Terungkap! 37 Anggota FPI Jadi Teroris Bergabung dengan JAD dan MIT


Darirakyat.com - Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mencatat ada 37 anggota dan mantan anggota Front Pembela Islam (FPI) yang bergabung dalam kelompok teroris. Beberapa dari mereka kedapatan terlibat aksi teror. 

“Saya buka datanya ada 37 anggota FPI atau dulunya anggota FPI yang kemudian gabung dengan JAD (Jamaah Ansharut Daulah) dengan MIT (Mujahidin Indonesia Timur) dan sebagainya yang terlibat aksi teror,” kata Benny dalam program Crosscheck #From-Home by Medcom.id bertajuk Rizieq Ditangkap, Apa yang Terungkap?, kemarin. 

Menurut dia, data itu didapat atas kapasitasnya sebagai Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI). Dia mengaku data itu minim diungkap ke publik.

 “Data ini belum banyak dipublikasikan media massa,” ucap dia. Sebanyak 37 orang itu juga disebutkan masih aktif sebagai anggota FPI ketika terlibat terorisme. Mereka beraksi di Aceh, mengebom Polresta Cirebon, dan menyembunyikan teroris Noordin M Top. 

“Ada juga yang merakit bom,” ujar mantan Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) itu. 

Dia menegaskan data itu bukan rekayasa. Jejak proses hukum di pengadilan menjadi bukti keterlibatan 37 orang itu. “Fakta yang telah terungkap dan sudah melewati proses hukum di pengadilan.

’’ Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Kabais) TNI Laksamana Muda (Purn) Soleman Ponto menilai TNI wajar tampil dalam kasus tewasnya enam pengikut FPI. Hukum membolehkan keterlibatan aparat militer. 

“Diatur oleh Protokol Tambahan II Tahun 1978 (Konvensi Jenewa), hukum humaniter. Kalau di situ sudah ada ‘dua pisau’, kalau di situ penegakan hukum tidak main, di sana militernya operation bisa main,” kata Soleman. 

Menurut dia, aturan itu termasuk dalam area konflik bersenjata. Unsurnya memperbolehkan sasaran berseragam, punya pasukan, serta pemimpin yang jelas. 

“Beda dengan yang tak berseragam, kalau yang terbunuh sudah berseragam dan terlihat intensitas serangan yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu dengan pemimpin yang jelas, dengan wilayah kekuasaan yang jelas, itu tidak salah kalau dia terbunuh,” terang Soleman. 

Soleman mengatakan aturan itu belum dibicarakan banyak orang. Sejatinya, lanjut dia, aturan itu menegaskan hal yang diperlukan negara ketika menghadapi ancaman konflik. 

Pertimbangkan 

Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Partai NasDem Ahmad Sahroni menilai polisi sudah mempertimbangkan banyak hal terkait dengan penahanan Rizieq Shihab. Salah satunya soal potensi melarikan diri. 

“Karena sebelumnya kan dia juga ke luar negeri hingga tidak bisa ditemukan sehingga untuk bisa memperlancar pemeriksaan, ya, harus dilakukan penahanan karena statusnya juga sudah tersangka,” ujar Sahroni. 

Rizieq diketahui hengkang ke Arab Saudi pada April 2017 setelah terjerat kasus di Polda Metro Jaya. 

Dia baru pulang ke Tanah Air pada Selasa, 10 November 2020. Sahroni pun mengimbau kepada seluruh simpatisan Rizieq untuk tetap menjaga ketenangan. Mereka diminta tidak melakukan hal-hal yang di luar koridor hukum. 

“Apabila merasa tidak puas atau ingin melakukan pembelaan, lakukan di koridor hukum lewat instrumen pengadilan nanti,” jelas dia. (medcom.id)


Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel