Lawan Politik Jokowi Gagal Menggoreng Isu Rohingya, Geruduk Kedutaan Myanmar Sepi Bandar
Sunday 3 September 2017
Edit
Darirakyat.com -- Sejumlah elemen masyarakat
menyangkan aksi pembantaian yang terjadi pada etnis Rohingya, maka munculah
berbagai reaksi di Indonesia. Sebut saja aksi yang digagas oleh pembela
kemanusiaan yang tergabung dalam Masyarakat Profesional Bagi Kemanusiaan Rohingya,
menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar untuk Indonesia di Jalan H
Agus Salim, Jakarta Pusat.
Kelompok
masyarakat ini mengakui bahwa mereka tergabung dalam Masyarakat Profesional
bagi Kemanusiaan Rohingya. Nah, mendengar hal ini saya tentunya kaget sebab
seharusnya namanya harusnya “Akasi Bela Islam” atau aksi dengan menggunakan
angka-angka canntik.
Namun
kali ini yang menggelar unjuk rasa depan Kedutaan Besar Myanmar justru
menamakan mereka sebagai kalangan profesional. Peserta aksi ini juga sempat
bersitegang dengan pihak kepolisian karena berusaha menempelkan kertas berisi
tuntutan aksi di dinding kedutaan besar. Sebagaimana yang dirilis oleh
Tempo.co.id (Sabtu, 2 September 2017) bahwa aksi pada hari ini
berlangsung damai walaupun sempat ada gesekan.
Namun
ada yang unik yang patut di soroti pula, yaitu kasus kemanusiaan di Myanmar
kalah heboh dengan kasus Ahok, jika dibandingkan dari jumlah massa maka
peserta aksi 212 datang dari berbagai daerah di luar Jakarta sehingga
Jakarta jelas menjadi ibu kota yang dipenuhi oleh jutaan massa.
Bukan
hanya kaum pria tetapi kaum wanita bahkan anak-anak terlihat dalam aksi 212,
sebut saja Farah Zakia mengaku datang dari Bogor, Jawa Barat, bersama 300
perempuan lainnya yang tergabung dalam kelompok ‘Mujahidah Bogor’.
Nah,
bahkan peserta aksi 212 sudah menginap sehari sebelum aksi berlangsung, mereka
menginap di berbagai Masjid di Jakarta bahkan sampai di Masjid Al Falah,
Petamburan.
Mereka
juga rela menginap di DPR jika tuntutan mereka (agar Ahok mundur dari jabatan
sebagai gubernur DKI Jakarta) tidak dikabulkan. Hal-hal inilah yang saya lihat
tidak ada dalam aksi kemanusiaan di Kedubes Myamar untuk Indonesia.
Apakah
tidak ada campur tangan tokoh politik dalam aksi ini, sehingga menyebabkan
massa aksi sedikit? Jawabannya tidak juga, sebab terlihat jelas bahwa sejumlah
tokoh hadir pada aksi itu. Seperti politikus Golkar Fahmi Idris dan politikus
PAN Teguh Juwarno. Ada pula Andi Sinulingga dari Golkar sebagai koordinator,
lalu mengapa aksi ini begitu sepi?
Apakah
warga Indonesia tidak terlalu pusing dengan protes terhadap bencana kemanusiaan
yang telah terjadi di Myanmar? Jawabannya tidak juga sebab yang kita takutkan
adalah ada pihak yang sengaja membawa api di Myanmar untuk membakar kemarahan
kaum bani sumbu pendek.
Masih
ingatkah kalian dengan sederetan aksi anka cantik yang berjilid-jilid itu, aksi
tersebut sebagaimana kita ketahui sebelumnya, Ketuanya adalah Bachtiar Nasir
mengakui menyumbang dana sekitar Rp 3 miliar untuk aksi bela islam.
Dana
tersebut diklaim Bachtiar berasal dari sumbangan yang diberikan melalui Yayasan
Keadilan Untuk Semua. Nah, sampai saat ini kita tak tahu siapa saja yang
menyumbang uang sebesar itu, ya tentu patut kita duga bahwa bandar yang masih
tersembunyi adalah orang-orang yang berkepentingan secara politik.
Mengapa
demo aksi Rohingya ini tak ditangani oleh si bandar? Ya jawbannya adalah karena
tak ada kepenntingan apa-apa sehingga buat apa ia mesti rela membuang uang
sebesar itu untuk menghimpun kekuatan sebesar aksi berjilid-jilid itu.
Lihat
saja bagaimana ketika ketika aksi “bela ulama atau hentikan kriminalisasi
ulama” yang intinya menutut agar Rizieq dan komplotannya itu dibebaskan dari
segala persoalan hukum, namun aksi tersebut krisis simpati, sebab sudah tak ada
kepentingan si bandar lagi, Ahok sudah berhasil dirobohkan dengan isu-isu
sampah buat apa ia mesti repot-repot lagi.
Begitulah jika kasus kemanusiaan
tak punya efek pada kepentingan maka tak akan ada istilah perjudian seperti ada
yang namanya bandar dan kawan-kawan, tampaknya lawan politik Jokowi ingin mendramatisir persoalan
ini namun karena respon pemerintah jelas maka tak perlu lagi bandar repot-repot
toh masyarakat paham akan posisi kita yang tunduk dan patuh pada aturan main
dunia Internasional.
Hal ini juga menandakan
bahwa lawan politik Joko Widodo telah gagal dalam menggoreng isu kemanusiaan
ini menjadi sebuah isu politik segar guna menambah renntetan label “anti Islam”
terhadap sang Presiden. (seword.com)