Simak,,, Begini Tanggapan MaPPi UI Soal Tes Keperawanan calon Pengantin
Tuesday, 12 September 2017
Edit
Darirakyat.com, Jakarta - Masyarakat
Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum UI (MaPPI FHUI) mengecam pernyataan
hakim Binsar Gultom soal tes keperawanan pada calon pengantin. Binsar sendiri
mempertanyakan balik sikap MaPPI terhadap gagasan dalam bukunya tersebut.
"MaPPI FHUI mengecam pandangan diskriminatif Yang Mulia
Binsar Gultom tentang tes keperawanan. Pernyataan tersebut mencerminkan adanya
masalah stereotip dan HAM para hakim. Stereotip yang berkembang selama ini
menggambarkan perempuan yang baik harus suci secara seksual, sehingga mereka
harus menjaga keperawanannya," kata peneliti MaPPi FHUI Bestha Inatsan
Ashila dalam keterangan tertulisnya sebagaimana diterima detikcom, Selasa
(12/9/2017).
Selain itu, dia juga beranggapan bila
pernyataan hakim Binsar merupakan bentuk intervensi negara yang terlalu jauh
terhadap privasi orang tanpa ada dasar pembeneran. Dia juga memaparkan adanya
ketidaksamaan hukuman pada perempuan yang masih perawan dan tidak perawan dalam
putusan hakim.
"Jika korban perkosaan sudah tidak perawan maka hukuman
bagi pelaku lebih rendah yaitu rata-rata 3,6 tahun penjara. Dibanding jika
korban masih perawan, yakni rata-rata 6 tahun," papar Inatsan.
Mahkamah Agung (MA) sendiri telah mengeluarkan
Perma 3/2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan
Hukum pada Juli 2017. Dalam Perma itu, hakim wajib dapat mengindetifikasi dan
tidak dibenarkan adanya stereotip gender, diskriminasi pada perempuan. Karena
itu, pernyataan Hakim Binsar bertentangan dengan Perma tersebut.
"Pandangan Hakim Binsar tentu bertentangan dengan
Perma," tegas Inatsan.
Dia pun meminta agar pernyataan hakim
Pengadilan Tinggi Bangka Belitung soal tes keperawanan ditindaklanjuti oleh
Bawas MA dan Komisi Yudisial (KY) sebagai dugaan pelanggaran kode etik. Selain
itu ada 5 desakan dari MaPPi FHUI dalam menanggapi pernyataan Hakim Binsar.
"Pertama, hakim Binsar meminta maaf secara terbuka yang
dimuat di media, atas pernyataannya yang telah mendiskreditkan perempuan,"
ucap Inatsan.
Kedua, hakim yang mengadili Jessica Kumala Wongsi itu menarik
dan merevisi seluruh isi bukunya yang berjudul 'Pandangan Kritis Seorang Hakim'
yang telah tercetak dari pasar. Ketiga, Bawas MA dan KY harus berperan aktif
memeriksa Hakim Binsar atas dugaan pelanggaran kode etik.
"Empat, MA segera melakukan sosialisasi terhadap seluruh
hakim mengenai Perma 3/2017. Terakhir, mendesak MA agar memasukan materi HAM
berperskfektif gender pada seluruh kurikulum pada setiap program pembinaan
calon hakim dan hakim," tutupnya.
Atas pernyataan MaPPI FH UI itu, Binsar menyesalkan hal
tersebut. Menurut Binsar, tidak ada dasar untuk menarik buku itu dari pasar.
"Sangat saya sesalkan pernyataan MaPPI tersebut. Mengapa
sampai membawa-bawa institusi Binsar, dan harus menarik peredaran buku tersebut
dari toko buku. Dasar apa penarikan buku tersebut? Pendapat tersebut terkesan
emosional. Memangnya MaPPI sudah mengkaji secara komprehensif isi buku
tersebut?" kata Binsar saat dikonfirmasi terpisah.
"Kalau ada tidak sesuai dengan pendapat isi buku tersebut jangan
serang pribadi penulis, tetapi beri tanggapan positif atas isi buku tersebut,
sehingga menjadi sempurna, sehingga diskusi kita dalam buku tersebut menjadi
lengkap," sambung Binsar. (news.detik.com)