Tamparan Keras Kementerian PUPR Soal Curhat Anies tentang Banjir Jakarta


Image result for banjir jakarta"


Darirakyat.com - Banjir sempat mengepung beberapa titik di Jakarta tapi sudah bisa bikin kewalahan karena cukup tinggi seperti di depan Plaza Senayan yang membuat beberapa mobil dan sepeda motor terendam banjir.

Dan gubernur menjadi sasaran empuk kritikan dari warga dan netizen. Akan tetapi, kita tahu kalau gubernur ini jago ngeles dan suka melampiaskan kesalahan ini ke pihak lain. Anies curhat ke Menteri PUPR Basuki Hadimuljono soal keluhan banjir dari masyarakat yang selalu dialamatkan kepada pihak Pemprov DKI Jakarta.

"Sungainya diurus Pak Bas, kanan kirinya diurus Gubernur DKI. Tapi kalau ada banjir pasti yang ramai itu gubernur," kata Anies.

Kementerian PUPR akhirnya merespons curhat Anies. Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja mengatakan, untuk penanganan banjir memang tanggung jawabnya tak bisa hanya dibebankan pada satu pihak saja, melainkan semua pihak baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan masyarakat di sekitar lokasi kali itu sendiri.

Di Jakarta sendiri ada total 13 sungai, beberapa di antaranya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Tapi sebagian juga menjadi tanggung jawab Pemprov DKI.

"Ada 13 sungai. Infrastruktur banjir kan juga banyak. Ada waduk, sungai, embung, ada situ. Itu sudah dibagi berdasarkan kewenangan. Ada sungai yang ditangani oleh PUPR dan ada yang ditangani Pemprov DKI," kata dia.

Salah satu sungai yang menjadi tanggung jawab Kememterian PUPR adalah sungai yang terkenal yaitu Ciliwung dan Cisadane. Tapi yang menjadi masalah adalah kewenangan kementerian PUPR hanya sebatas normalisasi, yaitu pengerukan, pelebaran dan pemasangan tanggul.

Sedangkan pekerjaan pelebaran, Kementerian PUPR tak bisa bekerja sendiri karena ada area bantaran yang tak sesuai peruntukannya sehingga menghambat upaya pelebaran sungai, atau biasa disebut pemukiman liar atau sejenisnya sehingga perlu dilakukan penertiban atau penggusuran atau penggeseran. Penertiban masyarakat di bantaran ini sangat butuh keterlibatan Pemprov DKI.

"Bantaran dan palung sungai diisi warga. Nah itu yang perlu ditertibkan, supaya airnya bisa mengalir lancar. Kalau masyarakat di sekitar bantaran kali itu tak ditertibkan, ya kita nggak bisa maju mengerjakan pekerjaan kita," katanya.

Jadi sudah paham kan, apa masalahnya? Anies ingin mencari kambing hitam, ingin lepas tangan, tapi terhalang oleh janji muluknya sendiri. Kata kuncinya adalah penertiban, kita sebut saja penggusuran karena kita tahu ini harus dilakukan karena area ini harus steril, dan siapa pun yang menempati lahan ini dianggap melanggar aturan.

Tapi kita tahu Anies termakan oleh janjinya semasa kampanye, yang mengutuk aksi penggusuran dan meyakinkan warga bahkan tidak akan ada lagi penggusuran. Jadi, bagaimana mau bekerja kalau di sisi lain ada penghambat yang belum dibereskan?

Di sisi lain, kita juga tahu DKI mengalami defisit anggaran sehingga salah satu hal yang dikorbankan adalah pembebasan lahan untuk normalisasi Ciliwung. Pemprov DKI Jakarta membatalkan pembebasan 118 bidang tanah di bantaran Sungai Ciliwung karena defisit anggaran sehingga menyebabkan proyek normalisasi Sungai Ciliwung yang telah berhenti sejak tiga tahun yang lalu menjadi terhambat.

Apakah Anies pernah ngaca soal ini? Sudah pasti tidak, karena hobinya hanya salahkan orang lain selain dirinya sendiri. Maksud hati ingin melimpahkan kesalahan ke pihak lain, ternyata dia sendiri juga lepas dari tanggung jawab.

Menjabat hingga kini, kenapa normalisasi masih terhambat? Pembebasan lahan saja terhambat, penertiban bantaran kali saja rasanya berat sekali dilakukan. Dan katanya mau ganti jadi naturalisasi sungai, tapi hingga detik ini konsepnya masih tak jelas, boro-boro bicara soal eksekusi.

Naturalisasi, namanya aja yang keren tapi isinya tak jelas. Mungkin sungainya mau dinaturalisasi dengan cara disuruh tinggal 5 tahun dulu dan tidak boleh pulang kampung, kemudian harus hafal Pancasila, UUD 1945 dan menyanyikan Lagu Indonesia Raya, setia kepada NKRI dan Pancasila tidak boleh jualan khilafah, baru lah sah naturalisasinya.

Atau mungkin maksud Anies, dia hanya menggunakan kata-kata untuk bernarasi, tinggal Kementerian PUPR yang harus take action, begitukah?

Gubernur jago bersilat lidah, ditangkis sedikit saja oleh Kementerian PUPR langsung ketahuan tidak becusnya. Nyalahin orang lain padahal salah sendiri lebih besar berkali lipat. Ngaca dong.

Bagaimana menurut Anda?

(Xhardy, seword.com)


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel