Terbongkar Data Penerima Uang Hambalang Bikin Mahfud MD Kaget karena Tidak Ada Nama Anas




Darirakyat.com -
I Gede Pasek Suardika mengaku pernah menerima undangan Mahfud MD untuk membahas perkara hukum Anas Urbaningrum. Pasek, mantan anggota Partai Demokrat yang kini Sekjen Partai Hanura, itu mengatakan, pertemuan tersebut merupakam tindak lanjut pasca-berdebat di twitter dengan Mahfud MD.

“Ketika kita tweetwar di Twitter akhirnya beliau ngundang saya. Saya hadirkan bersama Yulianis melihat data itu di kantornya Pak Mahfud, waktu itu beliau belum Menko Polhukam,” ungkap Pasek di Youtube Akbar Faizal Uncensored berjudul "Testimoni Saksi Peristiwa Kriminalisasi Hukum dan Politik SBY terhadap Anas!!"

“Beliau liat sendiri itu semua, kaget dia dilihat siapa-siapa yang terima uang. Nggak ada Anas Urbaningrum di situ, itu dokumen yang ada di KPK itu,” tambah Pasek.

Pasek lebih lanjut bercerita, framing yang dinarasikan terhadap Anas Urbaningrum saat kasus bergulir sangat jauh dari fakta hukum. Satu di antaranya adalah perihal mobil Harrier yang dimiliki Anas Urbaningrum dan dinilai sebagai gratifikasi. Padahal, kata Pasek, Anas memiliki mobil itu sebelum menjadi Anggota DPR.

“Fakta persidangan, fakta-fakta yang ada saksi-saksi yang ada sumbernya dari PT Panahatan, yang PT itu nggak ada kaitan dengan Adhikarya ataupun urusan proyek Hambalang, nggak ada,” ungkap Pasek.

“Tetapi cerita yang benar adalah Mas Anas dapat duit dari SBY setelah terpilih, dikasih hadiah ya sama Pak SBY setelah terpilih menjadi juru kampanye terbaik,” tambah Pasek.

“Padahal di dalam KUHAP tidak boleh ketidakjelasan di dalam dakwaan orang, persangkaan itu enggak boleh, jadi harus jelas ketika masuk penyidikan di kasus apa dia itu dihukum, tapi nggak ada urusan,” lanjutnya.

Sebagai informasi, Anas Urbaningrum berdasarkan putusan hakim di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terbukti bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang pada 2010-2012.

Anas divonis 8 tahun pidana penjara dan harus membayar denda Rp300 juta serta membayar uang ganti rugi ke negara Rp 57,5 miliar dalam putusan hakim 24 September 2014.

Kemudian, Anas melakukan banding dan hakim memutus hukuman Mantan Ketua Umum Partai Demokrat itu lebih rendah 1 tahun atau menjadi 7 tahun penjara.

Tidak berhenti di situ, Anas kemudian melakukan upaya kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam upaya kasasi ini, Anas Urbaningrum bertemu dengan Artidjo Alkostar, penegak hukum yang dikenal bersih dan memiliki integritas tinggi.

Artidjo yang menjadi Ketua Majelis Hakim menolak permohonan kasasi yang diajukan Anas Urbaningrum. Artidjo kemudian memperberat hukuman Anas Urbaningrum menjadi 14 tahun penjara atau dua kali lipat dari putusan sebelumnya.

Anas Urbaningrum kemudian melanjutkan upaya hukum peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Di tahap ini, putusan hukum Anas Urbaningrum dipangkas dari 14 tahun penjara menjadi 8 tahun penjara pada 30 September 2020.

Hakim yang memutus terdiri atas Sunarto sebagai ketua majelis yang didampingi hakim anggota Andi Samsan Nganro dan Mohammad Askin.

Dan berdasarkan putusan PK Mahkamah Agung RI Nomor 246 PK/Pid.Sus/2018 tanggal 30 September 2020, KPK sudah mengeksekusi putusan tersebut. (kompas.tv)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel