Memicu Protes Orangtua Siswa, Begini Ungkapan Kekesalan atas Syarat Usia PPDB Jakarta

Demo di Balai Kota DKI

Darirakyat.com - 
Organisasi Relawan Advokasi Pendidikan Indonesia (RAPI Indonesia) menyebut syarat batas usia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2020-2021 untuk jenjang SMP, SMA atau SMK di DKI Jakarta bisa membuat siswa dan orang tua menilai tak memerlukan kepintaran.

"Ini akan menjadi preseden yang buruk, di mana orangtua dan siswa akan beranggapan tidak perlu pintar bersekolah itu yang penting umurnya tua bisa masuk sekolah negeri," kata Ketua RAPI Indonesia Syah Dinihari dalam keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (23/6).

Aturan mengenai batas usia bagi calon siswa jenjang SMP dan SMA seperti diketahui diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 tahun 2019.

Dalam pasal 6 disebutkan, calon peserta didik baru kelas 7 SMP maksimal berusia 15 tahun pada 21 Juli. Sedangkan untuk calon siswa jenjang SMA atau SMK berusia 21 tahun pada 1 Juli 2020.

Hari pun mengusulkan pemerintah menghapus syarat usia pada seleksi masuk sekolah negeri. Standardisasi nilai untuk masuk ke sekolah negeri harus tetap diterapkan bagi siswa pemegang KJP agar ada keadilan kepada siswa non-KJP yang nilainya lebih bagus.

"Siswa pemegang KJP yang nilainya kecil sebaiknya sekolah di swasta saja karena masih tetap dibiayai pemerintah, sudah bertahun-tahun disubsidi oleh pemerintah tapi tidak bisa meningkatkan prestasi belajarnya, begitu lulus dengan mudah masuk sekolah negeri, ini kan lucu", tutup Hari.

Diketahui, petunjuk teknis (juknis) PPDB 2020 DKI Jakarta diatur melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta No. 501 Tahun 2020.

Dalam petunjuk tersebut diatur urutan faktor pertimbangan seleksi tiap jalur. Pada jalur zonasi dan afirmasi, usia tertua ke usia termuda jadi faktor utama pertimbangan seleksi jika melebihi daya tampung. Baru kemudian urutan pilihan sekolah dan waktu mendaftar.

Sedangkan, Permendikbud No. 44 tahun 2019 tentang PPDB TK, SD, SMP, SMA dan SMK, menyebutkan seleksi PPDB SMP dan SMA dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat, baru kemudian usia.

Ini berbeda dengan seleksi jalur zonasi dan perpindahan orang tua atau wali di jenjang SD, di mana usia menjadi urutan pertama disusul jarak tempat tinggal dan sekolah.

 Aturan itu dikeluhkan oleh ratusan orang tua siswa yang berdemo di halaman Balai Kota DKI Jakarta sambil membawa bukti hasil seleksi PPDB jalur afirmasi yang rata-rata meloloskan anak usia lebih tinggi.

Hendri, salah satu orang tua peserta PPDB 2020, menyebut anaknya yang berusia 14 tahun 8 bulan terpental dari seleksi PPDB jalur prestasi non-akademik dan maupun afirmasi.

"Enggak sampai hitungan hari, hanya hitungan jam. Langsung kepental [dari seleksi di] semua [sekolah yang dituju]. Sekarang anaknya belum masuk [sekolah] mana-mana. Saya kasian lihat anak saya," tuturnya kepada CNNIndonesia.com, di lokasi aksi, Selasa (23/6).

CNNIndonesia.com telah berupaya mengonfirmasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta terkait hal ini namun belum mendapat jawaban.

Terpisah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan kriteria usia memang sudah diatur melalui Permendikbud sejak 2017. Namun, teknis PPDB tidak bisa hanya fokus ke indikator usia, terutama untuk jalur zonasi yang akan datang di DKI Jakarta.



Para orang tua yang tergabung dalam Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan (GEPRAK) rela menyemut di depan Balai Kota Jakarta saat pandemi Covid-19 demi mengkritik PPDB (CNN Indonesia/Safir Makki)

"Jangan hanya melihat indikator usia. Untuk jalur zonasi, indikator utama adalah jarak rumah ke sekolah. Jika jarak sama untuk beberapa siswa, baru gunakan indikator usia," ujar Plt. Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Muhammad Hamid kepada CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Selasa (23/6).

Ia mengklaim belum menerima laporan permasalahan aturan usia pada Penerimaan Peserta Didik Baru 2020 di daerah, kecuali DKI Jakarta.

"Hanya DKI yang ramai masalah usia ini. Daerah lain belum ada yang mempermasalahkan," ujar dia.

Lebih lanjut, Hamid menekankan bahwa pemenuhan daya tampung siswa merupakan tanggung jawab pemerintah daerah. Dalam hal ini pemda harus memperhitungkan jumlah lulusan siswa dan daya tampung sekolah negeri, swasta, pendidikan kesetaraan, hingga madrasah.

Ortu Siswa yang Demo soal Batas Usia PPDB DKI Minta Anies Temui Massa

Kemarin massa yang terdiri atas sejumlah orang tua siswa sekolah di Jakarta menggelar aksi di depan Balai Kota DKI, Jakarta Pusat. Mereka meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menemui para orang tua yang sedang berunjuk rasa.

"Keluar, Pak Anies..., keluar," ujar salah atau perwakilan orang tua dari Jakarta Utara, Devi Renitasari, di Balai Kota DKI, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (23/6/2020).

Devi mengatakan Anies seharusnya segera menemui warganya ketika datang ke kantornya. Dia mengaku ingin menyuarakan pendapatnya tentang PPDB sekolah di Jakarta.

"Sekarang saya dari pagi di sini, dia (Anies) bisa duduk di situ karena siapa? Karena warga, karena masyarakat, dia dipilih bukan asal naik saja. Pada saat mau pemilihan, dia bisa kok blusukan, dia bisa turun. Kenapa pada saat ingin menyuarakan suara kita yang tidak adil buat kita, kenapa dia susah?" ucapnya.

Devi juga kecewa lantaran tak ada tanda-tanda Anies akan menemui massa. Anies dinilai susah ditemui warga ketika sudah menjabat Gubernur DKI Jakarta.

"Ya, kami kecewa. Kami sangat kecewa, terutama saya, kenapa susah sekali (Anies menemui warga). Pada saat ingin dipilih, (dia) menyuarakan suara hatinya, 'pilih saya, saya akan begini, saya akan begitu', apakah itu janji-janji? Kita di sini tidak perlu janji, yang kita perlukan bukti. Tolong aspirasi masyarakat ini didengarkan. Paling nggak, ada sopan santun. Orang tua mengajarkan sopan santun, siapa pun tamu yang datang, silakan masuk," katanya.

Devi pun mempertanyakan mengenai kebijakan prioritas usia dalam PPDB DKI ini, bukan nilai siswa. Padahal, kata Devi, selama di sekolah para siswa dituntut meningkatkan nilai.

"Kenapa harus diberlakukan usia? Kalau di sekolah dituntut dengan nilai KKM, kalau di sekolah dituntut nilai semester ganjil-genap, apa gunanya? Umur 19 tahun masuk di SMA, usia berapa di SD? apa maunya pemerintah mencerdaskan anak bangsa atau ingin menuakan anak bangsa?" katanya.

Massa yang berunjuk rasa di depan Balai Kota itu tergabung dalam Gerakan Emak-Bapak Peduli Keadilan dan Pendidikan (Geprak). Jumlah mereka sekitar seratus orang. 
(detik dan cnnindonesia)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel