Isu Sentimen Agama Hancurkan Asa Kampung Perajin Terompet di Tangerang
Monday 30 December 2019
Edit
Darirakyat.com - Sudah tiga kali pergantian tahun, rumah-rumah warga di kampung terompet di daerah Ceger, Jurangmangu Barat, Pondok Aren, Tangerang Selatan (Tangsel) sepi dari aktivitas pembuatan terompet. Biasanya setiap menjelang pergantian tahun, kampung ini selalu dipenuhi ribuan terompet yang sedang dibuat atau siap dipasarkan.
Lesunya penjualan terompet dalam tiga tahun terakhir, menjadi sebab tak ada lagi ribuan terompet yang biasa menjadi pemandangan istimewa pada bulan Desember di Kampung Terompet ini.
1. Dari belasan rumah perajin, kini hanya satu rumah yang masih memproduksi terompet
Pantauan IDN Times di Kampung Terompet, Minggu (29/12), hanya ada satu rumah yang masih memproduksi terompet. Haris nama pemilik rumah tersebut mengatakan, membuat terompet tahun baru yang biasanya menghasilkan banyak keuntungan, kini tak lagi ada jaminan.
Menurut Haris, pada masa kejayaannya, Kampung Terompet bisa memproduksi hingga 30 ribu terompet untuk malam pergantian tahun. Haris sendiri bahkan pernah memiliki empat karyawan di luar anggota keluarganya.
"Sempat punya karyawan empat, kan keluarga semua kerjanya ini, jadi pernah ikut bantu kasih kerja orang," kata Haris.
2. Dari 2016 banyak perajin terompet gulung tikar
Haris menceritakan, pada tahun 2000-an, dia bersama sanak saudara dan tetangganya semua berprofesi sebagai perajin terompet. Namun memasuki tahun 2016, sanak saudara dan tetangganya mulai gulung tikar lantaran omzet penjualan terus berkurang.
Berbeda dengan sanak saudara dan tetangganya, Haris memilih terus bertahan memproduksi terompet karena memang usahanya adalah menjual mainan.
"Dulu, di gang ini penuh terompet dan banyak penjual yang dagang di pinggir jalan. Dari Jabodetabek ambil barangnya ke sini. Sekarang yah sedikit, sampai tanggal segini di rumah masih numpuk, ini ada yang dari tahun lalu" kata Haris.
3. Isu sentimen agama hancurkan asa perajin terompet
Haris menuturkan, penjualan terompet mulai sepi sudah dari awal 2015 akibat isu-isu tentang terompet yang tidak bagus. Salah satu isu yang paling menghancurkan penjualan terompet adalah isu sentimen agama seperti meniup terompet merupakan tradisi di luar Islam dan kertas Alquran sebagai bahan pembuat terompet.
"Tiga tahun terakhir ini sepi. Awalnya karena isu-isu yang tidak-tidak tentang terompet, pertama itu isu Alquran, terus dilanjut dengan isu virus yang katanya di tiupan itu ada virus yang berbahaya padahal kita buatnya udah bener-bener steril, di situ omzet kita anjlok parah, dan terakhir isu haram meniup terompet pada malam tahun baru," beber Haris.
4. Lesunya penjualan terompet tradisional kemungkinan karena tergerus zaman
Namun, Haris berusaha berpikiran positif dengan mengatakan, lesunya penjualan terompet tradisional karena tergerus jenis terompet yang semakin canggih.
"Ya mungkin juga udah habis zamannya, sekarang kalah sama terompet yang dipencet itu," ucapnya.
5. Pada masa jayanya, satu rumah perajin bisa membuat 15 ribu terompet
Haris mengatakan, sebelum penjualan terompet lesu yakni pada empat tahun lalu, dia bersama perajin lain masih kebanjiran orderan, bahkan hingga 15.000 terompet per satu rumah perajin. Dari orderan tersebut, minimal Rp70 juta omzet penjualan dari tanggal 15 Desember sampai 1 Januari pasti dia kantongi.
"Dulu kalau mulai tanggal 15 Desember sudah mulai ramai. Sekarang udah nyerah semua, dulu biasa ramai di sini kaya karnaval terompet, sekarang sepi," ucap Haris.(idntimes.com)