Surat Terbuka Untuk Bu Susi: Jangan Sok Bijak Kalau Gak Paham



Darirakyat.com - Halo Bu Susi Pudjiastuti mantan menteri KKP. Perkenankan saya menuliskan sepatah dua patah kata di tulisan ini terkait sikap Anda yang mengajak follower dan netizen untuk mengunfollow Permadi Arya aka Abu Janda dengan alasan yang bersangkutan ‘yang selalu menyinggung perasaan publik’.

Untuk ibu ketahui saja, Abu Janda dan saya sendiri serta banyak lagi netizen lainnya berada di pihak ibu selama menjadi menteri. Saya sendiri dulu merasa tidak peduli dengan kegaduhan yang Bu Susi akibatkan selama kebijakan itu demi kesejahteraan nelayan, keberlangsungan sumber daya laut, dan kedaulatan NKRI. Saya tidak peduli dianggap bodoh, goblok, cebong, dan penjilat karena saya menganggap kebijakan Ibu memang penting untuk negara. Ingat, sekalipun kebijakan itu menimbulkan kegaduhan hebat.

Saya heran kemudian ibu menunjukkan sikap yang menurut saya kurang bijak dan tidak paham dengan persoalan yang dibahas tetapi sudah meminta orang untuk berhenti mengikuti Abu Janda dan pada saat yang sama menuduhnya menyinggung perasaan publik dengan alasan situasi pandemic dan demi kedamaian dan kesehatan kita semua.

Mari Bu Susi perhatikan dulu cuitan Abu Janda ini: "Islam memang agama pendatang dari Arab, agama asli Indonesia itu sunda wiwitan, kaharingan dll. dan memang arogan, mengharamkan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan. kalau tidak mau disebut arogan, jangan injak2 kearifan lokal."

Pertama, publik mana yang ibu maksud tersakiti dengan cuitan itu? Kalau ada orang Islam yang tersakiti dengan kata ‘arogan’ maka mereka adalah golongan yang Permadi sebut yang mengharamkan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan. Atau mungkin bagian dari umat Islam yang melakukan itu semua sampai Bu Susi juga ikut marah?

Ketika kelompok Islam tertentu mengharamkan tradisi asli, membubarkan ritual, yang pakai kebaya dianggap murtad, wayang kulit diharamkan, rumah ibadah kaum minoritas dibakar dan dilarang, mulut Bu Susi di mana? Kog sekarang tiba-tiba sok mengajak damai hanya karena Permadi mengungkap fakta?

Kedua, kedamaian seperti apa yang ibu maksud? Yang gaduh itu hanya orang-orang yang memang tidak siap dengan perbedaan pendapat dan pandangan, yang sukanya intoleran terhadap yang berbeda pendapat. Tapi bagi orang yang melawan intoleransi, damai-damai saja. Permadi Arya tidak pernah membubarkan ibadah orang lain, tidak pernah persekusi dan tidak pernah mengusik kedamaian orang lain kalau mereka tidak sedang mengusik kedamaian Indonesia.

Dulu buat negeri ini gaduh karena kebijkan ibu. Bukan hanya publik yang gaduh, kementerian yang satu dengan yang lainnya pun gaduh. Itukah kedamaian yang Bu Susi maksudkan?

Prinsipnya harus sama. Selama yang diperjuangkan itu adalah kebaikan bagi negeri ini, maka kegaduhan yang ditimbulkannya adalah reaksi manusia-manusia yang gerah dengan fakta yang ada. Sama seperti ketika Bu Susi menenggelamkan kapal dan melarang ekspor benur – yang bagi banyak orang sebagai langkah yang salah – juga menimbulkan kegaduhan. Tetapi Bu Susi tidak lalu diam dan menyerah saja bukan? Sekali lagi, selama kita benar, kenapa takut dengan kegaduhan.

Ketiga, di mana mulut ibu ketika intoleransi dan diskriminasi yang dilawan Abu Janda selama ini? Permadi Arya memang sangat vokal melawan kaum intoleran dan diskriminatif. Malah dia tidak peduli dengan adanya perlawanan dan ancaman terhadap dirinya. Dan sekarang pun dia sedang melakukan itu.

Di mana ibu ketika nonmuslim dipaksa memakai jilbab di sekolah negeri? Di mana mulut Bu Susi ketika minoritas dilarang membangun rumah ibadah? Kenapa Bu Susi tidak buka suara ketika kelompok intoleran memprovokasi dengan dalih agama dan menimbulkan kegaduhan? Kenapa Bu Susi tidak mengajak orang untuk tidak mengikuti Rizieq, Tengku Zulkarnaen, Haikal Hassan dan orang-orang yang seruannya sangat provokatif? Apakah karena mereka itu punya massa sementara Abu Janda tidak punya massa?

Bu Susi, saya tidak akan kecewa dengan dedikasi Anda terhadap bangsa ini selama ini. Kebaikanmu akan tetap saya apresiasi. Tetapi soal Permadi Arya, saya meminta Bu Susi diam saja. Tidak perlu ibu sok bijak dan sok mencintai perdamaian pada saat yang sama ibu pernah menjadi pemicu kegaduhan di negeri ini.

Kalau Bu Susi belum pernah berdebat, berbeda pendapat dengan kadrun, berhadapan dengan kaum intoleran, dan menghadang provokasi pecah-belah dari lawan Permadi Arya, lebih baik Bu Susi diam saja dech. Saya pastikan kalau Bu Susi memang seorang nasionalis yang cinta NKRI, berhadapan dengan pemecah-belah bangsa ini tidak cukup dengan minum kopi di tepi pantai sambil Twitteran.

Oh iya, Bu Susi. Bagi banyak minoritas tertindas, Permadi Arya aka Abu Janda dianggap sebagai pejuang. Bukan tanpa alasan. Ketika tokoh-tokoh nasional dan politisi termasuk Bu Susi diam terhadap nasib mereka diperlakukan secara diskriminatif, Permadi Arya justru berteriak lantang untuk memperjuangkan nasib mereka.

BTW, mohon maaf kalau ada kata yang salah dan kurang berkenan. Bu Susi dan Permadi Arya adalah dua pribadi yang saya hormati.

Salam dari rakyat jelata.

Mora Sifudan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel