Niat BW Mempermalukan Prof. Eddy di Sidang MK Tidak Berbuah Manis. Kasian Dech Loch!

Image result for bambang dan prof eddy


Darirakyat.com - Assalamualaikum.

Selamat berhari Minggu. Doa saya hari ini tetap sama seperti kemarin. Semoga kita sebagai bangsa dieratkan dalam bingkai perbedaan. Amin

Barangkali kita sepakat yang paling menarik dari sidang kelima MK adalah ketika Bambang Widjajanto (BW) dengan angkuhnya meminta saksi ahli Prof. Eddy menunjukan buku, karya ilmiah atau jurnal miliknya. Saya berkayakinan BW ini mau balas dendam ketika Prof Yusril mencercah ahli yang dihadirkan pemohon terkait sertifikat keahliannya.

"Namun sayang dendam tak berbalas"

Malah sebaliknya, dipermalukan di muka sidang. "Jika memang saudara ahli, silahkan tunjukan ke saya semua buku, jurnal, karya ilmiah dalam dan luar negeri yg pernah ahli buat" (nadanya melecehkan dan ngegass full)

Tak sedikitpun saya melihat wajah panik dari mimik muka Prof Eddy. Dengan dingin beliau menjawab "Silahkan lihat CV saya, di situ tertulis jelas semua tulisan saya, yang lebih dari 200an judul. Jika saya bacakan semua, tidak akan selesai sidang kali ini."

Saya yakin pembaca pasti melihat. Dan silahkan terjemahkan sendiri muka BW ketika itu.

Tidak dapat dipungkiri. Sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di MK pada Jum'at (21/06/19) ada bintang paling bersinar menurut saya. Dialah Prof. Eddy.

Tak menunggu waktu lama untuk beliau jadi buah bibir barisan paling benar di tanah air (netizen) bahkan rame-rame netizen merasa salah mengambil jurusan. Seketika jurusan hukum jadi primadona. Itu tak lepas dari apa yang disampaikan Prof. Eddy dalam keterangannya sebagai ahli Pihak Terkait di Mahkamah Konstitusi (MK)

Sosok Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) itu menjelma menjadi bintang terang pada sidang tersebut. Kalau dalam keterangannga "Bukti itu harus terang benderang melebihi cahaya". Saya lebih ingin menyebut beliau adalah bukti yang paling terang itu.

Karena dari keterangan beliau sebagi ahli. Kita dapat memahami bahwa syarat pelanggaran TSM itu bagaimana?

Dan menurut Ahli yang dihadirkan Tim Kuasa Hukum Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Edward Omar Sharif Hiraiej (Prof. Eddy) menilai pelanggaran secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) baru dapat dibuktikan jika terjadi pada lebih dari separuh jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Dengan demikian, kecurangan paling minimal harus ditemukan pada 415 ribu dari 830 ribu TPS seluruh Indonesia. Persyaratan separuh dari jumlah TPS untuk memenuhi unsur masif dalam pelanggaran TSM. Masif berarti kecurangan yang terjadi menimbulkan dampak luas terhadap hasil Pemilu 2019.

Dari berbagai literatur yang saya baca. Prof. Dr. Eddy OS Hiariej, SH, Mhum. lahir di Ambon 10 April 1973 dengan nama Edward Omar Sharif Hiariej. Sarjana hukum (1998), Magister humaniora (2004) dan Doktor (2009) dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM)

Dibalik kecerdasan beliau yang kita saksikan kemarin itu, ternyata beliau sempat gagal mendaftar menjadi mahasiswa UGM, sampai akhirnya lolos pada tahun berikutnya.

Saya kutip dari (hukumonline) Prof. Eddy meraih gelar tertinggi di bidang akademis tersebut pada usia 37 tahun, satu tahun lebih muda dibanding Prof. Hikmahanto yang mendapat gelar profesor termuda dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) di usia 38 tahun.

Bahkan saat diusulkan menjadi guru besar, usia beliau masih 36 tahun.

Masih dari sumber yang sama, Prof.Eddy mencetak rekor tercepat ketika menyelesaikan program doktoral selama 2 tahun 20 hari. Konon, rekor ini belum terpecahkan, setidaknya di UGM.

“Orang biasanya begitu sekolah doktor baru mulai riset, saya tidak. Saya sudah mengumpulkan bahan itu sejak saya short course, tiga bulan, di Strasbourg, Prancis, 2001. Jadi saya katakan kepada pembimbing saya, Prof. Sugeng Istanto, ‘Prof, saya sudah punya bahan untuk disertasi" Begitu penuturan beliau.

Prof. Sugeng Istanto pun menyetujui disertasi Eddy membahas soal penyimpangan asas legalitas dalam pelanggaran berat Hak Asasi Manusia (HAM). Lalu Eddy yang pernah menjadi Asisten Wakil Rektor Kemahasiswaan UGM (2002 – 2007), menyelesaikan draft disertasi pertamanya pada Maret 2008.

Sejak keterangan ahlinya yang konon dikatakan netizen level dewa di MK, ramai-ramai media membahas latar belakang Prof. Eddy.

Kalau boleh jujur. Saya sangat tertarik ketika beliau dengan sistematisnya mematahkan pertanyaan kuasa hujum pemohon, Termasuk soal berapa buku yang sudah ditulisnya seperti yang saya kemukakan di atas.

Berdasarkan keterangan beliau di dalam sidang dan beberapa catatan media. Prof. Eddy sudah menulis lebih dari 200 karya tulis ilmiah dan artikel yang dimuat dalam majalah ilmiah serta berbagai media cetak terkemuka tanah air. Dia juga telah menulis beberapa buku, antara lain: "Curah Gagas Dari Bulaksumur: Meluruskan Jalan Reformasi, 2003; Rekomendasi Untuk Presiden, 2004; Bunga Rampai Hukum Pidana Khusus, 2006; Pengembalian Aset Kejahatan, 2008; Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum Pidana, 2009; Pengantar Hukum Pidana Internasional, 2009; Pengadilan atas Beberapa Kejahatan Serius Terhadap HAM, 2010; dan Teori dan Hukum Pembuktian, 2012" (Berbagai sumber)

Pada pokoknya saya menilai, Kuasa Hukum pemohon gagal 'menguliti' Prof. Eddy, bahkan terkesan Prof. Eddy-lah yang 'menguliahi' Denny Indrayana dkk. Walau saya melihat Denny Indrayana dan BW dalam setiap perkataannya dibarengi dengan gerakan tangan semacam jurus-jurus Bangau dan jurus ular itu pada akhirnya dapat dijinakkan oleh Prof Eddy dengan jurus memejamkan mata.

Di saat beliau memajamkan mata, disitulah saya melihat hapalan-hapalan istilah hukum azas hukum dan segala yang berbau hukum terucap tepat tanpa celah "Silahkan jika pembaca ingin bertepuk tangan yang gemurooh" untuk Prof. Eddy.

Tidak berlebihan jika saya merasakan kesaksian Prof. Eddy adalah pelipur lara kita semua atas kesaksian saksi fakta kuasa pemohon, terlepas ada yang pengen 'pipis', ada tahanan kota yang bohong itu kita anggap dinamika persidangan saja.

Pada akhirnya pendukung siapapun kita, beragama apapun kita. Sejatinya sebagai warga negara kita berharap hakim MK memutus perkara ini pada 28 Juni mendatang hanya ""DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA"

Salam Pemilu Damai

Yolis Syalala

(seword.com)




Tidak berlebihan jika saya merasakan kesaksian Prof. Eddy adalah pelipur lara kita semua atas kesaksian saksi fakta k

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel