Waow,,Ternyata Dana Haji Sudah Sejak 2009 Diinvestasikan Untuk Infrastruktur
Monday 31 July 2017
Edit
Darirakyat.com -- sesungguhnya dana haji sudah sejak tahun 2009 diinvestasikan dan berkontribusi
pada pembangunan negara ini, termasuk untuk infrastruktur.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman
Imanulhaq pun menyebutkan, dana haji sampai 28 Februari 2017 berjumlah Rp
93,2 triliun (tabel Posisi Kas Dana Haji).
Terus apakah selama ini sudah ada dana haji yang digunakan
untuk infrastruktur atau untuk membantu APBN pemerintah?
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyakan
dari laporan keuangan haji tahun 2016, itu menunjukkan sudah banyak dan besar
dana haji yang digunakan untuk infrastruktur atau untuk membantu APBN
pemerintah.
Ia mencatat, Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) atau untuk
infrastruktur bisa melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sampai saat ini
diinvestasi dari dana haji berjumlah Rp35,2 Triliun.
"Besar Dana itu sebesar itu. Kemudian, ada lagi PBS
(Project Based Sukuk) senilai Rp400 miliar," ungkap Ketua Lembaga Dakwah
PBNU ini kepada Tribunnews.com, Senin (31/7/2017).
"Jadi bagi yang mengerti, sesungguhnya dana haji sudah
sejak tahun 2010 diinvestasikan dan berkontribusi pada pembangunan negara ini,
termasuk untuk infrastruktur," katanya.
Sukuk SDHI ini, ia menjelaskan, non-tradeable alias ada
tenggat waktunya. Tidak bisa diredeem atau ditarik kembali sebelum jatuh tempo.
Sedangkan imbuhnya, sukuk PBS bisa diredeem kapanpun melalui
pasar sekunder.
Sifat SBSN atau sukuk sifatnya investasi jangka panjang yang
aman dan tingkat imbalannya lebih besar dari deposito.
Ada yang aneh juga, kata dia, dana haji pernah diinvestasikan
ke SUN (Surat Utang Negara) sebanyak Rp134,3 miliar dalam bentuk Dolar AS.
Dia tegaskan, SUN itu bukan instrumen syariah, alias tidak
halal.
"Rezim yang melakukan ini sekarang jadi anggota Badan
Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang sudah dilantik.
Hati-hati!!!"ujarnya.
Jadi, ia menjelaskan, hampir 40 persen dana haji sudah untuk
infrastruktur sejak 7 tahun lalu.
Yang berbeda, menurutnya, dulu belum ada BPKH.
Sedangkan sekarang imbuhnya, semua mekanismenya lebih jelas
dan transparan.
Sehingga DPR, lanjutnya, Komisi VIII bisa melakukan
pengawasan dengan mengajukan pertanyaan ke BPKH.
Lalu bagaimana dengan penggunaan dana haji untuk
infrastruktur?
Secara prinsip, tegas dia, boleh selama mekanisme syariah,
mashlahat, hati-hati dan bertanggung jawab.
"Yang pasti Komisi 8 akan mengawasi dengan ketat. Karena
menyangkut uang umat yang sangat besar hampir Rp100 triliun," ujarnya.
Memang secara peraturan, pemerintah boleh menggunakan dana
haji untuk membiayai pembangunan infrastruktur melalui BPKH.
Namun anggota Komisi VIII DPR RI, Maman
Imanulhaq menilai penggunaan tersebut mengandung resiko besar.
"Karena returnnya lama dan resikonya besar," ujar
Anggota DPR fraksi PKB ini.
Tetapi sekali lagi, ia tegaskan, bahwa menggunakan dana haji
untuk infrastruktur itu resikonya sangat besar.
"Pertanggungjawaban kepada jemaahnya yang juga harus
dipertimbangkan," ucap Maman.
Lebih lanjut ia menjelaskan, kalau ditujukan untuk publik,
lebih baik investasi BPKH untuk dana haji diarahkan ke infrastruktur haji.
Terbitkan Sukuk Haji Rp 2 Triliun
Diberitakan, Pemerintah menerbitkan sukuk dana haji sebesar
Rp 2 triliun untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan APBN 2012.
Keterangan tertulis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Kementerian Keuangan di Jakarta, Kamis (28/6/2012), menyebutkan, penerbitan
obligasi syariah Rp 2 triliun itu melalui dua seri yaitu seri SDHI 2015 A dan
SDHI 2020 B.
Penerbitan sukuk haji itu melalui penempatan Dana Haji yang
dikelola oleh Kementerian Agama pada SBSN atau sukuk negara.
Penempatan Dana Haji tersebut ke sukuk negara menggunakan
metode "private placement" yaitu penerbitan surat berharga tanpa
melalui penawaran perdana, untuk pembeli dan jumlah tertentu.
Penempatan Dana Haji ke sukuk negara tersebut merupakan
tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Menteri
Keuangan dan Menteri Agama pada 22 Oktober 2009 tentang Tata Cara Penempatan
Dana Haji dan Dana Abadi Umat dalam SBSN.
Nilai nominal untuk SDHI 2015 A sebesar Rp 1 triliun, dengan
imbalan tetap 5,21 persen per tahun, tanggal penerbitan 28 Juni 2012, jatuh
tempo 28 Juni 2015, pembayaran imbalam setiap tanggal 28, pembayaran imbalan
pertama 28 Juli 2012, terakhir 28 Juli 2015.
Nilai nominal SDHI 2020 B Rp 1 triliun, imbalan 6,20 persen
per tahun, tanggal penerbitan 28 Juni 2012, jatuh tempo 28 Juni 2020,
pembayaran imbalan tanggal 28 setiap bulan di mana pembayaran pertama 28 Juli
2012 dan terakhir 28 Juli 2020.
Sebelumnya pada akhir Mei 2012, pemerintah juga sukuk negara
seri SDHI 2018 A sebesar Rp 2,5 triliun. SBSN seri SDHI 2018 A memiliki imbalan
tetap 6,06 persen per tahun, diterbitkan 30 Mei 2012 dan akan jatuh tempo 30
Mei 2018.
Pembayaran imbalan dilakukan tanggal 30 setiap bulannya,
tanggal pembayaran imbalan pertama 30 Juni 2012 dan terakhir 30 Mei 2018.
Sukuk negara SDHI 2018 A itu berakad Ijarah Al-Khadamat dan
tidak dapat diperdagangkan.
Pada April 2012, pemerintah menerbitkan SDHI sebesar Rp 2,5
triliun terdiri dari seri SDHI 2016 A dan SDHI 2020 A.
Nilai nominal untuk SDHI 2016 A sebesar Rp1 triliun dengan
imbalan tetap sebesar 5,03 persen per tahun, tanggal penerbitan 27 April 2012,
tanggal jatuh tempo 27 April 2016, pembayaran imbalan tanggal 27 setiap
bulannya dimulai tanggal 27 Mei 2012, dan pembayaran imbalan terakhir pada 27
April 2016.
Sementara nilai nominal untuk SDHI 2020 A sebesar Rp 1,5
triliun, dengan imbalan tetap 5,79 persen per tahun, tanggal penerbitan 27
April 2012, jatuh tempo 27 April 2020, imbalan pertama dibayar 27 Mei 2012 dan
terakhir 27 April 2020. Kedua SBSN dengan akad "Ijarah Al-Khadamat"
itu tidak dapat diperdagangkan.
Agar Dana Haji
Tak Nganggur
Niat untuk mengoptimalkan dana haji yang
mencapai puluhan triliun rupiah sebetulnya sudah diwacanakan sejak 2009. Tapi
baru mendapatkan bentuk untuk mewujudkannya delapan tahun kemudian.
Tepatnya ketika Presiden Joko Widodo melantik Ketua dan
anggota Badan Pengelola Keuangan Haji di Istana Negara, Rabu (26/7/2017).
Dalam arahannya, Jokowi menyampaikan agar dana haji bisa
diinvestasikan di sektor yang aman dengan hasil maksimal. Misalnya
diinvestasikan di sektor infrastruktur yang berpeluang memberikan imbal hasil
tinggi namun risikonya kecil.
"Dari pada uang ini (dana haji) idle, diam, ya lebih
baik diinvestasikan tetapi pada tempat-tempat yang tidak memiliki risiko
tinggi, aman, tapi memberikan keuntungan yang gede," kata Jokowi.
Harapan atau ambisi tersebut kembali diulangi sehari kemudian
saat bertemu Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Istana Negara.
Pada Januari lalu, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI)
dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengirim sinyal persetujuan terhadap
ide Jokowi itu. Bagi dua organisasi ini, ketimbang pemerintah mencari pinjaman
luar negeri untuk membangun infrastruktur lebih baik memanfaatkan dana haji
yang 'menganggur'.
"Dana wakaf atau dana haji bisa digunakan untuk
membiayai proyek infrastruktur, lebih baik menghasilkan daripada tidak
produktif," kata Ketua IAEI Agustianto dalam pernyataan tertulis 12
Januari lalu.
Selama ini dana haji sebetulnya tak sepenuhnya tidur, tapi
sudah dimanfaatkan dalam bentuk investasi keuangan. Pada April 2009, Menteri
Keuangan yang waktu itu dijabat Sri Mulyani menandatangani kerja sama dengan
Menteri Agama tentang penempatan dana haji dan dana abadi umat ke Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) yang disebut Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI).
Investasi dilakukan dengan private
placement. Dalam catatan
Kementerian Keuangan, hingga Januari 2017 lalu dana outstanding SDHI masih
sebesar Rp 36,7 triliun.
Ekonom yang juga Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat
Nasional Dradjad Wibowo mengatakan Data per 31 Desember 2016 jumlah dana haji
mencapai Rp 90,6 triliun. Sebanyak Rp 54,6 trilun di antaranya ditanam dalam
investasi bertenor pendek seperti deposito syariah dan Rp 35,8 triliun dalam
investasi bertenor panjang seperti SBSN dan SUN.
"Jadi dana haji tersebut tidak menganggur, tapi diputar
oleh bank syariah dan Kemenkeu," kata Dradjad saat berbincang dengan detikFinance, Kamis
(27/7/2017).
Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI yang membidangi Agama, Abdul
Malik Haramain membenarkan hal itu. Dari hasil investasi tersebut sebagian
sudah diambil untuk kepentingan jemaah haji.
Misalnya pada 2017 dari hasil pengembangan dana haji sebesar
Rp 9 triliun diambil sebesar Rp 5,1 triliun. Tahun 2016 hasil dana pengembangan
juga diambil Rp 3,8 triliun.
Dana-dana tersebut digunakan untuk kepentingan jemaah haji.
"Itu dana yang diambil bukan dari dana haji tapi dana hasil
pengelolaan," kata politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa itu.
Terkait usulan Jokowi agar dana haji diinvestasikan ke sektor
infrastruktur, Haramain mempersilahkan asal memperhatikan benar Undang Undang
nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
"Intinya, investasi atau pengelolaan dana haji harus
bebas risiko, karena itu uang umat," kata Haramain.
Menurut Dradjad Wibowo jika dana haji akan ditanam langsung
ke proyek infrastruktur, harus dijamin bahwa bank syariah yang terkait tidak
akan kesulitan likuiditas. Selain itu efeknya berupa tekanan terhadap pasar
SBSN dan SUN juga harus diperhatikan ketika BPKH harus menjual surat berharga
tersebut.
"Jadi jumlah yang dipindah ke infrastruktur harus
dihitung dengan cermat, jangan sampai menganggu stabilitas bank syariah dan
pasar obligas," kata Dradjad.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa salah
satu tempat investasi dalam mengelola dana haji bisa diletakan di surat utang
negara (SUN). SUN adalah instrumen investasi yang aman karena dikelola oleh
negara.
"Dana haji adalah dana umat, yang dikelola secara
profesional oleh lembaga pengelola dana haji, dari uang itu umat islam harus
menunggu 7 tahun atau lebih, sehingga pengelolaan dana itu bertanggung jawab
agar masyarakat bisa haji sesuai rencana," katanya di DPR, Kamis
(27/7/2017).
"Kami ada SBN syariah, jadi selama hal ini hubungan antara
lembaga dengan lembaga dana haji, mereka punya dana yang dimiliki masyarakat
dan ini adalah instrumen yang dikelola negara," tutup Sri Mulyani.(finance.detik.com)