta bagian selatan. 

"Dentumannya sempat 15 menit tidak berhenti. Kalau saya dengar, dentumannya di langit sebelah barat," ujar Setyo (27), warga Citayam, kepada Kompas.com, Sabtu dini hari. 

Aksa (26) warga Bogor, menyebut bahwa dentuman begitu keras hingga beberapa benda di rumahnya bergetar. 

"Teman-teman saya juga laporan, jendela dan pintu rumahnya getar tapi rumahnya tidak goyang karena gempa," ujar dia. 

Bunyi dentuman juga terdengar ke kediaman Margareta (24) di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. 

Margareta mengaku terbangun pada dini hari dan suara dentuman baginya cukup mengerikan. 

"Ngeri banget bunyinya," ujar dia. Namun, sayup dentuman terdengar makin samar di sisi timur Jakarta. 

Di Cakung, Jakarta Timur, bunyi dentuman seperti hentakan subwoofer yang terdengar dari jalanan ketika sebuah mobil mengaktifkan soundsystem di dalamnya.

Di bilangan Pekayon, Kota Bekasi, Nadia (22) malah mengaku tak mendengar apa-apa sebelum keluar rumah dan memasang telinga lebih jeli. 

"Awalnya saya enggak mendengar apa-apa. Begitu lihat di Twitter sedang ramai, saya baru keluar. Suaranya kecil sekali," ujar Nadia. 

Kata kunci " dentuman" segera trending di media sosial Twitter, di bawah kata kunci "Anak Krakatau". 

Warganet menduga, bunyi dentuman tersebut berasal dari letusan Gunung Anak Krakatau di Selat Sunda. 

Sebagian warganet juga membagikan video berisi rekaman langit dengan latar suara dentuman yang cukup keras, seperti gelegar petir. 

Dugaan itu berasal dari akun resmi Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengumumkan adanya erupsi Gunung Anak Krakatau pada pukul 02.19 WIB, namun mengutip riwayat letusan pada Jumat (10/4/2020) malam pukul 21.58 dan 22.35 yang tercatat pada website magma.esdm.go.id. 

Mengutip situs itu, antara letusan pertama dan kedua yang tercatat di sana, terjadi lonjakan signifikan kolom abu letusan, dari 200 meter menjadi 500 meter di atas puncak Anak Krakatau. 

Dari citra kamera pengawas Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), letusan Gunung Anak Krakatau terpantau terakhir pukul 23.42 WIB. Hingga pukul 03.13 WIB, sayup suara dentuman masih terdengar hingga bilangan, namun intervalnya relatif jarang. 

Sabtu pagi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengonfirmasi bahwa suara dentuman bukan berasal dari letusan Gunung Anak Krakatau. 

"Terkait suara dentuman yang beberapa kali terdengar dan membuat resah masyarakat Jabodetabek, maka sejak tadi malam hingga pagi hari ini pukul 06.00 WIB, hasil monitoring BMKG menunjukkan tidak terjadi aktivitas gempa tektonik yang kekuatannya signifikan di wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten," jelas Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono lewat keterangan resmi, Sabtu pagi.

"Meskipun ada aktivitas gempa kecil di Selat Sunda pada pukul 22.59 WIB dengan magnitudo M 2,4 tetapi gempa ini kekuatannya tidak signifikan dan tidak dirasakan oleh masyarakat. Berdasarkan data tersebut maka BMKG memastikan bahwa suara dentuman tersebut tidak bersumber dari aktivitas gempa tektonik itu," imbuh dia.


Ini Kata Media Asing tentang Suara Dentuman Gunung Anak Krakatau Meletus


Gunung Anak Krakatau (GAK) mengalami erupsi pada Jumat malam (10/4/2020). Media asing ikut soroti suara dentuman yang menyertainya. 

Media Inggris Daily Mail menuliskan, letusan Gunung (Anak) Krakatau mengeluarkan kepulan asap setinggi 15 kilometer (km) ke udara. 

Daily Mail juga mengabarkan adanya suara dentuman keras, yang "terdengar hingga 150 kilometer jauhnya di ibu kota Jakarta sekitar pukul 11 malam waktu setempat". 

"Citra satelit mendeteksi 'letusan magmatik besar' dengan kepulan asap setinggi 15 km (47.000 kaki) ke langit." 

"Ini diyakini sebagai aktivitas terkuat sejak letusan pada Desember 2018." 

"Gunung berapi itu kehilangan lebih dari dua pertiga ketinggiannya setelah ledakan yang memicu tsunami mematikan yang menewaskan 400 orang," tulis Daily Mail selanjutnya. 

Media online yang diluncurkan pada 2003 itu kemudian mencantumkan kesaksian para warganet Indonesia, yang mengunggah foto letusan Gunung Anak Krakatau di Twitter. 

Salah satu yang dicantumkan adalah dari akun @ayingmaung yang menulis, "Krakatau, We are fighting coronavirus. Please go to sleep (Krakatau, kami sedang melawan virus corona, tolong tidurlah lagi)." 

Terkait suara dentuman keras yang hingga kini masih menjadi misteri, Daily Mail mencantumkan kesaksian dari seorang warganet perempuan yang tidak dicantumkan nama akunnya. "I keep hearing noises here in Indonesia (Aku terus mendengar suara-suara di sini di Indonesia)," tulis warganet tersebut.

Media Rusia Sputnik News turut menyoroti letusan GAK semalam. Beritanya juga menunjukkan ini letusan terbesar sejak Desember 2018 yang saat itu memicu tsunami. 

Data yang dicantumkan Sputnik sedikit berbeda dengan Daily Mail. Di Sputnik disebutkan kepulan asap setinggi 14 km, yang mereka lansir dari pemberitaan Newshub. 

"Erupsi dari gunung api ternama, yang terletak di antara Pulau Jawa dan Sumatra di provinsi Lampung, dilaporkan dimulai pada 10.35 malam waktu setempat," tulis Sputnik berikutnya. 

Kemudian dari kesaksian warganet, Sputnik mencantumkan tweet dari akun @yasellatuan yang menuliskan " Krakatau tidak berhenti erupsi selama 2 jam beruntun." 


Dokumentasi lain yang diunggah warganet juga dicantumkan oleh Sputnik, seperti video rekaman CCTV yang diunggah akun @nantibaliklagi. 


Sebagai penutup berita, media yang didirikan di Moskwa pada 2014 ini menuliskan letusan terbesar Krakatau di era modern terjadi pada 1883. 

"Ledakan besar itu mengeluarkan suara yang terdengar ratusan mil jauhnya, membentuk tsunami yang menjulang setinggi 42 meter di beberapa tempat, dan menciptakan awan abu setinggi 80 km (260.000 kaki) yang menghitamkan langit di sekeliling Bumi selama beberapa tahun," tulisnya. (kompas.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel