Waow,,Ternyata Dana Haji Sudah Sejak 2009 Diinvestasikan Untuk Infrastruktur


Darirakyat.com --  sesungguhnya dana haji sudah sejak tahun 2009 diinvestasikan dan berkontribusi pada pembangunan negara ini, termasuk untuk infrastruktur.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq pun menyebutkan, dana haji sampai 28 Februari 2017 berjumlah Rp 93,2 triliun (tabel Posisi Kas Dana Haji).

Terus apakah selama ini sudah ada dana haji yang digunakan untuk infrastruktur atau untuk membantu APBN pemerintah?

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyakan dari laporan keuangan haji tahun 2016, itu menunjukkan sudah banyak dan besar dana haji yang digunakan untuk infrastruktur atau untuk membantu APBN pemerintah.

Ia mencatat, Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) atau untuk infrastruktur bisa melalui Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sampai saat ini diinvestasi dari dana haji berjumlah Rp35,2 Triliun.

"Besar Dana itu sebesar itu. Kemudian, ada lagi PBS (Project Based Sukuk) senilai Rp400 miliar," ungkap Ketua Lembaga Dakwah PBNU ini kepada Tribunnews.com, Senin (31/7/2017).

"Jadi bagi yang mengerti, sesungguhnya dana haji sudah sejak tahun 2010 diinvestasikan dan berkontribusi pada pembangunan negara ini, termasuk untuk infrastruktur," katanya.

Sukuk SDHI ini, ia menjelaskan, non-tradeable alias ada tenggat waktunya. Tidak bisa diredeem atau ditarik kembali sebelum jatuh tempo.

Sedangkan imbuhnya, sukuk PBS bisa diredeem kapanpun melalui pasar sekunder.

Sifat SBSN atau sukuk sifatnya investasi jangka panjang yang aman dan tingkat imbalannya lebih besar dari deposito.

Ada yang aneh juga, kata dia, dana haji pernah diinvestasikan ke SUN (Surat Utang Negara) sebanyak Rp134,3 miliar dalam bentuk Dolar AS.

Dia tegaskan, SUN itu bukan instrumen syariah, alias tidak halal.

"Rezim yang melakukan ini sekarang jadi anggota Badan Pelaksana Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang sudah dilantik. Hati-hati!!!"ujarnya.

Jadi, ia menjelaskan, hampir 40 persen dana haji sudah untuk infrastruktur sejak 7 tahun lalu.

Yang berbeda, menurutnya, dulu belum ada BPKH.

Sedangkan sekarang imbuhnya, semua mekanismenya lebih jelas dan transparan.

Sehingga DPR, lanjutnya, Komisi VIII bisa melakukan pengawasan dengan mengajukan pertanyaan ke BPKH.

Lalu bagaimana dengan penggunaan dana haji untuk infrastruktur?

Secara prinsip, tegas dia, boleh selama mekanisme syariah, mashlahat, hati-hati dan bertanggung jawab.

"Yang pasti Komisi 8 akan mengawasi dengan ketat. Karena menyangkut uang umat yang sangat besar hampir Rp100 triliun," ujarnya.

Memang secara peraturan, pemerintah boleh menggunakan dana haji untuk membiayai pembangunan infrastruktur melalui BPKH.

Namun anggota Komisi VIII DPR RI, Maman Imanulhaq menilai penggunaan tersebut mengandung resiko besar.

"Karena returnnya lama dan resikonya besar," ujar Anggota DPR fraksi PKB ini.

Tetapi sekali lagi, ia tegaskan, bahwa menggunakan dana haji untuk infrastruktur itu resikonya sangat besar.

"Pertanggungjawaban kepada jemaahnya yang juga harus dipertimbangkan," ucap Maman.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kalau ditujukan untuk publik, lebih baik investasi BPKH untuk dana haji diarahkan ke infrastruktur haji.

Terbitkan Sukuk Haji Rp 2 Triliun

Diberitakan, Pemerintah menerbitkan sukuk dana haji sebesar Rp 2 triliun untuk memenuhi sebagian dari target pembiayaan APBN 2012.

Keterangan tertulis Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan di Jakarta, Kamis (28/6/2012), menyebutkan, penerbitan obligasi syariah Rp 2 triliun itu melalui dua seri yaitu seri SDHI 2015 A dan SDHI 2020 B.



Penerbitan sukuk haji itu melalui penempatan Dana Haji yang dikelola oleh Kementerian Agama pada SBSN atau sukuk negara.

Penempatan Dana Haji tersebut ke sukuk negara menggunakan metode "private placement" yaitu penerbitan surat berharga tanpa melalui penawaran perdana, untuk pembeli dan jumlah tertentu.

Penempatan Dana Haji ke sukuk negara tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan nota kesepahaman bersama antara Menteri Keuangan dan Menteri Agama pada 22 Oktober 2009 tentang Tata Cara Penempatan Dana Haji dan Dana Abadi Umat dalam SBSN.

Nilai nominal untuk SDHI 2015 A sebesar Rp 1 triliun, dengan imbalan tetap 5,21 persen per tahun, tanggal penerbitan 28 Juni 2012, jatuh tempo 28 Juni 2015, pembayaran imbalam setiap tanggal 28, pembayaran imbalan pertama 28 Juli 2012, terakhir 28 Juli 2015.

Nilai nominal SDHI 2020 B Rp 1 triliun, imbalan 6,20 persen per tahun, tanggal penerbitan 28 Juni 2012, jatuh tempo 28 Juni 2020, pembayaran imbalan tanggal 28 setiap bulan di mana pembayaran pertama 28 Juli 2012 dan terakhir 28 Juli 2020.

Sebelumnya pada akhir Mei 2012, pemerintah juga sukuk negara seri SDHI 2018 A sebesar Rp 2,5 triliun. SBSN seri SDHI 2018 A memiliki imbalan tetap 6,06 persen per tahun, diterbitkan 30 Mei 2012 dan akan jatuh tempo 30 Mei 2018.

Pembayaran imbalan dilakukan tanggal 30 setiap bulannya, tanggal pembayaran imbalan pertama 30 Juni 2012 dan terakhir 30 Mei 2018.

Sukuk negara SDHI 2018 A itu berakad Ijarah Al-Khadamat dan tidak dapat diperdagangkan.

Pada April 2012, pemerintah menerbitkan SDHI sebesar Rp 2,5 triliun terdiri dari seri SDHI 2016 A dan SDHI 2020 A.

Nilai nominal untuk SDHI 2016 A sebesar Rp1 triliun dengan imbalan tetap sebesar 5,03 persen per tahun, tanggal penerbitan 27 April 2012, tanggal jatuh tempo 27 April 2016, pembayaran imbalan tanggal 27 setiap bulannya dimulai tanggal 27 Mei 2012, dan pembayaran imbalan terakhir pada 27 April 2016.

Sementara nilai nominal untuk SDHI 2020 A sebesar Rp 1,5 triliun, dengan imbalan tetap 5,79 persen per tahun, tanggal penerbitan 27 April 2012, jatuh tempo 27 April 2020, imbalan pertama dibayar 27 Mei 2012 dan terakhir 27 April 2020. Kedua SBSN dengan akad "Ijarah Al-Khadamat" itu tidak dapat diperdagangkan.


Agar Dana Haji Tak Nganggur


Niat untuk mengoptimalkan dana haji yang mencapai puluhan triliun rupiah sebetulnya sudah diwacanakan sejak 2009. Tapi baru mendapatkan bentuk untuk mewujudkannya delapan tahun kemudian. 

Tepatnya ketika Presiden Joko Widodo melantik Ketua dan anggota Badan Pengelola Keuangan Haji di Istana Negara, Rabu (26/7/2017). 

Dalam arahannya, Jokowi menyampaikan agar dana haji bisa diinvestasikan di sektor yang aman dengan hasil maksimal. Misalnya diinvestasikan di sektor infrastruktur yang berpeluang memberikan imbal hasil tinggi namun risikonya kecil. 

"Dari pada uang ini (dana haji) idle, diam, ya lebih baik diinvestasikan tetapi pada tempat-tempat yang tidak memiliki risiko tinggi, aman, tapi memberikan keuntungan yang gede," kata Jokowi.

Harapan atau ambisi tersebut kembali diulangi sehari kemudian saat bertemu Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) di Istana Negara.

Pada Januari lalu, Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengirim sinyal persetujuan terhadap ide Jokowi itu. Bagi dua organisasi ini, ketimbang pemerintah mencari pinjaman luar negeri untuk membangun infrastruktur lebih baik memanfaatkan dana haji yang 'menganggur'.

"Dana wakaf atau dana haji bisa digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur, lebih baik menghasilkan daripada tidak produktif," kata Ketua IAEI Agustianto dalam pernyataan tertulis 12 Januari lalu. 

Selama ini dana haji sebetulnya tak sepenuhnya tidur, tapi sudah dimanfaatkan dalam bentuk investasi keuangan. Pada April 2009, Menteri Keuangan yang waktu itu dijabat Sri Mulyani menandatangani kerja sama dengan Menteri Agama tentang penempatan dana haji dan dana abadi umat ke Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) yang disebut Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI).

Investasi dilakukan dengan private placement. Dalam catatan Kementerian Keuangan, hingga Januari 2017 lalu dana outstanding SDHI masih sebesar Rp 36,7 triliun.

Ekonom yang juga Wakil Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Dradjad Wibowo mengatakan Data per 31 Desember 2016 jumlah dana haji mencapai Rp 90,6 triliun. Sebanyak Rp 54,6 trilun di antaranya ditanam dalam investasi bertenor pendek seperti deposito syariah dan Rp 35,8 triliun dalam investasi bertenor panjang seperti SBSN dan SUN. 

"Jadi dana haji tersebut tidak menganggur, tapi diputar oleh bank syariah dan Kemenkeu," kata Dradjad saat berbincang dengan detikFinance, Kamis (27/7/2017). 

Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI yang membidangi Agama, Abdul Malik Haramain membenarkan hal itu. Dari hasil investasi tersebut sebagian sudah diambil untuk kepentingan jemaah haji. 

Misalnya pada 2017 dari hasil pengembangan dana haji sebesar Rp 9 triliun diambil sebesar Rp 5,1 triliun. Tahun 2016 hasil dana pengembangan juga diambil Rp 3,8 triliun.

Dana-dana tersebut digunakan untuk kepentingan jemaah haji. "Itu dana yang diambil bukan dari dana haji tapi dana hasil pengelolaan," kata politisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa itu.

Terkait usulan Jokowi agar dana haji diinvestasikan ke sektor infrastruktur, Haramain mempersilahkan asal memperhatikan benar Undang Undang nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. 

"Intinya, investasi atau pengelolaan dana haji harus bebas risiko, karena itu uang umat," kata Haramain.

Menurut Dradjad Wibowo jika dana haji akan ditanam langsung ke proyek infrastruktur, harus dijamin bahwa bank syariah yang terkait tidak akan kesulitan likuiditas. Selain itu efeknya berupa tekanan terhadap pasar SBSN dan SUN juga harus diperhatikan ketika BPKH harus menjual surat berharga tersebut. 

"Jadi jumlah yang dipindah ke infrastruktur harus dihitung dengan cermat, jangan sampai menganggu stabilitas bank syariah dan pasar obligas," kata Dradjad. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan bahwa salah satu tempat investasi dalam mengelola dana haji bisa diletakan di surat utang negara (SUN). SUN adalah instrumen investasi yang aman karena dikelola oleh negara. 

"Dana haji adalah dana umat, yang dikelola secara profesional oleh lembaga pengelola dana haji, dari uang itu umat islam harus menunggu 7 tahun atau lebih, sehingga pengelolaan dana itu bertanggung jawab agar masyarakat bisa haji sesuai rencana," katanya di DPR, Kamis (27/7/2017).

"Kami ada SBN syariah, jadi selama hal ini hubungan antara lembaga dengan lembaga dana haji, mereka punya dana yang dimiliki masyarakat dan ini adalah instrumen yang dikelola negara," tutup Sri Mulyani.(finance.detik.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel