Ini Alasan Lengkap Kahiyang dan Bobby Harus Jalani Prosesi Adat Mandailing Mangupa Haroan Boru
Friday 24 November 2017
Edit
Darirakyat.com - Putri Presiden Joko Widodo dan suaminya Bobby Nasution
menyelenggarakan upacara Mangupa Haroan Boru atau Patobang Anak yang saat ini
sedang berlangsung di Medan.
Upacara
adat ini diselenggarakan sebagai bentuk nasehat sakral bagi pasangan
pernikahan dari suku Mandailing diselenggarakan di kediaman keluarga besar
Bobby di komplek Taman Setia Budi (Tasbi), Medan, Jumat (24/11/2017).
Upacara
Mangupa Haroan Boru adalah salah satu serangkaian upacara adat dalam pesta
perkawinan yang bertujuan mengembalikan tondi ke badan seperti yang dilansir
MelayuOnline.com.
Upacara
adat ini berasal dari Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, yang memiliki tata
laksana spesifik dan fungsi nasihat untuk pasangan pernikahan yang akan
mengarungi bahtera kehidupan.
Pelaksanaan
upacara adat Mangupa
Patobang Anak atau Haroan
Boru dilaksanakan pada saat melaksanakan manopot horja atau
pesta besar perayaan pernikahan anak laki-laki.
Pelaksanaan
upacara adat Mangupa yang bertujuan untuk mengembalikan tondi ke badan
sekaligus mengandung ungkapan-ungkapan metafora yang bermakna doa, harapan, dan
nasehat terutama kepada pasangan pernikahan.
Semua tata laksana upacara itu dilaksanakan sebagai bentuk
rasa syukur karena pihak keluarga laki-laki memperoleh menantu perempuan yang
akan menemani anak laki-lakinya dalam berumah tangga.
Harapannya, sejak
pernikahan hingga masa tua, pasangan pernikahan itu siap menghadapi kesempitan
dan kesusahan, dan berbahagia di dalam kelapangan yang Tuhan ujikan kepada
mereka.
Ketangguhan dalam
mengarungi bahtera rumah tangga tersebut merupakan bukti nyata dari pemanggilan
tondi ke badan mereka melalui prosesi upacara adat Mangupa atau Upa-Upa
Patobang Anak (Haroan Boru).
1. Asal Usul
Upacara Mangupa atau
Upah-upah merupakan salah satu upacara adat yang berasal dari Tapanuli Selatan,
Sumatera Utara. Upacara Mangupa bertujuan untuk mengembalikan tondi ke badan
dan memohon berkah dari Tuhan Yang Maha Esa agar selalu selamat, sehat, dan
murah rezeki dalam kehidupan.
Upaya memanggil tondi
ke badan dilakukan dengan cara menghidangkan seperangkat bahan (perangkat
pangupa) dan nasehat pangupa (hata pangupa; hata upah-upah) yang disusun secara
sistematis dan dilakukan oleh berbagai pihak yang terdiri dari orang tua,
raja-raja, dan pihak-pihak adat lainnya.
Ada tiga kondisi di
mana upacara Mangupa dapat dilaksanakan, yaitu: (1) hasosorang ni
daganak atau kelahiran anak (2) haroan boru atau
sering dikenal juga sebagai patobang anak atau perkawinan anak laki-laki, dan
(3) marmasuk bagas na imbaruatau memasuki rumah baru. (Marakub
Marpaung, 1969).
Pada saat ini,
perkembangan tradisi Mangupa telah disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
Tapanuli Selatan sehingga terdapat banyak jenis Mangupa, misalnya Mangupa
memasuki rumah baru (marbongkot bagas).
2. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
Mangupa Patobang Anak
atau Haroan Boru dilaksanakan sebelum tengah hari di rumah atau tempat
pelaksanaan acara adat pernikahan (horja).
3. Pemimpin dan
Peserta
Upacara Mangupa Haroan
Boru biasanya dipimpin langsung oleh Raja Panusunan Bulung, yaitu seseorang
yang diangkat sebagai pemimpin adat di lingkungan yang sedang mengadakan horja.
Raja Panusunan Bulung memegang tampuk adat dalam upacara adat (Marakub, 1969)
dan merupakan raja adat yang dianggap ahli tentang adat-istiadat (L.S. Diapari,
1990).
Raja Panusuan Bulung
bertindak sebagai pemimpin yang merangkum semua hata pangupa dan membacakan
Surat Tumbago Holing. Surat Tumbaga Holing adalah ayat-ayat atau
kalimat-kalimat yang berisi ajaran tentang kebenaran, kebaikan, dan estetika.
Raja Panusunan Bulung menerjemahkan semua perangkat pangupa dan esensi dari nasehat,
harapan, dan doa dari berbagai pihak yang sudah memberikan hata pangupa
berdasarkan nilai-nilai dalam Surat Tumbago Holing.
Peserta utama upacara
Mangupa Haroan Boru adalah pengantin laki-laki dan perempuan. Selain mempelai,
upacara Mangupa Haroan Boru harus memenuhi struktur adat dalam Tapanuli
Selatan, yaitu Dalihan na Tolu (Tungku yang Tiga).
Tanpa disertai
kehadiran Dalihan na Tolu, maka Upacara Mangupa tidak bisa dilaksanakan karena
struktur adat tidak terpenuhi. Ketiga unsur Dalihan Na Tolu itu adalah
kahanggi, anak boru, dan mora. Diapari (1990) dalam buku Adat Istiadat
Perkawinan Dalam Masyarakat Batak Tapanuli Selatan memberikan batasan terhadap
ketiga unsur adat tersebut sebagai berikut.
1.
Kahanggi, yaitu pihak
atau kelompok keluarga yang semarga. Di Toba, pihak ini disebut sebagai Dongan
Tubu atau Dongan Sabutuha.
2.
Anak Boru, yaitu pihak
atau kelompok yang mengambil istri dari pihak yang pertama. Pihak ini di Toba
disebut sebagai Boru.
3.
Mora, yaitu pihak yang
memberikan istri kepada pihak pertama. Pihak ini di Toba Hula-Hula.
Upacara Mangupa
sebaiknya juga memenuhi unsur adat lainnya yang mencakup Pisang Rahut,
Hatobangon, Raja Pamusuk, Raja Tording Balok, Raja Panusunan Bulung dan ulama
(pemuka agama). Pisang Rahut tergolong dalam kelompok anak boru, yaitu anak
boru dari anak boru suhut. Hatobangon, menurut Diapari (1990), adalah wakil-wakil
dari tiap marga yang bertempat tinggal di kampung yang mengadakan horja.
Raja Pamusuk dapat
disamakan sebagai ketua kampung pelaksanaan upacara Mangupa (Marakub, 1969).
Raja Tording Balok adalah raja-raja yang berasal dari kampung-kampung yang
berdekatan dengan kampung yang sedang menyelenggarakan upacara adat.
Di perantauan, Raja
Tording Balok juga bisa menjadi Raja Panusunan Bulung dalam setiap
paguyuban-paguyuban yang ada (Persadaan Marga Harahap Dohot Boruna, 1993).
4. Peralatan dan Bahan
Upacara Mangupa
menyajikan perangkat makanan yang diletakkan di atas tampi (niru) dan dialasi
oleh bagian ujung daun pisang sebanyak tiga helai. Jenis bahan makanan yang
digunakan di dalam Mangupa menentukan besar-kecilnya pesta adat (horja).
Makanan yang diolah dari hewan yang disajikan dalam perangkat tersebut
menandakan tingkatan besar-kecilnya Mangupa yang sedang dilaksanakan. Ada empat
jenis bahan dan hewan penting di dalam upacara Mangupa, yaitu:
1.
pira manuk na
nihobolan (telur ayam),
2.
manuk (ayam),
3.
hambeng (kambing),
4. horbo (kerbau), dalam
pembicaraan adat dijuluki na bontar (yang putih) (Persadaan Marga Harahap Dohot
Boruna, 1993).
Tingkatan Mangupa
dalam pesta adat kecil dan mendasar paling sedikit harus memenuhi bahan penting
sebutir telur ayam, tingkat kedua harus mengandung ayam, tingkatan ketiga harus
mengandung kambing, dan tingkatan tertinggi harus mengandung kerbau. Setiap
tingkatan Mangupa yang lebih tinggi harus mengandung unsur bahan dan hewan yang
ada dalam tingkatan yang lebih rendah. Misalnya, untuk tingkatan Mangupa
tertinggi, yang menggunakan hewan penting berupa kerbau, hidangan pangupa itu
juga harus menyajikan kambing, ayam, dan telur. Hewan-hewan penting tersebut
tentu saja harus dipadukan dengan berbagai hidangan dan perangkat pangupa yang
lain.
Perangkat Pangupa
dengan hewan kerbau adalah sebagai berikut:
1.
alas paling bawah
adalah anduri (tampi)
2.
di atas anduri (tampi)
ada tiga helai bulung ujung (daun pisang bagian ujung)
3.
di atas bulung ujung
ditaruh indahan sibonang manita (nasi putih yang disebut siribu-ribu)
4.
di atas indahan
sibonang wanita diletakkan ikan-ikan kecil dari tujuh sungai, biasanya haporas
dan incor
5.
di kiri dan kanan, di
atas nasi diletakkan masing-masing seekor ikan
6.
di bagian belakang
ditaruh parmiakan ni manuk (bagian punggung ayam)
7.
di bagian kiri dan
kanan dalam diletakkan paha kerbau
8.
di samping paha kerbau
diletakkan dua paha ayam
9.
di depan paha kerbau
dan paha ayam diletakkan tiga pira manuk na dihobolan (telur ayam yang masak
dan sudah dikupas), yang dibubuhi garam di tengahnya
10.
bagian paling depan
adalah kepala kerbau, mata, telinga, bibir dan dagunya
11.
semua pangupa ditutupi
dengan sehelai bulung ujung (daun pisang ujung)
12.
paling atas adalah
sehelai kain adat, abit godang (selimut adat)
5. Tata Laksana
A. Persiapan
Tahap awal adalah
pengaturan posisi duduk setiap hadirin selama upacara Mangupa berlangsung.
(Persadaan Marga Harahap Dohot Boruna, 1993) menjelaskan tempat duduk tiap-tiap
para pelaksana upacara Mangupa sebagai berikut.
Sebelah kanan duduk
bayo pangoli (pengantin laki-laki) yang didampingi sebelah kanannya oleh
kahangginya yang ikut ke tapian raya bangunan. Di sebelah kiri duduk pula Boru
na dioli (pengantin perempuan) didampingi oleh anak boru mereka semua di talaga
(arah ke pintu masuk) tampak duduk semua suhut laki-laki dan perempuan, anak
boru, pisang raut, harajaon, dan hatobangon. Pakaian adat yang dikenakan
pengantin ke tapian raya bangunan tetap dipakai.
Setelah semua hadir di
ruangan sidang adat dan duduk sesuai dengan aturan, perangkat pangupa dibawa
masuk ke dalam ruang sidang adat. Orang Kaya yang bertugas sebagai pembawa
acara memperdengarkan ungkapan-ungkapan yang berisi harapan-harapan. Bagian
selanjutnya memaparkan tata laksana Upacara Mangupa mulai dari Pembukaan hata
pangupa oleh Orang Kaya sampai kepada hata pangupa jawaban dari pengantin.
b. Pelaksanaan
1) Pembukaan oleh
Orang Kaya
Perangkat Pangupa
diletakkan oleh Orang Kaya di hadapan kedua pengantin. Di sebelah kiri dan
kanan perangkat pangupa diletakkan masing-masing satu piring pangupa lain yang
isinya adalah ikan dan daging ayam. Satu piring diletakkan di hadapan kelompok
kahanggi dan piring yang lain di hadapan anak boru. Orang Kaya membuka acara
dengan sambutan seperti berikut ini (Persadaan, 1993).
Jagit bo tulang
burangir on, jagit bo nantulang burangir sirara unduk sibontar adop-adop.
Sataon so ra buruk, sabulan so ra malos. Sumurdu burangirnami di hamu, di
hananaek ni mata ni ari on, anso manaek ma tua, hamomora, hahorasan dohot
hagabean di hamu na niadopkon ni pangupa on. Nadung lolot do on tarniat di
andora ni suhut sihabolonan. Jadi na palaluhon ma sadarion niat ni roha nadung
lolot tarsimpan di bagasan sitamunang ni morangkon. Hara ni godang ni roha i,
nipasu baga-baga on.
Jadi onpe patotor hamu
ma sanga songon dia na tumbuk mangihutkon partamana di bagasan adat i. Laho
paboahon sinta-sinta dohot haul ni roha adop Tuhanta Na Uli Basa i. Anso
denggan mardalan karejonta on, jana anso saut dohot tulus na niparsinta ni
rohanta i. Jadi sannari kehe ma tu suhut sihabolonan.
Artinya:
Terimalah Tulang
(mamak pengantin laki-laki) sirih ini, terimalah nantulang (isteri mamak, pengantin
laki-laki) sirih ini, sirih yang merah bagian belakang dan putih bagian depan.
Setahun tidak akan busuk, sebulan tidak akan layu. Kami persembahkan sirih kami
kepada kamu, ketika matahari mulai naik, agar naik pula tuah, derajad,
kesehatan dan kejayaan kepada kamu berdua yang sedang disajikan pangupa ini.
Sudah lama terniat bagi suhut sihabolonan (orang tua laki-laki dan
kahangginya). Jadi dilaksanakanlah hari ini niat yang sudah lama tersimpan di
dalam hati mora saya ini. Karena kami sangat berbahagia, maka dilaksanakanlah
upacara yang mengandung harapan ini.
Jadi dalam hal ini
sampaikanlah apa yang tepat menurut adat. Kemudian sampaikanlah angan-angan
kamu selama ini dan niat dalam hati kepada Tuhan kita, yang Mahakuasa dan Maha
Penyayang itu agar berjalan lancar acara kita ini dan terlaksana apa yang kita
inginkan. Sekarang giliran suhut sihabolanan menyampaikan hata pangupa.
Orang Kaya kemudian
melanjutkan Mangupa dengan mempersilakan berbagai pihak untuk menyampaikan hata
pangupa. Orang Kaya harus mendahulukan pihak ibu-ibu menyampaikan hata pangupa.
Kelompok ibu-ibu yang menyampaikan hata pangupa adalah suhut, kahanggi, anak
boru, dan pisang rahut.
2) Hata Pangupa dari
Suhut Sihabolanan, Kahanggi, Anak Boru, dan Pisang Rahut dari Pihak Ibu-ibu
Suhut Sihabolanan
(tuan rumah yang punya hajat) yang pertama menyampaikan hata pangupa adalah ibu
kandung pengantin laki-laki. Dia menguraikan maksud pertemuan adat ini dan
maksud pangupa agar semua yang hadir secara resmi mengetahui. Dia menyampaikan
hata pangupa penuh keharuan dan biasanya sambil menangis menangis karena
bahagia.
Kemudian giliran hata
pangupa kepada kahanggi, anak boru dan pisang rahut diberikan kepada kelompok
barisan atau kelompok ibu-ibu. Contoh isi hata pangupa dari kahanggi pihak
ibu-ibu biasanya sama dengan isi hata pangupa dari suhut (ibu pengantin
laki-laki) di atas.
3) Hata Pangupa dari
Suhut Sihabolanan, Kahanggi dan Anak Boru, dan Hatobangon dari Pihak
Bapak-Bapak
Giliran pertama dari
kelompok Bapak-Bapak adalah Suhut Sihabolonan, yaitu tuan rumah, dalam hal ini
ayah dari pengantin laki-laki.
Setelah itu, Orang
Kaya kemudian akan mempersilahkan kahanggi untuk memberikan hata pangupa. Isi
hata pangupa dari kahanggi umumnya sama dengan isi hata pangupa dari Suhut.
Setelah kahanggi memberikan hata pangupa, kemudian tiba giliran anak boru dan
hatobangon dari pihak bapak-bapak untuk memberikan hata pangupa, yang isinya
pada umumnya sama dengan isi hata pangupa dari anak boru pihak ibu-ibu yang
telah dipaparkan di bagian sebelumnya.
4) Hata Pangupa dari
Harajaon
Harajaon menyampaikan
hata pangupa setelah hatobangon menyampaikan hata pangupa. Kelompok Harajaon
ini terdiri dari Raja Tording Balok, Raja Pamusuk dan Raja Panusunan Bulung.
Hata Pangupa disampaikan oleh Raja Panasunan Bulung yang akan berbicara dengan
tegas untuk menyimpulkan hata pangupa yang telah disampaikan sebelumnya.
Persadaan Marga Harahap Dohot Boruna (1993) menyebutkan, Raja Panusunan Bulung
menyimpulkon songon tali, mambobok songon soban, sude hata pangupa yang artinya
Raja Panasunan menyimpulkan seperti tali, mengikat seperti kayu api semua kata
pangupa.
c. Penutup, Pengantin
Mencicipi Hidangan Pangupa dan Memberikan Hata Pangupa
Tahap berikutnya dari
acara Mangupa adalah kedua pengantin mencicipi hidangan pangupa itu. Ketika
mencicipi makanan atau hidangan pangupa tersebut, si pengantin harus memakan
telur yang ada mulai dari putih telur dan bagian kuning telurnya, setelah itu
dilanjutkan dengan mengambil sedikit garam dan nasi.
Akhir dari upacara
Mangupa ditutup dengan kata jawaban dari sepasang pengantin. Setelah kedua
pengantin mencicipi hidangan pangupa, mereka dipersilakan menyampaikan
kata-kata jawaban dari hata pangupa dari berbagai kalangan di atas. Isi jawaban
sambutan mereka umumnya adalah ucapan terima kasih kepada para hadirin yang
telah bersusah payah melaksanakan upacara adat yang sangat megah dan sakral
itu.
6. Doa atau Mantera
Doa atau mantera pada
upacara adat Mangupa Haroan Boru ini terletak pada bagian hata pangupa oleh
Raja Adat yang membacakan Surat Tumbaga Holing di atas.
7. Nilai-Nilai
Ada banyak nilai yang
terkandung di dalam upacara Mangupa. Selain fungsi paulak tondi tu badan
(memanggil tondi ke badan), upacara Mangupa juga memiliki fungsi nasehat, doa,
dan harapan. Setiap hata upa-upa yang disampaikan oleh fungsionaris masyarakat
adat pada saat pelaksanaan acara Mangupa Haroan Boru atau Patobang Anak berisi
nilai-nilai tersebut. Berikut ini adalah pemaparan setiap nilai dari upacara
Mangupa.
a. Nilai Kerukunan
Berumah Tangga
Nilai menjaga
kerukunan berumah tangga dikandung oleh nasihat-nasihat yang terkandung di
dalam hata pangupa. Petikan nasihat yang menekankan pentingnya menjaga
kerukunan berumah tangga tercermin juga pada pembacaan Surat Tumbaga Holing
yang dibacakan oleh Raja Adat.
b. Nilai Spiritual
Harapan dan doa agar
kedua pengantin mendapatkan rumah tangga yang langgeng dan memperoleh keturunan
anak yang baik-baik. Fungsionaris adat juga mengharapkan dan mendoakan agar
rumah tangga yang akan dibina oleh kedua pengantin selalu diberkahi oleh Tuhan.
Kesatuan unsur harapan dan doa merupakan fungsi penting dalam pelaksanaan
upacara Mangupa ini.
c. Nilai Sosial
Petuah dan nasihat itu
umumnya merupakan petunjuk hidup bermasyarakat. Elfitriana Kaspy Lubis (1988)
membuat contohnya seperti di bawah ini.
Pature na di ruar ni
bagas/Malo mamasukkon diri tu koum kahanggi/Angkon diramban halak dohot/Tale,
anso manjagit na denggan iba//Tarpayak di bulung ujung/Di anduri na marbingke
maldo/Tardok pangalaho madung marujung/On pe mulai sian sonnari malo hamu
marpangalaho//Horbo saeto tanduk/Boti mangasa gogo/Malo hamu marbisuk/Songon i
marpangalaho//
Artinya lebih kurang
adalah sebagai berikut.
Bina
masyarakatmu/pandai memasukkan diri dengan seluruh keluarga/Selalu berbuat baik
kepada orang/agar kita selalu menerima kebaikan//Terletak di daun ujung/Di atas
tampi berbingkai rotan/Setiap tingkah laku sudah berujung/Sejak saat ini
hati-hati kamu berperilaku//Kerbau bertanduk sehasta/Bahkan bertenaga kuat/
Kamu mesti berbaik budi/Begitu juga berperilaku.
Upacara adat Mangupa,
berdasarkan hasil penelitian Bahril Hidayat (2004), juga memiliki dampak atau
pengaruh penting bagi kematangan psikologis pada pasangan pernikahan atau
pengantin.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tradisi upacara adat Mangupa yang diberikan kepada pasangan
pernikahan pemula Tapanuli Selatan memiliki pengaruh dalam memotivasi mereka
agar menjadi pribadi yang matang dan mampu bersosialisasi dengan baik di
masyarakat. Kematangan tersebut merupakan potensi psikologis yang dibutuhkan
untuk mencapai keberhasilan menjalin hubungan baik dengan orang lain.
8. Pantangan dan
Larangan
1.
Unsur Dalihan na Tolu
tidak terpenuhi atau tidak hadir dalam acara adat Mangupa.
2.
Tidak ada Harajaon
yang hadir dalam upacara Mangupa.
3.
Upacara Mangupa
sebaiknya tidak dilaksanakan setelah tengah hari (setelah jam 1 siang).
4.
Bahan atau hewan
penting pangupa tidak terpenuhi. Untuk melaksanakan Mangupa, minimal bahan
dasar sebutir telur yang direbus harus dipenuhi. Jika tidak ada telur rebus
tersebut di antara bahan makanan lainnya (perangkat pangupa), maka Mangupa
tidak boleh dilaksanakan.
Sumber: Tribunnews.com