Jusuf Kalla Kritik soal Penghapusan UN "Dilawan” Oleh Nadiem, Satu Lagi Menteri Jokowi Yang Tidak Punya Beban!


Image result for nadiem makarim"


Darirakyat.com - Ok kita bicara tentang pendidikan di Indonesia. Menurut saya pendidikan itu harusnya menghasilkan orang yang bisa menalar, namun tidak perlu jadi pintar dalam arti jenius. Apalagi anak-anak dalam usia sekolah. Mereka harusnya diajarkan untuk memahami sesuatu, bukannya menghafal sesuatu. Misalnya, dalam mengetahui tentang sejarah kemerdekaan Indonesia, mereka harus paham mengapa Indonesia harus merdeka, bukannya harus menghafal perang Diponegoro terjadi dari tahun berapa ke tahun berapa. Biar lah soal hapalan itu mereka ketahui sendiri dengan menggali informasi sendiri, misalnya untuk membuat sebuah esai. Yang mereka perlu hapalkan hanya lah lirik lagu Indonesia Raya dan sila-sila dalam Pancasila. Setahu saya, begitu lah cara pendidikan dilakukan di negara-negara maju Eropa dan Amerika.

Saya pernah mengalami kesulitan untuk menjelaskan kepada murid saya, seorang anak bule, tentang mengapa orang Indonesia nggak kenal budaya antri. Kata dia, bukankah dengan antri semuanya jadi teratur dan semuanya merasa mendapat keadilan? Buset, dalam hati saya, masih kecil sudah gini daya nalarnya. Kejadian itu sudah terjadi bertahun-tahun lalu. Dan sayangnya sistem pendidikan Indonesia dari tahun ke tahun ya gitu-gitu aja. Mungkin sekarang anak-anak sudah mulai terbiasa antri. Namun, soal penalaran ini yang saya kira masih kurang.

Oleh sebab itu, ketika saya membaca tentang gebrakan-gebrakan yang telah dipaparkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim, saya cukup nyambung dengan apa yang ingin dicapai oleh beliau ini. Kurang lebih sama dengan apa yang saya rasakan di atas tadi. Kita fokuskan tentang gebrakan Nadiem untuk mengganti sistem Ujian Nasional (UN) dengan sistem baru, Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Asesmen Kompetensi Minimum menyasar kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi) dan kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi). Sedangkan Survei Karakter itu menyasar penguatan pendidikan karakter. Salah satu pertimbangan Nadiem adalah agar siswa dan orang tua tidak jadi stres gara-gara menghadapi UN. Ini ada benarnya. Belajar itu harus memerdekakan otak dan logika, bukan jadi beban dan bikin stres. Orang tua siswa pun ikutan stres dan terbebani. Intinya gebrakan-gebrakan Nadiem ini bertujuan agar siswa merasa merdeka dalam belajar dan guru pun juga dibikin ikut hepi, karena ada pengurangan pekerjaan administratif yang cukup signifikan dari Nadiem.

Nah, gebrakan-gebrakan Nadiem ini kabarnya mendapatkan dukungan dari para guru. Nadiem dianggap berani mengambil langkah drastis dan cukup mengganggu banyak pihak di mana ada perputaran uang karena adanya UN, seperti lembaga lembaga bimbingan belajar dan mantan petinggi negara yang bersikukuh mempertahankan UN Sumber. Salah satu tokoh senior yang menentang kebijakan baru Mendikbud adalah Jusuf Kalla, mantan Wapres.

"Kalau tidak ada UN, semangat belajar akan turun. Itu pasti! Itu menjadikan kita suatu generasi lembek kalau tidak mau keras, tidak mau tegas bahwa mereka lulus atau tidak lulus. Akan menciptakan generasi muda yang lembek," kata JK. JK mengemukakan efek negatif penurunan penerapan UN, yakni ranking mutu pendidikan Indonesia yang diriset oleh Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan (OECD) lewat Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA). Berdasarkan hasil riset PISA, peringkat Indonesia turun pada 2018 ketimbang pada 2015. "Kenapa PISA menerangkan bahwa tahun 2018 turun. Apa yang terjadi antara 2015 ke 2018? Itu karena Ujian Nasional pada waktu itu tidak lagi menjadi penentu kelulusan. Akhirnya semangat belajar berkurang," kata JK. BahkanJK berharap Nadiem mengurungkan kebijakan baru itu.

Biasanya kalau JK sudah “bersabda”, ada saja pihak yang merasa itu harus dituruti. Memang JK ini termasuk politisi senior yang kabarnya punya pengaruh besar di mana-mana. Lihat saja gimana Anies Baswedan nempel JK terusss... Namun itu di dunia politik. Dan Nadiem membuktikan bahwa dirinya bukan orang politik, dan tidak punya beban politik. Malah Nadiem langsung mempertahankan argumen atas kebijakannya itu. Nadiem membantah pendapat JK. “Enggak sama sekali (membuat siswa lembek), karena UN itu diganti assessment kompetensi di 2021. Malah lebih menchallenge sebenarnya," kata Nadiem. "Tapi yang men-challenge itu bukan muridnya, yang men-challenge itu buat sekolahnya untuk segera menerapkan hal-hal di mana pembelajaran yang sesungguhnya terjadi, bukan penghafalan. Ada pembelajaran, ada penghafalan. Itu hal yang berbeda," kata Nadiem. Sebelumnya, Nadiem sudah menjelaskan bahwa kebijakan barunya ini sudah mengacu pada praktik baik pada level internasional seperti PISA (Programme for International Student Assesment) dan TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study). Sebenarnya Nadiem sudah satu langkah ke depan jika dibandingkan dengan kritik JK di atas, kan.

Perhatian saya terpaku pada Nadiem yang serta merta langsung membantah kritikan JK, tanpa basa basi. Keluar lah benak saya dari urusan pendidikan dan jadi masuk ke dunia politik hehehe… Wah ini nih, satu lagi menterinya Presiden Jokowi yang bekerja saklek buat negara dan bangsanya. Dia tidak punya beban politik sama sekali. Dia punya kebijakan baru yang berani dan menggebrak banyak pihak. Dan kebijakan ini juga menghemat pengeluaran negara maupun pengeluaran orang tua siswa. Ada efisiensi. Tujuannya pun mulia, bikin siswa, orang tua dan guru hepi. Saya mulai suka dengan cara Nadiem bekerja nih. Semoga sukses ya Mas Menteri! Demikian kura-kura… (Sekian)


(Ninanoor, seword.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel