TERBONGKAR, Kekeliruan Felix Siauw Soal Bendera Rasulullah - LENGKAP
Wednesday, 6 December 2017
Edit
Koh Felix berkata di acara ILC: Bendera yang disebutkan Abu
Janda Bukan bendera Rasulullah (Alliwa dan Arroya). Tapi itu Bendera
Turki Ustmani. Maka alliwah arroya boleh digunakan siapa aja
Cara menjawabnya mudah. Mari kita ajukan
beberapa pertanyaan sebagai landasan bahwa kita masih bisa bepikir jernih dalam
melihat persoalan Bangsa Indonesia.
1. Pernyataan ini membuktikan bahwa Kerajaan islam
turki ustmani yang diyakini koh felix adalah negara khilafah justru tidak
menggunakan Alliwa dan Arroyanya Rasulullah. Klo Turki ustmani saja boleh
menggunakan selain Alliwa dan Arroya sebagai bendera mengapa negara Indonesia
yang bukan negara islam gak boleh memakai merah putih?
2. Adakah sejarahnya bendera Turki Ustmani diletakkan di
bawah bendera Alliwa dan Arroyanya Rasulullah? Klo gak ada, ya jangan salahkan
donk orang yang gak mau sang saka merah putih diletakkan dibawah bendera lain,
apalagi dibawah Alliwa dan Arroyanya HTI
3. Turki Ustmani melalui Muhammad al Fatih adalah yang
diramalkan Nabi Saw untuk merebut konstantinopel sebagai sebaik-baik Raja dan
Sebaik-Baik Pasukan, Pasti donk Bendera yang mereka buat ada dasarnya dari
dalam Alquran maupun Hadits, Jadi gak boleh serta merta kita mengatakan bahwa
bendera turki ustmani itu bukan bendera Rasulullah tetapi bendera turki ustmani
saja, sebab bisa jadi itu bendera Rasulullah juga Cuma sampean saja yang
belum tahu dalilnya. Jangan SOK PINTER kepada para ulama’ dan Khalifah di zaman
Khalifah Muhammad Al Fatih.
4. Setahu saya Bendera Alliwa Arroya tidak pernah digunakan
di Madinah untuk mendemo Masyarakat Madinah yang damai dengan piagam Madinah.
Bendera itu dipakai untuk berperang. Terus ngapain sampean mengibarkan bendera itu
di Indonesia? Mau perang? Mau Ganti Pancasila dan merah putih?
5. Dalam Hadits yang sampean kutip mengenai Alliwa dan
Arroya’nya Rasulullah itu hanya kalimat Tauhid saja yang ditulis di atas kain
berwarna hitam atau sebaliknya dan tanpa harokat. Begitupun bentuk tulisan
persisnya gak ada yang tahu. Nah, punya HTI dan ISIS persis gak sama bendera
Rasulullah? Atau Cuma ngarang sendiri?
Mari kita berpikir jernih dengan melihat segala persoalan
dari berbagai sudut pandang. Jangan hanya taklid membabi buta kepada orang
lain. Kedewasaan berpikir bagi bangsa Indonesia merupakan keniscayaan.
OPINI KEDUA !! JAWABAN TELAK
Telaah Bendera Rasulullah dalam Hadits Nabi dan Sejarah Islam
Sebagai warga Indonesia yang menghormati merah putih
barangkali kita agak terusik dengan keberadaan bendera ISIS dan HTI yang
diklaim oleh para kader militan sebagai bendera Rasulullah saw. Bendera
Rasulullah saw kini semakin marak digunakan oleh kelompok radikal dalam
sejumlah aksi demonstrasi, seakan-akan bendera itulah yang Islami sedangkan
merah putih tidak sesuai dengan hadits Nabi. Para ideolog HTI juga sering
mengutip hadits-hadits tentang bendera Rasulullah dengan pemahaman yang
tekstual. Pemahaman seperti ini perlu dikaji ulang dan diluruskan.
Dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih Bukhari diterangkan
bahwa warna bendera Rasulullah saw masih diperdebatkan disebabkan perbedaan
redaksi hadits dan riwayat yang beragam. Dalam haditsnya Jabir diterangkan
bahwa bendera Rasul saat masuk Makkah berwarna putih (anna Rasulallah dakhala
Makkata wa liwa`uhu abyadh). Dalam haditsnya al-Bara’ diterangkan warnanya
hitam (anna rayata Rasulillah kanat sauda`). Abu Dawud meriwayatkan bendera
Rasulullah berwarna kuning (raaytu rayata Rasulillah shallallahu ‘alayhi
wasallama shafra`).
Untuk menyikapi hadits yang saling bertentangan ini, para
ulama menggunakan metode ushul fiqh “al-jam’u baynal adilah”, mensinkronkan
dalil-dalil yang bertentangan. Kesimpulannya, bendera Rasulullah saw
berganti-ganti sesuai kondisi dan situasi (takhtalifu bikhtilafil awqat) dan
para perawi meriwayatkan secara berbeda-beda sesuai yang mereka lihat atau
dengarkan.
Bendera ISIS dan HTI terdapat tulisan La ilaha illallah
Muhammad Rasulullah dan mereka mengklaim bahwa bendera Rasulullah saw juga
terdapat tulisan seperti itu. Pemahaman seperti ini didasarkan pada hadits Ibnu
Abbas “Kana maktuban ‘ala rayatihi la ilaha illallah Muhammad Rasulullah”.
Namun dalam kitab Fath al-Bari Syarh Shahih Bukhari diterangkan bahwa sanad
hadis tersebut adalah “wahin/dha’if jiddan” atau lemah sekali atau diduga hoax
(muttaham bil kidzbi).
Ajaran Islam tidak menentukan warna bendera.
Bendera Rasulullah saw bukanlah syiar agama, akan tetapi hanya kode untuk
mengisyaratkan strategi perang (alwanu rayat fi tilkal fatrah lam takun
tumatstsilu syiaran walakin rumuz). Bendera Rasulullah saw dikibarkan oleh
tentara pilihan yang paling pemberani, yakni Hamzah, Ali bin Abi Thalib, dan
Mush’ab bin ‘Umayr. Menurut Ibnu Khaldun, sejarawan Muslim terkemuka, tujuan
dari bendera yang dikibarkan oleh pejuang adalah untuk mengintimidasi dan
menakut-nakuti tentara musuh (li tahwil wa takhwif).
Jadi hal ini murni strategi perang yang bersifat kondisional
dan profan, bukan doktrin agama yang sakral. Bendera bisa dirubah warna apa
saja karena tujuannya hanya kode dan isyarat untuk membedakan mana kawan dan
lawan saat kondisi perang.
Bendera warna hitam dan putih kemudian juga digunakan sebagai
penanda bagi pasukan kaum Muslimin di era Khulafa al-Rasyidin. Namun seiring
perkembangan zaman, bendera kaum Muslimin terus mengalami perubahan. Di era
Dinasti Umawi, menurut salah satu riwayat, benderanya diganti dengan warna
hijau menyesuaikan selera Bani Umayah yang lebih menyukai warna hijau. Namun
menurut riwayat lainnya, warnanya adalah putih dengan tulisan La ilaha illallah
Muhammad Rasulullah.
Dalam kesempatan lain, ada pula bendera yang diberi tulisan
nashrun minallah wa fathun qarib yang artinya pertolongan dari Allah dan
penaklukan akan segera datang. Bendera ini di era belakangan dipakai juga oleh
Dinasti Muwahidin di Andalusia Spanyol.
Berganti Khilafah berganti pula kebijakan terkait warna
bendera. Pada era Khilafah Abasiyah, warna bendera diganti hitam. Menurut Ibnu
Khaldun, alasannya adalah untuk mengekspresikan kesedihan atas gugurnya para
syuhada’ dari Bani Hasyim. Pada era al-Ma’mun, benderanya diganti lagi warnanya
menjadi hijau sebagai syiar negara keadilan. Namun al-Ma’mun pada era
belakangan menggantinya lagi menjadi hitam karena warna hijau juga digunakan
oleh kelompok Alawiyin. Bendera Alawiyin yang hijau ini kemudian diganti oleh
kelompok Syiah menjadi putih sebagai bendera Khilafah Fathimiyyah Syiah di
kawasan Maghrib pada tahun 297 H/909 M. Di sini kita melihat bahwa perbedaan
kepentingan politik Sunni dan Syiah juga menjadi faktor perubahan warna bendera.
Perubahan warna bendera terus terjadi dalam sejarah umat
Islam sesuai dengan pertimbangan filosofis, politis, ideologis, sektarianis,
dan selera warna sang pemimpin negara. Putih menyimbolkan kesucian, hitam
menyimbolkan keberanian dan ekspresi kesedihan atas gugurnya para syuhada,
hijau menyimbolkan keadilan dan kemakmuran, dan seterusnya. Dari kajian hadits
dan sejarah di atas, maka kita sebagai warga negara Indonesia selayaknya
menghormati merah putih dan tidak sepatutnya mempertentangkan merah putih
dengan bendera Rasulullah saw, sebab warna bendera hanyalah bersifat fleksibel
sesuai dengan kondisi dan situasi, filosofi pendiri bangsa-bangsa, sejarah
kebudayaan masing-masing kawasan, dan cita-cita masa depan bangsa.
Lebih dari itu, menurut Bung Karno, dalam
pidatonya pada 24 September 1955, merah putih bukanlah buatan Republik
Indonesia. Bukan pula buatan tokoh-tokoh di zaman pergerakan nasional. Bukan
buatannya Bung Karno, bukan buatannya Bung Hatta. Enam ribu tahun sebelum
Indonesia merdeka manusia yang hidup di tanah air Nusantara sudah memberi makna
pada Merah Putih. Bangsa Indonesia sudah mengagungkan merah putih jauh sebelum
agama-agama masuk, seperti Hindu, Budha, Kristen, dan Islam. Kerajaan-kerajaan
di Nusantara dari mulai Kediri, Singosari, Majapahit sampai Mataram menggunakan
merah putih sebagai panji-panji. Bung Karno kemudian berwasiat, “Aku minta
kepadamu sekalian, janganlah memperdebatkan Merah Putih ini. Jangan ada satu
kelompok yang mengusulkan warna lain sebagai bendera Republik Indonesia”.
Akhir kalam, merah putih yang memiliki filosofi berani dan
suci pun tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang mengajarkan
keberanian dan kesucian (al-syaja’ah wa nadhafah). Maka penulis mengajak umat
Islam di Indonesia agar melihat persoalan ini secara historis dan jangan
terjebak pada sikap beragama yang simbolik dan tekstual (al-tadayyun al-syakli
wal harfi) ala ISIS dan HTI.
Beragama yang simbolik seperti ISIS dan HTI akan
mengakibatkan kita terkungkung pada kulit sembari mengabaikan isi. Terjebak
pada bentuk dan melupakan nilai filosofi. Memberhalakan teks dan menafikan
konteks
Flag of Prophet Muhammad SAW
Swords of the Prophet
Muhammad (SAW
Turban of the Prophet
Muhammad (SAW)
Some clothes of the Prophet
Muhammad (SAW)
Clothes of the Prophet Muhammad (SAW)
Stamp of the Prophet
Muhammad (SAW)
Sword of the Prophet Muhammad SAW with their names
Swords of the Prophet
Muhammad (SAW)
Shoes of the Prophet
Muhammad (SAW)
Hair of the Prophet
Muhammad (SAW)
Hair and Tooh of the Prophet
Muhammad (SAW)
Tooth of the Prophet
Muhammad (SAW)
Foothprints of the Prophet
Muhammad (SAW)
hair of the Prophet
Muhammad (SAW)
Latter to omani poeple
The Clothers staff of Prophet
Muhammad (SAW)
Swords of the Prophet
Muhammad (SAW)
Ka'abah Key at Time of the Prophet Muhammad (SAW)
Letter to Nijashi king of Habsha
Letter to Emperor in Roma
Sumber: www.suarasosmed.com