Keluarga Korban Pelanggaran HAM 98 Menolak Prabowo Masuk Kabinet Jokowi
Friday, 18 October 2019
Edit
![]() |
Foto: Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) dan Amnesty Internasional Indonesia |
Darirakyat.com - Keluarga korban pelanggaran HAM 1998 yang tergabung dalam Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) meminta Presiden RI terpilih Joko Widodotak melibatkan terduga pelanggar HAM dalam kabinet pemerintahannya. Salah satu terduga pelanggar HAM yang dimaksud adalah Prabowo Subianto.
IKOHI menduga Prabowo terlibat dalam aksi penculikan aktivis dan mahasiswa saat menjadi anggota tim mawar pada 1998. Kekhawatiran kemungkinan masuknya Prabowo dalam koalisi pemerintahan dirasakan para keluarga korban pelanggaran HAM.
Kekhawatiran ini berdasar pada perkembangan politik terakhir di mana belum lama ini Prabowo bertemu dengan Jokowi di Istana Negara. Isu Gerindra akan merapat ke koalisi pemerintahan pun berembus kencang dan diisukan Gerindra akan mendapat tiga kursi menteri.
"Kami melihat kondisi politik terakhir di mana Presiden terpilih Joko Widodo akan melibatkan Prabowo Subianto dalam pemerintahan periode keduanya. Mudah-mudahan saja tidak," jelas Sekjen IKOHI, Zaenal Muttaqin dalam konferensi pers di Kantor Amnesty Internasional, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (18/10).
Zaenal mengatakan selama ini pihaknya konsisten mendukung Jokowi saat Pilpres. Dengan harapan Jokowi bisa menepati janjinya menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Di periode kedua ini dia berharap Jokowi tak bersikap ceroboh melibatkan pelaku pelanggaran HAM dalam pemerintahannya sehingga kasus-kasus tersebut bisa dituntaskan.
"Kami tentu saja tidak ingin Presiden Jokowi pada periode keduanya melakukan kecerobohan, melakukan tindakan politik yang akan mengancam tidak terpenuhinya janji-janjinya. Janjinya adalah menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu secara yudisial dan non yudisial," jelasnya.
Zaenal juga berharap Jokowi segera menyadari bahwa kasus pelanggaran HAM masa lalu akan sulit dituntaskan jika melibatkan Prabowo atau Gerindra dalam pemerintahan. Jokowi juga diminta tegas terkait hal ini dan memiliki prinsip dan harus mewariskan sikap sebagai presiden yang teguh dan berprinsip sebagaimana janjinya untuk menegakkan demokrasi.
"Kami mengingatkan kepada presiden terpilih di periode kedua untuk jangan melibatkan, sekali lagi jangan melibatkan Prabowo Subianto dalam kabinet, dalam kekuasaan di periode kedua karena jelas akan menghambat upaya penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu," tegasnya.
"Kenapa? Karena di periode pertama kasus-kasus pelanggaran HAM yang lain juga tidak bisa dilakukan karena eksekutor dari kebijakan tersebut tidak dijalankan. Jaksa Agung-nya, Menkumham-nya, Menko Polhukam-nya tidak memiliki kehendak untuk memiliki sikap politik untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM di masa lalu," jelasnya.
Zaenal juga mengingatkan Jokowi terkait terpilihnya kembali Indonesia menjadi anggota Dewan HAM PBB. Penuntasan kasus pelanggaran HAM harus menjadi prioritas. Jangan sampai Indonesia mewariskan catatan buruk dalam penanganan HAM ini.
"Kami mengingatkan kepada presiden jangan pernah libatkan pelaku pelanggaran HAM dalam kabinet dan jejaring kekuasaan," pungkasnya.
Harapan yang sama juga disampaikan orang tua Ucok Siahaan, mahasiswa yang hilang tahun 1998, Paian Siahaan. Dia mengaku khawatir dengan perkembangan politik terakhir terkait kemungkinan Prabowo merapat ke pemerintahan.
"Beberapa kali kita lihat atau kita dengar bahwa Gerindra telah merapat ke Pak Jokowi, akhirnya kita merasa khawatir, bahwa jangan-jangan kalau Gerindra itu di mana Pak Prabowo selaku ketua umum itu menjadi peserta di dalam menentukan kebijakan, artinya pasti hal itu (kasus pelanggaran HAM masa lalu) tidak akan diinginkan terbongkar," jelasnya.
Paian mengaku mendukung Jokowi sejak Pilpres 2014. Saat itu Jokowi berjanji akan menuntaskan kasus pelanggaran HAM masa lalu. Kendati janjinya tak dipenuhi dalam lima tahun terakhir ini, Paian mengatakan pihaknya masih bersabar menunggu janji Jokowi.
"Saya mewakili keluarga orang hilang menginginkan agar atau mengingatkan Pak Jokowi bahwa lima tahun pertama itu kami tidak terlalu meminta atau masih bersabarlah. Artinya kan meskipun telah dijanji-janjikan kami sampai akhir periode pertama itu belum ada kebijakan yang tuntas untuk mengatakan bahwa 13 orang yang hilang itu telah meninggal atau 13 orang yang hilang itu statusnya seperti apa," jelasnya.
Menurutnya, jika Jokowi tak melibatkan Gerindra dalam pemerintahan, dia tak akan ada beban untuk mewujudkan janjinya dan melaksanakan empat rekomendasi DPR.
Rekomendasi DPR yaitu pembentukan pengadilan HAM ad hoc, pencarian 13 aktivis yang hilang sampai saat ini, rehabilitasi dan kompensasi kepada keluarga korban hilang dan meratifikasi Konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia.
"Itu yang kami khawatirkan kenapa hari ini saya berkepentingan untuk menyatakan itu. Kiranya Pak Jokowi mendengarkan siaran pers ini bahwa jangan sampailah kami sudah berusaha untuk memenangkan Pak Jokowi tetapi jangan sampai Pak Prabowo ikut lagi menentukan kebijakan pemerintahan ke depan," pungkasnya. (merdeka.com)