Rocky: Covid Mungkin Tak Berakhir Karena Masih Dikuasai 'Stupid'
Friday, 15 May 2020
Edit
Darirakyat.com - Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D) Rocky Gerung mengatakan pandemi virus corona (Covid-19) kemungkinan tidak akan berakhir jika tidak ada kepemimpinan yang tegas.
Rocky mengatakan saat ini yang disaksikan publik adalah kepemimpinan yang compang-camping. Kepemimpinan itu menunjukkan beberapa tindakan yang ia sebut sebagai stupidity atau kebodohan.
"Memang [untuk masalah] covid, tidak ada leadership untuk mempercepat kita keluar dari jebakan covid ini. Covid mungkin tidak bisa berakhir karena masih dikuasai oleh stupid," kata Rocky dalam webinar yang diselenggarakan Lembaga Survei KedaiKopi, Kamis (14/5).
Rocky mengatakan banyak pihak mendambakan situasi yang lebih sosialis dan akrab usai pandemi. Namun situasi itu kini hanya dipraktikkan masyarakat di tingkat bawah.
Sementara di tataran elite pemerintahan hal yang sama masih terjadi. Rocky menyebut pemerintah sibuk mengurus persoalan ekonomi.
Dia mencontohkan kasus iuran BPJS Kesehatan yang dinaikkan pemerintah meski kenaikan itu telah dibatalkan Mahkamah Agung. Rocky juga menyinggung Perpu Nomor 1 Tahun 2020 yang memberi kekuasaan besar kepada pemerintah.
"Jadi keadaan keakraban itu tumbuh di masyarakat tetapi di Istana yang dihasilkan justru arogansi," tutur Rocky.
Menurut Rocky, seharusnya pemerintah tidak perlu bingung dalam menyikapi pandemi. Rocky berpendapat masalah nyawa manusia harusnya diutamakan dibanding urusan ekonomi.
"Mau ekonomi sosialis, kapitalis, tetap human cost yang lebih penting. Jadi jangan bikin semacam dilema Presiden akan memilih yang sosial, kesehatan, dan kesejahteraan atau pertumbuhan, atau relaksasi ekonomi," tutur Rocky.
Istana soal BPJS dan Corona
Terpisah, Pelaksana Tugas Deputi II Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan menyatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tak lepas dari pertimbangan kesulitan yang dihadapi pemerintah di tengah pandemi virus corona (covid-19).
Kenaikan iuran ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini terbit tak lama usai
"Kita lihat bahwa negara kita juga dalam situasi sulit kan. Artinya penerimaan negara juga menurun drastis. Jadi justru semangat solidaritas kita yang penting dalam situasi ini," ujar Abet saat memberikan keterangan kepada wartawan, Kamis (14/5).
Di sisi lain, kenaikan iuran ini juga didasarkan pada pertimbangan keberlanjutan nasib BPJS Kesehatan.
Abet memastikan kenaikan iuran telah dihitung dengan kajian matang dan pertimbangan keberlanjutan BPJS Kesehatan. "Makanya dari Kemenkeu juga sudah memperhitungkan ability to pay dalam melakukan pembayaran," katanya.
Sebelumnya, Tenaga Ahli Utama KSP Donny Gahral Adian membantah pemerintah inkonsisten terhadap sejumlah kebijakan dalam mengatasi pandemi virus corona (Covid-19). Hal ini terkait kebijakan yang mengizinkan kelompok usia di bawah 45 tahun untuk bekerja di tengah pandemi.
"Terkait kebijakan yang mengizinkan bekerja usia 45 tahun ke bawah itu, tidak ada inkonsistensi. Kebijakan itu jelas hanya berlaku bagi mereka yang bekerja di 11 sektor yang dikecualikan," ujar Donny, Rabu (13/5).
Izin bekerja di 11 sektor ini merujuk pada Peraturan Menteri Kesehatan yang mengecualikan kegiatan bagi orang selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Mereka yang boleh tetap bekerja adalah yang bekerja di 11 sektor di antaranya sektor pangan, pelayanan kesehatan, dan keuangan.
Selain soal izin bekerja, pelonggaran moda transportasi di tengah pandemi juga menuai kritik. Namun menurutnya kebijakan itu jelas hanya diterapkan bagi sejumlah orang dengan syarat. Di antaranya tenaga medis dan pihak lain yang memang memiliki kepentingan mendesak.
Donny mengklaim kebijakan yang selama ini dikeluarkan pemerintah tetap berpegang pada upaya penerapan PSBB yang sesuai protokol kesehatan. (cnnindonesia.com)