MRS Bikin Kontroversial Lagi, Langsung Diskak Pemuda Muhammadiyah

Ketua bidang Hukum dan HAM PP Pemuda Muhammadiyah, Razikin 

Darirakyat.com - Ketua bidang Hukum dan HAM PP Pemuda Muhammadiyah, Razikin mempertanyakan istilah sistem negara tauhid yang dilontarkan Imam Besar FPI MRS dalam Dialog Nasional 212 beberapa waktu lalu.

Razikin meminta MRS memperjelas kerangka epistemologinya, sehingga tidak hanya bisa melempar isu dan sekadar ingin kelihatan berbeda.

"Yang dia maksud negara berbasis tauhid itu teokrasikah, Khilafakah, nomokrasikah ataukah dia hanya sekadar memberi kritik terhadap sistem negara Pancasila pada tataran implementasinya?" kata Razikin saat dihubungi, Sabtu (5/12/2020).

Dia menegaskan, kerangka itu perlu diperjelas agar semua pihak bisa mengerti posisi teoritis MRS dalam perdebatan konsep Kenegaraan ini. Dia melihat, sejak kembali dari Arab Saudi, setidaknya ada dua isu yang MRS khutbahkan kepada jemaahnya. Pertama, revolusi akhlak, kedua negara yang berbasis tauhid.

"Kedua isu yang dikhutbahkan beliau itu bukanlah sesuatu yang baru. Founding father kita telah sungguh-sungguh melakukan ijtihad yang pada akhirnya sepakat dengan sistem konsep negara Pancasila," ujarnya.

Bagi Pemuda Muhammadiyah, negara Pancasila merupakan kontekstualisasi dari konsep kenegaraan dalam Islam. Dalam Islam, konsep kenegaraan tidak diatur secara terperinci, hanya mengatur prinsip-prinsip umum, seperti amanah, musayawarah, keadilan, perlindungan HAM, dan ketaatan rakyat kepada pemerintah.

"Maka kemudian, tugas para ahli melakukan ijtihad dan hasil ijtihad itulah menjadi hukum-hukum yang harus dijalankan oleh pemimpin negara," katanya.

Di sisi lain, konstitusi jelas mengatakan bahwa negara kita adalah yang berbasis pada Ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam tafsir Islam disebut dengan tauhid. Jadi, agak membingungkan ketika MRS mengajak orang berhijrah ke negara yang berbasis tauhid.

Razikin menganggap, Indonesia menjamin kebebasan bagi rakyat untuk menjalankan agamanya masing-masing. Negara Indonesia tidak memisahkan agama dari kehidupan politik. Karena itu negara tidak memberikan ruang bagi kepada komunisme.

"Bukti tidak ada pemisahan agama dari negara, negara mengatur masalah-masalah keagamaan. Sistem negara kita ini yang paling ideal, lalu kemudian dalam implementasinya ada berbagai problem, mari kita perbaiki bersama," katanya. (sindonews.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel