Rumah Mewah yang Disewa Pelaku Kejahatan Siber Ternyata Milik Purnawirawan TNI


Darirakyat.com, JAKARTA - Pemilik rumah yang digunakan untuk praktik kejahatan siber internasional 29 warga negara Tiongkok diketahui adalah seorang purnawirawan TNI, Brigadir Jenderal (purn) Anton Sudarto.
Saat ditemui Anton mengaku menyesal telah menyewakan rumahnya kepada Y, sosok yang memfasilitasi 29 warga negara Tiongkok untuk melakukan tindak kejahatan siber internasional.
"Saya sangat menyesal. Apalagi, saya sebagai pensiunan dari angkatan, yang secara tidak langsung bertanggung jawab soal keamanan negara," ujar Anton.
Anton menerangkan pada Agustus tahun 2015, dia bertemu dengan Y. Dalam pertemuan itu, dibahas mengenai peruntukan penyewaan rumah.
Y kepada Anton menyewa rumah sebagai tempat menitip barang, lantaran rumah Y di Pantai Indah Kapuk (PIK) tengah direnovasi.
"Pertama kali jumpa saya, 'Pak, saya ingin merenovasi rumah saya. Saya mau nitip barang-barang ke rumah bapak. Boleh tidak saya kontrak?' ucap Anton.
Dari gelagat Y, kata Anton, tak ada yang mencurigakan. Menurutnya, Y sosok orang yang sopan. Sehingga Anton mengizinkan rumahnya disewa seharga 3.600 US Dollar atau berkisar Rp 48 juta per bulan.
Rumahnya disewa selama dua tahun dengan kisaran harga mencapai Rp 1 miliar.
Selama disewa oleh Y, Anton bersama anaknya Rina (47) beberapa kali mendatangi rumah yang letaknya di Jalan Sekolah Duta, Pondok Indah, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.

Rumah tampak gelap dan sepi. Anton tak mengira, bahwa rumahnya dihuni oleh 29 warga negara asal China untuk melakukan tindak kejahatan siber internasional.
"Kita kontrol sambil lewat. Tapi, tidak bisa masuk. Dan saya lihat dari luar gelap. Pikiran saya, 'Kok tidak ada orang'. Saya suka diskusi sama anak saya ini, itu rumah hanya untuk menyimpan barang. Jadi kalau tidak ada orangnya, ya wajar-wajar saja. Tapi dengan kejadian ini, betul-betul luar biasa buat saya," kata Anton.
Sebelum polisi meringkus 29 WN Tiongkok di rumahnya itu, Anton sempat membuat janji bertemu di Pondok Indah Mall.
Tepatnya, pada pekan lalu sekitar pukul 14.30 WIB. Tapi, Y tidak datang, dan mengutus seseorang berinisial H.
"Y itu saya kira bosnya. Terus yang menghubungi kalau setiap ada persoalan H itu," kata Anton.
Sementara anak perempuan Anton, Rina sempat menaruh curiga dengan Y. Ada perbedaan antara Y dengan penyewa rumah sebelumnya. Mereka di antaranya warga negara asal Perancis, Australia, Kanada.
"Biasanya mereka suka komplain, soal AC, kolam renang, atau kalau ada yang bocor. Sedangkan kalau si Y ini tidak pernah komplain," kata Rina.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Argo Yuwono mengatakan, Y telah menyewa rumah di kawasan elite itu selama dua tahun.
"Dua tahun disewa oleh seseorang bernama Y. Sekarang kami kejar," ujar Argo.
Sindikat kejahatan siber internasional ini berhasil diungkap oleh petugas gabungan Polri yang terdiri dari Direktorat Siber Badan Reserse Kriminal, Direktorat Reserse Kriminal Umum dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya dan Polres Kota Depok pimpinan Ajun Komisaris Besar Polisi Didik Sugiarto.
Argo menerangkan, modus yang digunakan para pelaku adalah menghubungi dan menuduh korban terlibat kasus hukum.
Begitu korban panik, pelaku meminta korban mentransfer sejumlah uang, supaya korban tidak dijerat kasus hukum yang dituduhkan.
Dari lokasi tempat kejadian perkara, polisi menyita barang bukti berupa tujuh unit laptop, 31 unit iPad mini, satu unit iPad, 12 unit handytalky, 12 unit router wireless, tiga unit jaringan telekomunikasi, empat telepon selular, 17 keypad numeric dan 20 lembar kartu tanda penduduk Tiongkok.
Selain di Jakarta, polisi juga menggerebek sebuah rumah di Surabaya, Jawa Timur dan di Bali. Total seluruh tersangka kasus kejahatan siber internasional tersebut ada lebih dari 100 orang.
Visa Kunjungan

Sejumlah pelaku dari ratusan orang pelaku kejahatan siber lintas negara yang ditangkap di Surabaya, Jakarta dan Bali menggunakan visa kunjungan untuk masuk ke Indonesia.

Mereka berada di Indonesia sejak bulan Februari dan Maret 2017.
"Tadi ada beberapa (pelaku) yang menggunakan visa kunjungan," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.
Kepala Tim Tindak Surabaya Satgas Khusus Bareskrim Polri AKBP Susatyo Purnomo mengungkapkan para pelaku berhasil mengumpulkan Rp 5,9 triliun dari para korbannya.
"Berdasarkan koordinasi kami dengan polisi China, bahwa satu tahun kerugian dari modus ini mencapai Rp 600 miliar di Surabaya untuk satu TKP (tempat kejadian oerkara) saja. Hasil sementara beberapa bulan mereka menipu mencapai Rp 5,9 triliun," kata Susatyo.
Susatyo menjelaskan, komplotan penipu ini sudah beroperasi sejak Januari 2017 silam. Korbannya adalah warga negara asing (WNA) yang berada di Indonesia, kebanyakan warga Negara Tiongkok.
Modus penipuan yang dilakukan adalah meyakinkan para korban bahwa mereka tersandung kasus kriminal.
Bagian dari komplotan penipu ini ada yang berpura-pura sebagai polisi, jaksa, hingga hakim untuk menguatkan cerita bahwa korbannya benar terkena kasus.
Kemudian, ada beberapa orang dalam komplotan itu yang kemudian berperan sebagai calo penyelesaian perkara, dengan meminta sejumlah uang dari korban.
Ketika ditanya lebih lanjut mengenai jumlah korban, Susatyo menyebut pihaknya masih mendalaminya karena komplotan penipu ini tergabung dalam sindikat cyber crime internasional. (tribunnews.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel