Masyarakat Silakan Lapor ke Sini Info Rumah Sakit yang Nakal, BPJS Akan Memberikan Sanksi Tegas!
Wednesday 4 October 2017
Edit
Darirakyat.com - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan
menindak langsung rumah sakit yang berbuat curang atau tidak melayani dengan
memuaskan.
Staf
Ahli Direksi Bidang Komunikasi dan Partisipasi Masyarakat BPJS Kesehatan, Irfan
Humaidi mengatakan pihaknya akan memutus kerjasama apabila ada rumah sakit yang
tidak komitmen dalam melayani peserta BPJS Kesehatan.
"Kalau
gak ada komitmen kita putus," ucap Irfan saat ditemui di sebuah diskusi di
Hotel Ibis, Jakarta Pusat, Rabu (4/10/2018).
Irfan
memastikan pemutusan akan dilakukan meskipun hal itu terjadi pada rumah sakit
besar maupun rumah sakit yang tergabung dalam sebuah grup.
Ia
mencontohkan kejadian tersebut pada sebuah rumah sakit di kawasan Bekasi.
"Di
bekasi ada rumah sakit, satu grup, yang satu bagus yang satu enggak, yang tidak
bagus kita putus," ungkap Irfan.
Maka
untuk menjaga komitmen tersebut, BPJS Kesehatan mengajak masyarakat untuk ikut
serta dengan melaporkan rumah sakit yang tidak melayani dengan baik.
"Bisa
hubungi 1500 400 itu 24 jam, bisa juga melalui Twitter, Facebook atau email
BPJS Kesehatan," ujarnya saat ditemui di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu
(4/10/2017).
Nantinya
manajemen BPJS Kesehatan akan menindaklanjuti masyarakat selambat lambatnya
dalam tempo tiga hari.
"Kalau
dirumah sakit langsung diproses. Kalau tidak butuh koordinasi dengan instansi
lain kita tidak boleh lebih dari tiga hari prosesnya," pungkas Irfan.
Sebelumnya,
Anggota DPR RI Fraksi PDIP Rieke Diah Pitaloka geram atas tindakan beberapa
rumah sakit, salah satunya Mitra Keluarga Kalideres yang mengabaikan pelayanan
terhadap pasien bernama Tiara Debora Simanjorang.
Lantaran
pihak keluarga tak mampu membayar uang muka, bayi mungil berusia empat bulan
itu meregangkan nyawa untuk terakhir kalinya.
Rieke
yang merupakan anggota Pansus UU BPJS 2010-2011 menyatakan, dalam perkembangan
terakhir jumlah peserta BPJS Kesehatan mencapai 180.772.917. "Data ini
terhitung per 1 September 2017," ujarnya.
Untuk
cakupan pelayanan, Rieke merekomendasikan agar BPJS Kesehatan bisa memperluas
kerja sama dengan rumah sakit swasta.
"Kami
meminta BPJS Kesehatan agar memperluas kerjasama dengan rumah sakit
swasta," ujar Rieke kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Rieke
juga meminta agar pemerintah menertibkan rumah sakit swasta yang membuat aturan
sewenang-wenang seperti menolak pasien peserta BPJS.
"Kementerian
Kesehatan agar menertibkan rumah sakit nakal dan menerbitkan peraturan semua
rumah sakit, termasuk rumah sakit swasta wajib bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan dan tidak boleh menolak pasien," ujarnya.
Dilansir
dari Tribunnews.com, ia pun meminta, agar pemerintah lebih bersungguh-sungguh
dalam mengawasi pelaksanaan jaminan kesehatan universal.
49
TEMUAN DUGAAN KECURANGAN DALAM PROGRAM JKN
Kasus
bayi Tiara Deborah karena Rumah Sakit Mitra Keluarga Kalideres tidak bekerja
sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) semakin membuka fakta
bahwa selama ini program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) masih jauh dari
memuaskan.
Seharusnya,
kematian bayi Tiara Debora tidak terjadi jika pelayanan kesehatan dan JKN bisa
memastikan peserta pemegang BPJS mendapat pelayanan kesehatan dengan baik.
Menyikapi
peristiwa tersebut, Indonesian Corruption Watch (ICW) bersama 14 organisasi
masyarakat sipil melakukan pemantauan program JKN di 54 Fasilitas Kesehatan
yang terdiri dari 18 rumah sakit pemerintah, 13 rumah sakit swasta dan 27
Puskesmas di 14 Provinsi.
Adapun,
pemantauan itu dilakukan sejak Maret sampai Agustus 2017.
Ke-14
Provinsi yang menjadi lokasi pemantauan yakni Aceh, Sumatera Utara, Riau,
Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara
Timur dan Nusa Tenggara Barat.
Dari
hasil pemantauan tersebut, ICW mendapati lebih dari 49 temuan kasus
fraud/kecurangan program JKN yang dilakukan oleh peserta maupun penyedia
layanan kesehatan.
Hal
tersebut disampaikan oleh Anggota ICW, Siti Juliantari, saat merilis hasil
temuannya di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis (14/9/2017).
"kami
menemukan ada 49 potensi fraud/kecurangan yang terjadi di fasilitas kesehatan
baik yang dilakukan oleh peserta fasilitas kesehatannya sendiri baik ditingkat
Puskesmas maupun di Rumah Sakit kemudian dilakukan oleh BPJS kesehatan maupun
orang-orang yang terlibat dipengadaan obat dan alat kesehatan," jelas Siti
Juliantari.
Selain
itu, kata Tari, potensi freud/kecurangan yang perlu diperhatikan adalah terkait
pembayaran klaim tagihan rumah sakit pada BPJS Kesehatan.
"Pembayaran
ini berpotensi tinggi karena verifikasi klaim dinilai masih memiliki celah
terjadinya kecurangan," ungkapnya.
Dia
membeberkan kecurangan itu misalnya terjadi pada sisi konsumsi obat, frekuensi
tindakan medis atau penggunaan alat kesehatan pada dokumen klaim rumah sakit.
Menurutnya,
meski ada tanda tangan pasien pada lembar tagihan rumah sakit, namun BPJS
Kesehatan tidak memverifikasi klaim yang diajukan rumah sakit pada pasien.
"Hal
itulah yang akan menjadi peluang bagi rumah sakit untuk mark-up konsumsi obat
dan alat kesehatan serta tindakan medis," terangnya.
ICW
TEMUKAN 13 RUMAH SAKIT NAKAL
Indonesia
Corruption Watch (ICW) mendesak Departemen Kesehatan menindak rumah sakit nakal
yang terbukti memberikan pelayanan buruk pada pasien terutama pasien miskin.
Menurut
ICW, setidaknya ada 13 rumah sakit yang dikategorikan sebagai rumah sakit
nakal.
Lanjut
ICW, penindakan tersebut sesuai dengan pasal 29 ayat (2) dan pasal 54 ayat (5)
UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Pemerintah
pusat dan daerah dapat memberikan tindakan administratif berupa teguran
tertulis atau denda dan pencabutan izin.
Ke
13 rumah sakit yang dianggap nakal itu sesuai dengan rekomendasi yang
disampaikan oleh ICW pada Departemen Kesehatan terkait dengan pelaporan temuan
survey CRC (Citizen Report Card) rumah sakit yang dilaksanakan pada bulan
November 2009 lalu.
Disampaikan
ICW sebelumnya, bahwa berdasarkan CRC Kesehatan 2009 ditemukan 9 kelompok
temuan/masalah pelayanan rumah sakit Jabodetabek untuk pasien miskin.
Pertama,
sebagian besar pasien masih mengeluhkan pelayanan rumah sakit.
Kedua,
pelayanan rumah sakit masih diskriminatif terhadap pasien perempuan.
Ketiga,
pemegang kartu surat keterangan tidak mampu lebih sering mendapatkan pelayanan
buruk.
Keempat,
rumah sakit masih menolak pasien miskin.
Kelima,
rumah sakit masih meminta uang muka kepada pasien miskin.
Keenam,
masih ada pungutan dalam mendapatkan kartu jaminan berobat.
Ketujuh,
pasien miskin masih sulit mengakses obat.
Kedelapan,
masih ada keluhan terkait fasilitas dan sarana RS yang buruk.
Kesembilan,
berobat gratis belum terealisasi sepenuhnya.
Atas
temuan tersebut ICW juga telah mengelompokkan 21 rumah sakit berdasarkan
keluhan pasien miskin.
"Dari
21 rumah sakit tersebut, 13 di antaranya memiliki masalah serius dalam
pelayanan terhadap pasien miskin." Demikian dilansir dari berbagai sumber.
(medan.tribunnews.com)