Pertama Kali dalam Sejarah, Baru di Era Anies DPRD DKI Bentuk Pansus Banjir. Ahok pun Akan Dipanggil untuk Beri Saran

Image result for anies banjir

Darirakyat.com
- Meski sempat diprotes PKS, pembentukan pansus banjir oleh DPRD DKI menarik untuk dicermati. Karena baru di kepemimpinan gubernur Anies, Pansus Banjir dibentuk. Tidak dimasa jabatan Sutiyoso, Fauzi Bowo, Jokowi, Ahok, hingga Djarot.

Semua fraksi pun hampir seluruhnya sepakat untuk menyelesaikan persoalan banjir melalui Pansus. Hanya Fraksi PKS saja yang menolak pembentukan dan keberadaan Pansus Banjir. Fraksi Gerindra, yang mengusung Anies di Pilkada 2017 yang lalu pun, menyetujui pembentukan Pansus.

Pansus Banjir memang diperlukan. Untuk melihat dan memetakan, serta menyelesaikan persoalan Banjir yang terjadi setiap tahun. Banjir seolah-olah jadi langganan tahunan. Dan seolah-olah tanpa penyelesaian, terutama di era gubernur Anies.

Hal lain yang menarik dicermati adalah pemanggilan mantan gubernur DKI, Ahok. Dia dianggap sebagai gubernur tersukses dalam menangani banjir. Ahok akan dihadirkan untuk memberi pandangan dalam menyelesaikan masalah banjir.

Seperti dilansir detik.com, Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI berencana memanggil mantan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk meminta pendapat terkait penanganan banjir di Jakarta.

Selain Ahok, DPRD juga berencana memanggil pihak-pihak lain. Salah satunya Dinas Sumber Daya Air (SDA) selaku satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang bertanggung jawab dalam pengendalian banjir.

"Iya (panggil Ahok), semua kita panggil. Kan indikasi-indikasi saya sudah dapat masalah got mampet, pintu air masalah, alat alkali tidak siap, beli banyak-banyak nggak dirawat," ucap Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi kepada wartawan di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2020).

Prasetio mengatakan Pansus dibentuk untuk mencari solusi penanganan banjir. Meski demikian, Prasetio mengakui bahwa banjir di Jakarta sangat sulit dihilangkan.

"Iya cari solusi bareng-bareng. Kalau masalah banjir, Jakarta pasti nggak mungkin nggak banjir, pasti ada banjir, tapi kan bisa diminimalis," kata Prasetio.

Salah satu hal yang disorot Prasetio yakni pemetaan saluran air. Dia mengaku melihat air tidak masuk ke Kanal Banjir Timur saat terjadi banjir.

"KBT nggak meluap airnya. Artinya apa? Belum ada air yang datang ke situ. Nah ini pemerintah daerah dipikirkan masalah itu," ucap Prasetio.

Sebelumnya Anies berujar kalau pengelolaan sungai urusan pusat, tapi pas banjir yang disalahkan gubernur DKI katanya. Mengenai hal ini, Menteri PUPR, Basuki sudah menyanggah saat bajir 24-25 Februari kemarin. Saat debit air sungai normal dan tidak ada yang meluap, justru banjir ada di mana-mana. Artinya memang ada kesalahan dalam drainase di Ibukota. Sekitar 85 persen tak bisa menyerap air. Artinya ini memang kesalahan Anies yang tak may membersihkan saluran air waktu banjir.

Selain, beda pendapat dengan Menteri Basuki, dari media mainstream juga merangkum perbedaan cara Ahok dan Anies dalam menangani banjir.

Dilansir dari liputan6.com, Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menilai banjir Jakarta tak mungkin bisa diatasi tanpa normalisasi sungai.

Ahok, mengklaim Pemerintah Provinsi DKI di bawah kepemimpinannya sebagai kepala daerah sejak Oktober 2012, telah menghilangkan setidaknya 2.120 titik banjir di Jakarta.

Pada saat Ahok, sapaan akrab Basuki, menjadi Wakil Gubernur DKI bersama pasangannya, mantan Gubernur DKI Joko Widodo, pemerintah mendata ada sekitar 2.200 titik banjir.

Saat ini, setelah lebih dari empat tahun, setelah proyek normalisasi Kali Ciliwung, salah satu program utama untuk menanggulangi banjir di Jakarta dikerjakan 40 persen. Titik banjir kemudian tersisa hanya tinggal 80 titik saja.

"Tahun lalu tinggal 400-an (titik banjir). Bulan ini, sebelum naik lagi (sebelum banjir terjadi di beberapa titik akibat hujan deras), tinggal 80 titik saja,” ujar Ahok, 12 Maret 2017.

Menurut Ahok, sejumlah lokasi di bulan Februari yang masih digenangi banjir, seperti kawasan Bukit Duri pekan lalu atau Cipinang Melayu. Tanggal 19 Februari 2017, adalah titik di mana proyek normalisasi belum dilaksanakan di sana.

Kendalanya adalah lahan yang belum berhasil dibebaskan. Hal itu, merupakan salah satu masalah yang dibahas dalam rapat pimpinan (rapim) pemerintah yang dipimpin Ahok.

Ahok menawarkan pembelian dengan harga pasar kepada pemilik lahan. Namun syaratnya, pemilik lahan itu harus memiliki sertifikat supaya bisa dibeli secara sah.

"Kalau ada yang punya lahan, saya kan bilang masyarakat segera buat sertifikat. Atau rumah lama, usahakan urus sertifikat. Dulu (mengurus sertifikat) susah, harus bayar BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan). Sekarang saya gratiskan,” ujar Ahok.

Saat kepemimpinan Ahok, dirinya memang melakukan normalisasi sungai dengan merelokasi warga yang ada di sekitar. Contohnya adalah wilayah Kampung Pulo.

Tak begitu saja, Ahok menyiapkan rumah susun atau rusun untuk warga yang terkena relokasi normalisasi sungai tersebut.

Selain itu, Ahok mengatakan, Pemprov memberikan bantuan keuangan untuk penanganan banjir ke daerah penyangga. Pemberian bantuan ini pun sudah berjalan.

"Kami sudah bekerja sama dengan penyangga. Seperti di Ciawi kami mau beli lahan, di Bekasi mau buat tampungan di atas bukit," kata Ahok.

Menurut dia, penanganan banjir juga dilakukan dengan bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

"Dengan kementerian dan daerah-daerah penyangga, kami selalu kerja sama," tutur Ahok.

Dia menilai persoalan banjir Jakarta tidak bisa diatasi satu pihak saja. Perlu koordinasi dan dukungan dari berbagai pihak, tak terkecuali masyarakat.

Sedang Anies sendiri hanya berpatok pada konsep naturalisasi yang katanya baru bisa dirasakan akhir tahun 2019. Nyatanya sejak awal 2020 banjir di Jakarta semakin menjadi.

Pendukung Anies mungkin mengira pansus banjir digunakana untuk menjegalnya di putaran capres 2024. Mereka sudah buta hatinya dengan banyaknya korban banjir. Bahkan media menyebut kerugian UMKM per hari akibat banjir setara 100 Milyar, belum data kerugian oleh warga DKI lainnya.

Anies sendiri juga tak memiliki empati untuk sekedar menjenguk warga yang kebanjiran. Bahkan salah seorang menDM saya kalau Anies tak pernah mengunjungi korban meninggal akibat banjir. Anies malah memainkan isu wabah penyakit global untuk menaikkan harga masker.

Berikut ss seseorang yang menDM saya terkait perlakuan Anies terhadap korban banjir yang telah tiada: 



Lengkap sudah penderitaan warga DKI yang selalu bermasalah dan tak memiliki empati. Jadinya ia kini menuai karma dari perbuatannya. Termasuk warisan pansus banjir yang pertama kali ada di era kepemimpinannya. Karena Formula E sendiri terancam batal akibat wabah yang melanda dunia. Tiongkok dan Jepang sudha membatalkan gelaran internasional. Tanpa Formula E, hal yang paling diingat dari Anies adalah banjir terburuk di Jakarta akibat ketidakbecusannya dalam bekerja.

Begitulah kura-kura.

(seword, Niha Alif)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel