Simak,,, Reaksi DPR Mengejutkan Akibat tak Dipanggil 'Yang Terhormat' oleh Pimpinan KPK
Tuesday, 12 September 2017
Edit
Darirakyat.com - Politisi PDI Perjuangan Arteria Dahlanprotes atas
sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kali
ini bukan soal kinerja KPK, tapi soal tidak adanya sapaan 'Yang Terhormat'
untuk dirinya dan anggota DPR lain.
Saat
itu, Arteria mengikuti rapat kerja Komisi III dengan pimpinan KPK di Kompleks
Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Arteria
sebenarnya Anggota Komisi VIII. Namun, ia ditugaskan fraksinya mengikuti rapat
kerja di Komisi III.
Ketika
diberi kesempatan bicara, Ia memprotes kelima pimpinan KPK yang sejak awal tak
memanggil anggota Dewan dengan sebutan "Yang Terhormat".
Rupanya,
sepanjang pimpinan KPK menjawab pertanyaan dan memaparkan hasil kerja, Arteria
menunggu-nunggu dipanggil "Yang Terhormat".
"Ini
mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak
tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan
sebutan 'Yang Terhormat'," ujar Arteria, Senin malam.
Menurut
dia, sudah sepantasnya pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang
Terhormat' selama rapat.
Bahkan,
kata Arteria, Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian dan Presiden Joko Widodo
juga memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang Terhormat' sebagai
penghormatan.
"Malahan
Pak Tito memanggil kita kadang dengan sebutan 'Yang Mulia'. Ini pimpinan KPK
sejak tadi enggak ada yang memanggil kita dengan sebutan 'Yang
Terhormat'," ucap politisi dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VI itu.
Mendengar
protes tersebut, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan lantas mengucapkan sebutan
'Yang Terhormat' setiap menjawab pertanyaan dalam rapat tersebut.
"Yang
terhormat anggota Dewan," ucap Basaria saat memulai menjawab pertanyaan.
Komisi III berasa Pansus Angket
Rapat
kerja Komisi III DPR yang berlangsung pada Senin (11/9/2017) kemarin
menghadirkan dua mitra kerja komisi hukum tersebut, yakni Kejaksaan Agung dan
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Rapat
kerja dengan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo dimulai lebih dulu. Rapat dimulai
sekitar pukul 10.00 WIB, dimulai dengan pemaparan dari Jaksa Agung terkait
kinerja Korps Adhyaksa.
Namun,
dalam pemaparannya Prasetyo banyak menyinggung ihwal kewenangan penuntutan
tindak pidana korupsi yang dimiliki kejaksaan, dengan keberadaan KPK.
Alih-alih
membahas kinerja kejaksaan dalam beberapa bulan terakhir, rapat justru terpusat
pada isu kewenangan penuntutan tindak pidana korupsi yang juga menjadi topik
pembahasan di Panitia Khusus Angket KPK.
Opsi
pengembalian kewenangan penuntutan tindak pidana korupsi sepenuhnya pada
kejaksaan sempat muncul seusai Pansus menggelar rapat dengar pendapat umum
dengan Persatuan Jaksa Indonesia.
Selain
dipenuhi pertanyaan mengenai kemungkinan pengembalian kewenangan penuntutan
kepada kejaksaan sepenuhnya, para anggota Komisi III DPR juga menanyakan proses
operasi tangkap tangan (OTT) KPK di Kejaksaan Negeri Pamekasan, Madura, Jawa
Timur.
Ketua
Komisi III Bambang Soesatyo sempat menanyakan apakah kejadian tersebut bisa
digolongkan dalam OTT karena ada beberapa pihak yang tidak terlibat namun ikut
ditahan.
Menjelang
pukul 13.00 WIB, pertanyaan berganti ke kasus penembakan yang dilakukan
penyidik senior KPK Novel Baswedan saat masih bertugas sebagai Kepala Satuan
Reserse Kriminal Polres Bengkulu.
Bamsoet,
sapaan Bambang Soesatyo, menanyakan apakah kasus tersebut masih layak secara
hukum untuk dilanjutkan.
Prasetyo
menjawab saat ini kasus tersebut telah dianggap kedaluarsa sehinga disetujui
untuk dihentikan. Kendati demikian ia mengetahui keluarga korban memenangi
proses praperadilan terkait penghentian kasus yang dilakukan kejaksaan.
"Tapi
kalau ada desakan luar biasa saat ini sesuai pertumbuhan situasi dan kondisi,
apalagi kalau ada desakan dari DPR kami akan mempertimbangkan lagi," kata
Prasetyo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (11/9/2017).
Pertanyaan
Rapat Kerja yang tak kunjung membahas kinerja Kejaksaan Agung akhirnya
disinggung oleh Wakil Ketua Komisi III DPR Benny Harman.
Menurut
dia, semestinya rapat kerja itu fokus membahas evaluasi kinerja kejaksaan,
bukan malah mengomentari kinerja lembaga lain dan OTT KPK di Kejaksaan Negeri
Pamekasan.
Benny,
juga memprotes pernyataan Jaksa Agung terkait tindak lanjut kasus Novel di
Bengkulu. Ia mengatakan proses hukum tidak boleh didasarkan pada dukungan
masyarakat, melainkan pada prinsip keadilan hukum.
"Sebagai
penegak hukum, masa Anda memproses kasus hukum dengan meminta dukungan kami.
Tidak bisa itu, dalam kasus hukum ya tegakkan prinsip hukum, bukan kata kami
atau masyarakat," ujar Benny.
Setelah
protes dilayangkan Benny, rapat tiba-tiba diskors dan dilanjutkan pada Oktober
dengan alasan masih banyak pertanyaan Komisi III yang belum dijawab.
Nuansa Pansus Angket
Pada
rapat kerja dengan KPK yang berlangsung pukul 15.00 WIB, nuansa Pansus Angket
KPK lebih terasa. Itu ditandai dengan kemunculan tiga anggota komisi lain yang
diperbantukan oleh fraksinya untuk mengikuti rapat bersama KPK.
Ketiganya
merupakan anggota Pansus Angket KPK. Mereka adalah Mukhammad Misbakhun dari
Fraksi Partai Golkar yang merupakan anggota Komisi XI (bidang keuangan), John
Kenedy Azis dari Fraksi Partai Golkar, serta Arteria Dahlan dari Fraksi PDI-P
yang merupakan anggota Komisi VIII (bidang sosial keagamaan).
Dampak
kehadiran mereka pun membuat nuansa Pansus Angket KPK makin terasa dalam rapat
Komisi III. Meskipun di awal rapat kerja lima pimpinan KPK menyampaikan kinerja
mereka dalam tiga bulan terakhir, pertanyaan dalam rapat justru fokus pada
temuan Pansus Angket KPK.
Beberapa
pertanyaan yang muncul terkait temuan pansus itu yakni pengelolaan barang
sitaan di luar Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Rupbasan) dan rangkap
jabatan antara penyelidik dan penyidik.
Beberapa
kali, Benny Harman selaku pemimpin rapat sampai mengingatkan agar pertanyaan
difokuskan kepada kinerja, bukan kasus.
Menanggapi
banyaknya pertanyaan terkait temuan di Pansus Angket KPK, Wakil Ketua KPK Saut
Situmorang menanggapinya dengan santai.
Ia
menganggap pertanyaan-pertanyaan tersebut sebagai proses pengawasan dari Komisi
III selaku mitra kerja KPK.
"Enggak
ada satu pun di negara ini yang tidak boleh di-check and balance. Saya salah
ngomong saja bisa dipecat. Cuma masalahnya,proper enggak check and balance-nya.
Coba kalian lihat semua, kami jawab semua. Kita enggak boleh grubak-grubuk.
Jawab dengan data saja," tutur Saut.
RAKHMAT
NUR HAKIM
Berita
ini sudah tayang di kompas.com berjudul: Tak Dipanggil 'Yang Terhormat',
Politisi PDI-P Protes Pimpinan KPK. (medan.tribunnews.com)