Ibu Bayi Debora: Sungguh Jahat dan Kejam, Nyawa Anak Saya hanya Selembar Kertas Administrasi, Simak…!!!


Darirakyat.com - Henny dan Rudianto tengah dirundung duka mendalam. Mereka baru saja kehilangan bayinya yang bernama Debora, karena kesulitan membayar adminitrasi pelayanan di rumah sakit.

Warta Kota mencoba menyambangi kediamannya di Jalan Husen Sastranegara, Gang H Jaung RT 02/01 Kampung Baru, Kecamatan Benda, Tangerang, Banten. Pasangan suami istri ini tinggal di rumah berukuran kecil yang hanya mempunyai tiga ruangan.



Mereka hanya mengontrak di rumah tersebut. Sepeda motor butut Rudianto terpakir di depan tempat tinggalnya itu.

Henny yang mengenakan daster berwarna cokelat muda, masih tampak murung di ruang tamu.

Ia memegangi pakaian Debora dan menceritakan kepiluannya yang mendalam.

"Anak saya ini memang lahir prematur, ada masalah sama jantungnya. Sudah berobat dan perlahan-lahan keadaannya membaik," ujar Henny saat ditemui Warta Kota di kediamannya, Sabtu (9/9/2017).

Debora yang berusia empat bulan, tiba-tiba mengalami sakit pada Minggu (3/9/2017) dini hari.

Orangtuanya pun panik dan membawanya ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.
"Kami sudah kepanikan, dan langsung bawa ke rumah sakit. Debora batuk pilek dan sesak napas," ungkapnya.

Pihak rumah sakit langsung melakukan pelayanan. Bayi berusia empat bulan itu segera mendapatkan penanganan di IGD.

Namun, kondisi Debora semakin melemah.

Dokter di rumah sakit tersebut menyarankan agar bayi ini harus dibawa ke ruang PICU.

"Anaknya ini katanya keadaannya makin parah. Banyak dahak dan dilakukan penyedotan. Ruangannya juga di situ dingin, kondisi tubuhnya tidak kuat, makanya harus dibawa ke Ruang PICU," jelas Henny.

Namun sayangnya pasangan suami istri ini mengalami kendala. Mereka kesulitan membayar administrasi.

"Saya enggak punya cukup uang untuk membayarnya. Sudah kekurangan uang, tapi diminta lagi harus bayar lab," paparnya sedih.

Kedua pasangan ini hanya mampu mengeluarkan uang semaksimal mungkin sebesar Rp 6 juta sebagai uang muka.

Rumah sakit setempat meminta uang DP sebesar Rp 19 juta.

"Saya kemudian isi pulsa Rp 200 ribu untuk telepon saudara dan teman-teman. Meminjam ke sana ke sini, tapi uangnya tetap enggak cukup," imbuh Henny, haru.

Waktu pun terus berjalan, dan pihak dokter mengabarkan bahwa bayi Debora sudah meninggal dunia.

"Saya teriak, anak saya kedinginan dan tubuhnya putih pucat. Di situ saya menjerit, benar-benar jahat dan kejam ini. Nyawa anak saya hanya selembar kertas administrasi itu."

"Pihak rumah sakit hanya mengucapkan turut berduka cita tanpa memberikan keterangan penyebab kematiannya," papar Henny. 

Kisah pilu meninggalnya bayi berumur empat bulan meninggal setelah orang tuanya tidak mampu membayar uang muka untuk perawatan di ICU khusus anak menimbulkan gelombang kemarahan.

Cerita menyedihkan ini dibagikan di akun Facebook Birgaldo Sinaga, Jumat (8/9/2017) kemarin.

Birgaldo menceritakan, Minggu (9/9/2017) dini hari, pasangan suami istri Rudianto Simanjorang-Henny Silalahi panik dan membawa anaknya yang berusia 4 bulan, Debora, ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres.

"Sesampai di rumah sakit sekitar pukul 03.40 Wib, Debora langsung di bawa ke IGD. Ada dokter jaga di sana. Dokter Iren. Tindakan pertolongan pertama diberikan. Bayi Debora di cek suhu tubuhnya. Lalu diberikan penguapan untuk mengencerkan dahaknya. Sambil dilakukan pemeriksaan, ayah Debora Rudianto diminta mengurus administrasi pasien," tulis Birgaldo.

Pukul 04.10 WIB, kedua orang tua Debora yang lahir prematur itu dipanggil dokter Iren. Hasil diagnosa dokter Iren mengatakan si bayi Debora harus segera dibawa ke ruang PICU.
Kondisinya memburuk. Pasien harus dimasukkan segera ke ruang PICU untuk memberikan pertolongan maksimal. Kedua orang tuanya mengangguk cemas. Dokter Iren menyarankan segera mengurus ke bagian administrasi.

Petugas administrasi menyatakan keluarga Debora harus membayar uang muka sebesar Rp19.800.000.

Rudianto mengatakan dirinya adalah peserta BPJS dan meminta agar anaknya diselamatkan terlebih dahulu dan segera dimasukkan ke PICU. Namun ternyata RS Mitra Keluarga belum bekerjasama dengan BPJS.

Rudianto pun mengambil uangnya. Namun, sayang uang Rp5 juta yang ia punya tidak diterima.

Rumah sakit kukuh meminta uang muka sebanyak Rp19.800.000.

Sementara Debora masih terus ditempatkan di ruang IGD tanpa inkubator, kedua orang tuanya berusaha mencari rumah sakit lain.

Pukul 09.00 WIB, dokter Irfan menemui kedua orang tua Debora. Dokter pengganti dokter Iren ini memberi penjelasan kondisi bayi Iren. 

Kedua orang tua Debora sudah tidak bisa lagi mencerna apa penjelasan dokter Irfan. Yang mereka tahu bayi Debora harus dibawa ke ruang PICU agar bisa diselamatkan.

Pukul 10.00 WIB, tak lama setelah dokter Irfan berkoordinasi dengan dokter di RS Koja yang bekerjasama dengan BPJS, perawat memanggil kedua orang tua Debora.





Mereka mengabarkan kondisi bayi Debora memburuk. Mereka memberikan tindakan CPR karena jantung bayi Debora berhenti. Bu Henny memegang tangan anaknya. Dingin sekali. Kedua mata bayi Debora hanya nampak putihnya. Nyawa Debora sudah tidak bisa diselamatkan.

Birgaldo mengatakan, petugas administrasi RS Mitra Keluarga mengaku belum bekerja sama dengan BPJS meskipun selama ini sudah disosialisasikan ke publik bahwa RS Mitra Keluarga bahwa pada Bulan September 2017 sudah ikut BPJS.

Birgaldo yang mengaku sebelumnya tidak mengenal orang tua Deborah tak kuasa menahan tangis saat diajak ziarah ke makam bocah tak berdosa itu di TPU Tegal Alur.

"Kehilangan orang tua itu sangat menyedihkan. Tapi duka kita bisa cepat pulih karena kita masih punya masa depan. Ada anak kita. Anak kita masa depan yang bisa bisa kita lihat."
"Tapi bagaimana ketika kita kehilangan anak? Masa depan apa yang hendak kita rancang? Apalagi kalau kematiannya karena kejam dan sadisnya rumah sakit yang memaksa uang muka baru dilayani?" tulisnya.

Kisah yang dibagikan di Facebook ini mendapat respon luas dari netizen.

Zaldi Almasy: Sudah ada dasar hukumnya, UU no.36 th 2009 tentang Kesehatan :

"Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak 200.000.000(dua ratus juta rupiah)..."

Harus ditindak!

Jeani Butarbtr: Depkes mana depkes..., tolong dicabut ijin praktek dokter yg melarang pasien masuk picu hanya krna kekurangan dana DP!!! Apa sekarang RS Mitra lbh pentingkan uang drpd pertolongan ????? Seandainya dokter itu ijinkan, toh ortu sianak akan berusaha cari uang utk menebus biaya pengobatan anaknya. Pdhl, mrka sudah diambil sumpah profesi agar mengutamakan pertolongan medis drpd materi thdp pasien. Cb cek dulu isi sumpah dokter itu gimn ,to.... 

Terlalu komersil sekali itu RS. Mitra Keluarga. Apa salahnya ditindaklanjut ke PICU......, ini gak dilakukan

Lasmaida Sidabutar: Padahal mereka pampangin logo BPJS LHO. Saya masyarakat kalideres yang tinggal persis di belakang Rs Mitra keluarga juga kurang suka dengan Rs tsb. Semasa progress pembangunan sdh 2x kena segel pak Ahok. Sampai berdiri. Setelah berdiri megah masyarakat sekitar juga complain masalah tali air. Sebab saluran yang mereka sediakan kecil sekali dan tidak mampu menampung air ke kali sehingga selalu banjir ke jalan raya. Namun sepertinya Rt/Rw kp bulak teko, kalideres dan mendapat dana vitamin Rs sehingga complain kita nggak di gubris dah. (medan.tribunnews.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel