Pengamat : Pak Rizieq Ditunggu Revolusinya, Jangan Kebanyakan Ngomong


JAKARTA, Darirakyat.com - Sudah dua bulan lebih Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab meninggalkan Indonesia. Ia disebut-sebut melarikan diri dari berbagai kasus yang menjeratnya.

Meski tak di tanah air, namun pemberitaan soal sepak terjang Habib Rizieq seakan-akan tak pernah usai.

Terbaru, tersangka kasus chat WhatsApp berkonten pornografi yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) itu menawarkan rekonsiliasi kepada pemerintah dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi.

Jika rekonsiliasi ditolak atau syarat-syarat yang diajukan tidak dipenuhi, maka Habib Rizieq mengancam akan revolusi. Istilah revolusi yang sering digaungkannya ini kemudian mendapat tanggapan dari pengamat politik Ray Rangkuti.

Ray menyebut, jika Habib Rizieq ingin revolusi, maka hal itu harus segera dilakukan, mengingat masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera berakhir.

"Pak Rizieq hanya ada dua pilihannya, pertama datang ke Indonesia untuk menghadapi proses hukum, atau yang kedua kalau nggak percaya sama hukum di Indonesia, buat saja revolusi itu, ditunggu revolusinya, karena waktunya tinggal dua tahun," kata Ray kepada Netralnews.com, Minggu (9/7/2017).

Komentar bernada satire itu disampaikan Ray, pasalnya revolusi merupakan sebuah tindakan dan bukan sekedar ucapan yang terus menerus digaungkan.

"Jadi jangan kebanyakan ngomong kalau mau revolusi. Nanti revolusinya jadi mubazir. Revolusi kok di mulut saja. Revolusi kan tindakan bukan omongan," ujarnya.

"Jangan banyakin diomongin. Nggak ada tokoh revolusioner di bumi ini yang ngomong revolusi tiap hari, yang ada mereka bertindak, bekerja untuk membuat revolusi itu terjadi," tandas Ray.

Apalagi diungkapkan Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) ini, Habib Rizieq terkesan tidak konsisten dengan niat revolusinya. Sebab, jauh-jauh hari bicara revolusi, namun sekarang kembali menawarkan rekonsiliasi.

"Ini revolusi kok diomongin, ditawar-tawar. Revolusi itu nggak ada tawar-tawaran, hanya ada dua kemungkinan, dia jatuh atau kita yang jatuh. Jangan revolusi turunnya ke rekonsiliasi," tutup Ray.

Sebelumnya, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab mengajukan beberapa syarat sebelum dilakukan rekonsiliasi. Pertama, tidak ada rekonsiliasi tanpa stop kriminalisasi ulama dan aktivis. Kedua, tidak ada rekonsiliasi tanpa stop penistaan terhadap agama apa pun.

"Ketiga, tidak ada rekonsiliasi tanpa stop penyebaran paham komunisme, marxisme, leninisme dan liberalisme serta paham sesat lainnya," kata Habib Rizieq lewat akun Twitternya, Minggu (2/7/2017).

Lanjutnya, tidak akan ada rekonsiliasi tanpa stop kezaliman terhadap rakyat kecil yang lemah dan tak berdaya.  Yang terakhir, tidak ada rekonsiliasi tanpa menjunjung tinggi asas musyawarah dan asas proporsionalitas di seluruh aspek dan sektor serta bidang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Jika syarat-syarat tersebut tidak dipenuhi pemerintah, menurut Ketua Dewan Pembina Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) ini, tidak ada pilihan lain, kecuali revolusi.

"Jika semua itu tidak bisa dipenuhi untuk mewujudkan rekonsiliasi Nasional bagi keutuhan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka tidak ada pilihan lain bagi rakyat dan bangsa Indonesia kecuali: REVOLUSI," tegas Habib Rizieq. (NETRALNEWS.COM)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel