Pilgub Sumut Semakin Memanas : Kemunculan Djarot, Sampai Dilema Parpol
Wednesday 27 December 2017
Edit
Darirakyat.com, Medan -- Genderang Pemilihan Gubernur Sumatera Utara
2018 telah ditabuh, membuat situasi kian dinamis dan suhu politik meningkat di
tingkat grassroot. Bahkan beberapa pengamat meyakini bahwa peta dan situasi
politik masih akan terus berubah dalam kurun waktu pertiga bulan ke depan.
Dengan 10 (sepuluh)
juta lebih jumlah pemilih yang tersebar di 33 Kabupaten/Kota dengan luas
wilayah 71.680 km serta tingkat heterogenitas masyarakat yang tinggi juga
menjadi faktor iklim politik menjadi dinamis. Sehingga sangat wajar jika
Sumatera Utara selalu disebut sebagai salah satu barometer politik nasional
yang memegang peran penting dalam mempengaruhi peta politik nasional setelah
Jawa. Dalam hal lain, sebagian pihak merasa, pertarungan politik pada Pilgub
Sumatera Utara 2018 ini menjadi kunci untuk menentukan peta politik pada
pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.
Sejumlah tokoh sudah
mulai bermunculan ke permukaan, bahkan Bupati Simalungun Jr. Saragih dan
Pangkostrad Edy Rahmayadi sudah mengambil ancang-ancang untuk maju sebagai
calon gubernur Sumatera Utara. Tak hanya itu, penerima penghargaan Ramon
Magsaysay Award Abdon Nababan di gadang-gadang untuk maju sebagai calon
Gubernur dari jalur perseorangan.
Hasil survei
ditunjukkan oleh Lembaga Pelopor Muda yang baru-baru ini merilis nama-nama
kandidat pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat pada Pilgub Sumatera Utara
2018. Abdon Nababan unggul dengan 9,6% masyarakat yang mengharapkan ia menjadi
pemimpin Sumut, mengikuti di bawahnya DPR RI Maruarar Sirait 8,7%, Ade Sandra
Purba 7,8% dan Pangkostrad Edi Rahmayadi 7,2%.
Kendati begitu ragam
survei itu menunjukkan bahwa situasi masih sangat dinamis, meski Tengku Erry
sebagai incumbent, tidak menjamin kemenangan dan kekuatan politik akan berpihak
kepadanya. Sebab sebanyak 50,8% warga Sumatera Utara mengaku belum menentukan
pilihan akibat tidak percaya kepada bakal calon yang muncul, ada shock dalam
memilih di masyarakat akibat beberapa kali Gubernur Sumatera Utara menjadi
langganan tangkap tangan KPK. Kondisi ini tidak menutup kemungkinan bahwa
kapanpun kemenangan dan kekuatan politik akan berpihak pada tiap kandidat bakal
calon. Selain itu, tidak menutup kemungkinan pula importing tokoh-tokoh lain
dari luar untuk masuk ke Sumatera Utara akan memunculkan ketokohan baru
ditengah krisis kepemimpinan yang terjadi di Sumatera Utara.
Dilema Mengusung Bakal Calon, Sampai Pada
Importing Calon
Kondisi Pilgub Sumatera
Utara yang masih dinamis, membuat Parpol menjadi dilematis. Pasalnya, sampai
sekarang ragam partai politik besar di Sumatera Utara belum mengeluarkan mandat
untuk mengusung bakal pasangan calon gubernur. Hal itu juga dipengaruhi dengan
krisis kepemimpinan yang terjadi. Dari nama-nama bakal calon yang muncul,
Tengku Erry sampai Edi Rahmayadi yang digadang-gadang menjadi bakal calon
terkuat, ternyata memiliki rekam jejak permasalahan yang akan menjadi manuver
politik jika mereka benar-benar diusung oleh partai. Kondisi tersebut membuat
bakal calon jalur perseorangan Abdon Nababan menjadi sosok strategis untuk
dipinang oleh partai politik, karena merupakan pendatang baru dalam arena
kontestasi Pilgub Sumatera Utara.
Spekulasi itu dibuktikan
pada opini yang bergulir tentang JR Saragih yang akan disandingkan dengan putra
Amin Rais yakni Ahmad Mumtaz Rais, sebagai bakal pasangan calon gubernur dan
wakil gubernur. Sontak isu itu mendapatkan perhatian dari Amin Rais yang
menganggap bahwa isu yang berkembang adalah isu hoax dari oknum tak bertanggung
jawab. Dalam hal lain, pendiri partai PAN itu tak mau mengambil resiko dengan
menyandingkan putranya dengan JR Saragih yang dalam beberapa hal memiliki rekam
jejak buruk selama menjabat sebagai Bupati Simalungun.
Belum selesai isu JR
Saragih dan Mumtaz Rais meredam, muncul kembali isu importing tokoh politik
dari PDIP yakni Djarot, mantan wakil gubernur DKI Jakarta yang akan
disandingkan dengan Abdon Nababan dalam gelanggang Pilgub Sumatera Utara 2018.
Banyak pihak menilai bahwa skema itu realistis jika terjadi, pertama, krisis
kepemimpinan yang terjadi menuntut adanya tokoh baru yang hadir di Sumatera
Utara dan kedua, Abdon Nababan sebagai putra Sumut asli merupakan pasangan yang
tepat untuk mendampingi Djarot dalam gelanggang Pilgub, dari segi infrastruktur
politik dan basis akar rumput yang dimiliki.
Sebab memilih
pendamping sebagai pasangan calon bukanlah tindakan yang tanpa pertimbangan
strategis, hal ini menjadi perhitungan yang cukup serius khususnya dalam
menunjang kekuatan politik pasangan calon. Apabila salah memilih pasangan maka
akan berpengaruh terhadap elektabilitas, bahkan kemungkinan terburuk akan
terjadi stagnasi dalam dinamika elektabilitas. Kondisi inilah pada akhirnya
membuat Parpol di Sumatera Utara kian dilematis, tak hanya soal basis akar
rumput dan popularitas, rekam jejak pasangan calon harus menjadi prioritas
utama dalam mengusung calon. Sebab jika salah mengusung calon, maka akan pula
berpengaruh besar terhadap tingkat keterpilihan calon sesuai dengan peta
politik yang terjadi di Sumatera Utara.
Sumber: Kumparan.com