Kritik untuk Anies yang Dinilai Nyelonong Aja Mengganti Nama Jalan


Darirakyat.com - Perubahan 22 nama jalan di Ibu Kota dipertanyakan oleh Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi. Ia mempertanyakan kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan terkait dampak menyeluruh akibat penggantian 22 nama jalan tersebut.

“Apakah Pemda bisa menjamin atau membantu mengeluarkan perizinan termasuk sertifikat?” kata Prasetio di Jakarta, Kamis (30/6/2022). Menurutnya, jika hanya mengurus KTP, bukan masalah besar bagi Pemprov DKI. Namun demikian, menyoal STNK mobil atau motor, paspor hingga sertifikat tanah dan dokumen lainnya menjadi hal yang perlu diterangkan lebih jauh oleh Anies.

Dia juga mengkritik Pemprov DKI yang tidak mengkonsultasikannya dengan DPRD. Padahal, kata dia, penggantian nama jalan harus berdasarkan hasil anggota dewan pertimbangan dan dirinya selaku perwakilan DPRD DKI.

“Dia yang menerima uang, gue yang ngetok palu. (Tapi) ini kan dia (Anies) nyelonong-nyelonong (ganti nama jalan) sendiri,” keluhnya.

Terlebih, kata dia, saat Pemprov DKI juga tidak mempertimbangkan nama Ali Sadikin untuk dijadikan pengganti nama jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Nama itu, sudah diusulkan pihak dia sejak ulang tahun Jakarta ke-494 tahun lalu.

“Bukan saya tidak suka dengan nama jalan tersebut ya, tetapi apakah dia nggak mikir ya KTP rekening koran. Semuanya kan berubah semua,” ucapnya.

Menurut Prasetio, tidak ada pengumuman atau koordinasi dengan DPRD DKI Jakarta sama sekali mengenai penggantian nama jalan di Jakarta. Padahal, jika mengacu pada Pergub yang diteken oleh Gubernur DKI terdahulu, Sutiyoso, perlu ada koordinasi.

“Tiba-tiba dia (Anies) jalan sendiri (ganti nama jalan). Kan nggak sah tuh bos,” tuturnya. Ditanya apakah ada tindakan lanjutan dari DPRD, Prasetio mengaku akan memanggil pemilik ide untuk ganti nama 22 jalan di DKI.

Perubahan 22 nama jalan di Jakarta mendapat beragam respons dari warga. Salah satunya, Mei (25 tahun), warga Jalan Warung Buncit Raya Jaksel. “Baru tahu dari sosial media. Itu juga kaget sih, kenapa Buncit kena,” kata Mei.

Menurut dia, penggantian itu akan berdampak pada beberapa hal seperti mengurus dokumen kependudukan baru. Dia mengaku pergantian nama jalan itu tak begitu memberatkan. Namun nama Jalan Tutty Alawiyah, pengganti Warung Buncit, masih terkesan asing.

“Soalnya sudah sedikit tahu asal usul Jalan Buncit. Tapi mau bagaimana lagi, kalau mau diganti ya sudah ikut saja,” tuturnya.

Hal serupa dikatakan warga Warung Buncit atau yang kini akan dikenal Jalan Tutty Alawiyah lainnya Fatimah (56). Ia juga merasa kaget dengan adanya pergantian nama jalan tersebut. “Tahu di TV. Ada jalan Bokir, Nori, Hajjah Tutty. Kaget juga sih, (soalnya) kita ganti juga (dokumen),” kata Fatimah.

Ia juga mengaku tak berkeberatan dengan penggantian nama jalan itu. Namun demikian, dia mengaku nama yang baru akan dipakai masih terlalu asing untuk disebut sebagai alamat. “Masih canggung saja. Terima saja, bagus kan, dia ustadzah, di sini juga kan pada pro Tutty,” jelasnya.

Sejarawan JJ Rizal menilai penggantian nama tempat dan jalan kerap kali melupakan sejarah dan nilai budaya yang penting di dalamnya. “Misalnya pada nama Jalan Warung Buncit Raya itu ada sejarah keindahan toleransi dan inklusivitas masyarakat Betawi,” kata JJ Rizal dalam keterangannya, Kamis (30/6/2022).

Menurut JJ Rizal, penggantian nama Warung Buncit sebenarnya identik dengan upaya para Muslim sekitar yang mengambilnya dari nama seorang Tionghoa, Tan Boen Tjit. Menurut dia, hal itu yang menjadi toponimi Warung Buncit. “Bukankah ini nilai sejarah budaya yang penting buat kekinian kita,” katanya.

Tak hanya itu, jalanan lain yang diganti dinilainya juga memiliki sejarah tersendiri. Menurut dia, permasalahan penggantian jalan kali ini bukan pada nama tokoh yang belum jelas peran sejarahnya, tetapi kurangnya kehati-hatian Pemprov DKI dalam memilih tempat dan menaruh nama-nama tokoh tersebut.

“Cobalah tengok dengan seksama PP No. 2 Tahun. 2021, peraturan ini masih banyak bolongnya tetapi sudah menegaskan bahwa seharusnya setiap pemerintah harus menginventarisasi dulu seluruh nama jalan di tempatnya, sehingga tahu mana yang belum bernama atau bernama,” katanya.

Sementara itu di Batu Ampar, Jaktim, warga menolak perubahan nama Jalan Budaya menjadi Jalan Entong Gendut. Alasan tak ada sosialisasi dan khawatir adanya biaya saat mengurus perubahan identitas pribadi.

Salah satu warga RT 10/06 Kelurahan Batu Ampar, Kecamatan Kramat Jati, Edward mengatakan, penolakan warga itu dilakukan dengan membentangkan spanduk di salah satu ruas Jalan Entong Gendut. "Saya sih menolak (perubahan nama jalan), kalau bisa tetap Jalan Budaya," kata Edward.

Edward menambahkan, warga yang menolak perubahan nama jalan itu mengaku keberatan untuk mengurus pergantian alamat pada dokumen pribadinya. "Biaya buat perubahan STNK, KTP, sertifikat tanah, itu waktu kita habis, masa cuma ngurusin ginian doang surat-surat, lagian juga Jalan Budaya udah lama (dipakai)," ujar Edward yang telah tinggal di Jalan Budaya sejak tahun 1981.

Dia mengatakan, tidak ada sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta maupun Pemerintah Kota Jakarta Timur kepada masyarakat terkait perubahan nama jalan tersebut. Hal itu membuat warga terkejut ketika tiba-tiba nama Jalan Budaya diganti dengan Jalan Entong Gendut.

"Itu pergantian nama langsung saja. Nggak ada musyawarah," tutur Edward.

Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jaktim, Noufan mengatakan, pihaknya sudah melakukan sosialisasi terkait pelayanan perubahan alamat pada dokumen pribadi bagi warga terdampak pergantian nama jalan. Dia mengatakan, pelayanan perubahan data kependudukan yang berkaitan dengan pelayanan Dukcapil dilakukan tanpa perlu mengeluarkan biaya alias gratis.

Di Jakbar, layanan proaktif atau jemput bola perubahan data kependudukan dilakukan bagi warga sebagai dampak dari pergantian sejumlah nama jalan di daerah itu. "Kita lakukan pelayanan jemput bola di Kelurahan Rawa Buaya, Cengkareng," kata Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Jakbar, Gentina Arifin, Kamis.

Layanan jemput bola itu merupakan akibat dari pergantian nama Jalan Rawa Buaya menjadi Jalan Guru Ma'mun. Tercatat ada 41 kepala keluarga yang diharuskan mengganti data kependudukan karena pergantian nama jalan tersebut.

Maka dari itu, lanjut dia, pihaknya melakukan pelayanan jemput bola selama dua hari sejak Rabu (29/6/2022) guna mempercepat proses administrasi. Tercatat sudah 31 kepala keluarga (KK) yang sudah melakukan penggantian data diri.

"Dokumen kependudukan yang kita ganti ada E-KTP, KK dan bila dia di anggota keluarganya ada anak di bawah usia 17 tahun, kita berikan kartu identitas anak," katanya.

Setelah dijemput, warga diarahkan untuk datang ke pelayanan mobil keliling yang sudah terparkir di halaman kantor sekretariat rukun warga (RW). Di sana warga hanya perlu membawa surat kependudukan yang datanya ingin diganti. "Proses mudah, tidak memakan waktu lama dan gratis," jelas dia.

Pelayanan yang sama juga dilakukan pihaknya di Cengkareng, tepatnya di Jalan Lingkar Luar Barat yang diubah menjadi Jalan Syekh Junaid Al Batawi. Namun demikian, warga yang mengganti data kependudukan di lokasi tersebut tidak terlalu banyak.

"Di jalan lingkar luar hanya dua KK yakni delapan warga," jelas dia.

Gentina memastikan warga yang belum bisa datang ke mobil layanan jemput bola bisa mendaftar ke kelurahan setempat untuk mengganti data kependudukan.

Awal pekan ini Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, menjanjikan kemudahan pengurusan administrasi kependudukan bagi warga di 22 nama jalan yang baru saja diganti pihak dia. Menurutnya, penggantian nama tak akan menyulitkan masyarakat.

“Kami tegaskan bahwa semua perubahan itu Insya Allah tidak membebani baik biaya maupun yang lain,” kata Anies di Balai Kota Senin (27/6/2022).

Dia menambahkan, pihaknya sejauh ini juga telah membahas berbagai rencana bagi kemudahan masyarakat itu dengan beberapa pihak. Mulai dari Kakorlantas Polri, Dirut Jasa Raharja dan Kakanwil BPN DKI Jakarta. Ia memastikan masyarakat dimudahkan dalam mengurus administrasi kendaraan bermotor, kependudukan, perpajakan hingga pertanahan terkait perubahan nama jalan.

“Saya juga ingin sampaikan penegasan, ulang terkait dengan adanya perubahan nama jalan di Jakarta, yang diduga membebani masyarakat. Perubahan ini tidak membebani,” tuturnya.

Anies mengatakan, KTP lama masih bisa berlaku. Namun demikian, jika masyarakat ingin langsung berganti nama menggunakan alamat baru, bisa langsung diurus tanpa ada biaya sama sekali.

Karenanya, kata Anies, beban di masyarakat berupa biaya tidak akan ditanggungkan pihak Pemprov DKI. “Kita berharap kesimpangsiuran yang kemarin sempat muncul bisa diklarifikasi sehingga masyarakat juga merasa tenang dan kami berharap ini bisa memberikan kepastian pada semua,” jelasnya.

Daftar nama jalan yang berubah:

1. Jalan Entong Gendut (sebelumnya Jalan Budaya)

2. Jalan Haji Darip (sebelumnya Jalan Bekasi Timur Raya)

3. Jalan Mpok Nori (sebelumnya Jalan Raya Bambu Apus)

4. Jalan H Bokir Bin Dji'un (sebelumnya Jalan Raya Pondok Gede)

5. Jalan Raden Ismail (sebelumnya Jalan Buntu)

6. Jalan Rama Ratu Jaya (sebelumnya Jalan BKT Sisi Barat)

7. Jalan H Roim Sa'ih (sebelumnya bernama Bantaran Setu Babakan Barat)

8. Jalan KH Ahmad Suhaimi (sebelumnya bernama Bantaran Setu Babakan Timur)

9. Jalan Mahbub Djunaidi (sebelumnya Jalan Srikaya)

10. Jalan KH Guru Anin (sebelumnya Jalan Raya Pasar Minggu sisi Utara)

11. Jalan Hj Tutty Alawiyah (sebelumnya Jalan Warung Buncit Raya)

12. Jalan A Hamid Arief (sebelumnya Jalan Tanah Tinggi 1 gang 5)

13. Jalan H Imam Sapi'ie (sebelumnya Jalan Senen Raya)

14. Jalan Abdullah Ali (sebelumnya Jalan SMP 76)

15. Jalan M Mashabi (sebelumnya Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Utara)

16. Jalan H M Shaleh Ishak (sebelumnya Jalan Kebon Kacang Raya Sisi Selatan)

17. Jalan Tino Sidin (sebelumnya Jalan Cikini VII)

18. Jalan Mualim Teko (sebelumnya Jalan depan Taman Wisata Alam Muara Angke)

19. Jalan Syekh Junaid Al Batawi (sebelumnya Jalan Lingkar Luar Barat)

20. Jalan Guru Ma'mun (sebelumnya Jalan Rawa Buaya)

21. Jalan Kyai Mursalin (sebelumnya Jalan di Pulau Panggang)

22. Jalan Habib Ali Bin Ahmad (sebelumnya Jalan di Pulau Panggang)

(republika.co.id)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel