Ibu Bayi Debora: Sungguh Jahat dan Kejam, Nyawa Anak Saya hanya Selembar Kertas Administrasi, Simak…!!!
Saturday 9 September 2017
Edit
Darirakyat.com - Henny dan Rudianto tengah dirundung duka mendalam. Mereka
baru saja kehilangan bayinya yang bernama Debora, karena kesulitan membayar
adminitrasi pelayanan di rumah sakit.
Warta Kota mencoba menyambangi kediamannya di
Jalan Husen Sastranegara, Gang H Jaung RT 02/01 Kampung Baru, Kecamatan Benda,
Tangerang, Banten. Pasangan suami istri ini tinggal di rumah berukuran kecil
yang hanya mempunyai tiga ruangan.
Mereka hanya mengontrak di
rumah tersebut. Sepeda motor butut Rudianto terpakir di depan tempat tinggalnya
itu.
Henny
yang mengenakan daster berwarna cokelat muda, masih tampak murung di ruang
tamu.
Ia
memegangi pakaian Debora dan menceritakan kepiluannya yang mendalam.
"Anak
saya ini memang lahir prematur, ada masalah sama jantungnya. Sudah berobat dan
perlahan-lahan keadaannya membaik," ujar Henny saat ditemui Warta Kota di
kediamannya, Sabtu (9/9/2017).
Debora
yang berusia empat bulan, tiba-tiba mengalami sakit pada Minggu (3/9/2017) dini
hari.
Orangtuanya
pun panik dan membawanya ke RS Mitra Keluarga, Kalideres, Jakarta Barat.
"Kami
sudah kepanikan, dan langsung bawa ke rumah sakit. Debora batuk pilek dan sesak
napas," ungkapnya.
Pihak
rumah sakit langsung melakukan pelayanan. Bayi berusia empat bulan itu segera
mendapatkan penanganan di IGD.
Namun,
kondisi Debora semakin melemah.
Dokter
di rumah sakit tersebut menyarankan agar bayi ini harus dibawa ke ruang PICU.
"Anaknya
ini katanya keadaannya makin parah. Banyak dahak dan dilakukan penyedotan.
Ruangannya juga di situ dingin, kondisi tubuhnya tidak kuat, makanya harus
dibawa ke Ruang PICU," jelas Henny.
Namun
sayangnya pasangan suami istri ini mengalami kendala. Mereka kesulitan membayar
administrasi.
"Saya
enggak punya cukup uang untuk membayarnya. Sudah kekurangan uang, tapi diminta
lagi harus bayar lab," paparnya sedih.
Kedua
pasangan ini hanya mampu mengeluarkan uang semaksimal mungkin sebesar Rp 6 juta
sebagai uang muka.
Rumah
sakit setempat meminta uang DP sebesar Rp 19 juta.
"Saya
kemudian isi pulsa Rp 200 ribu untuk telepon saudara dan teman-teman. Meminjam
ke sana ke sini, tapi uangnya tetap enggak cukup," imbuh Henny, haru.
Waktu
pun terus berjalan, dan pihak dokter mengabarkan bahwa bayi Debora sudah
meninggal dunia.
"Saya
teriak, anak saya kedinginan dan tubuhnya putih pucat. Di situ saya menjerit,
benar-benar jahat dan kejam ini. Nyawa anak saya hanya selembar kertas
administrasi itu."
"Pihak
rumah sakit hanya mengucapkan turut berduka cita tanpa memberikan keterangan
penyebab kematiannya," papar Henny.
Kisah
pilu meninggalnya bayi berumur empat bulan meninggal setelah orang tuanya tidak
mampu membayar uang muka untuk perawatan di ICU khusus anak menimbulkan
gelombang kemarahan.
Cerita
menyedihkan ini dibagikan di akun Facebook Birgaldo Sinaga, Jumat (8/9/2017)
kemarin.
Birgaldo
menceritakan, Minggu (9/9/2017) dini hari, pasangan suami istri Rudianto
Simanjorang-Henny Silalahi panik dan membawa anaknya yang berusia 4 bulan,
Debora, ke Rumah Sakit Mitra Keluarga, Kalideres.
"Sesampai
di rumah sakit sekitar pukul 03.40 Wib, Debora langsung di bawa ke IGD. Ada
dokter jaga di sana. Dokter Iren. Tindakan pertolongan pertama diberikan. Bayi
Debora di cek suhu tubuhnya. Lalu diberikan penguapan untuk mengencerkan
dahaknya. Sambil dilakukan pemeriksaan, ayah Debora Rudianto diminta mengurus
administrasi pasien," tulis Birgaldo.
Pukul
04.10 WIB, kedua orang tua Debora yang lahir prematur itu dipanggil dokter
Iren. Hasil diagnosa dokter Iren mengatakan si bayi Debora harus segera dibawa
ke ruang PICU.
Kondisinya
memburuk. Pasien harus dimasukkan segera ke ruang PICU untuk memberikan
pertolongan maksimal. Kedua orang tuanya mengangguk cemas. Dokter Iren
menyarankan segera mengurus ke bagian administrasi.
Petugas
administrasi menyatakan keluarga Debora harus membayar uang muka sebesar
Rp19.800.000.
Rudianto
mengatakan dirinya adalah peserta BPJS dan meminta agar anaknya diselamatkan
terlebih dahulu dan segera dimasukkan ke PICU. Namun ternyata RS Mitra Keluarga
belum bekerjasama dengan BPJS.
Rudianto
pun mengambil uangnya. Namun, sayang uang Rp5 juta yang ia punya tidak
diterima.
Rumah
sakit kukuh meminta uang muka sebanyak Rp19.800.000.
Sementara
Debora masih terus ditempatkan di ruang IGD tanpa inkubator, kedua orang tuanya
berusaha mencari rumah sakit lain.
Pukul
09.00 WIB, dokter Irfan menemui kedua orang tua Debora. Dokter pengganti dokter
Iren ini memberi penjelasan kondisi bayi Iren.
Kedua
orang tua Debora sudah tidak bisa lagi mencerna apa penjelasan dokter Irfan.
Yang mereka tahu bayi Debora harus dibawa ke ruang PICU agar bisa diselamatkan.
Pukul
10.00 WIB, tak lama setelah dokter Irfan berkoordinasi dengan dokter di RS Koja
yang bekerjasama dengan BPJS, perawat memanggil kedua orang tua Debora.
Mereka mengabarkan kondisi bayi Debora memburuk. Mereka
memberikan tindakan CPR karena jantung bayi Debora berhenti. Bu Henny memegang
tangan anaknya. Dingin sekali. Kedua mata bayi Debora hanya nampak putihnya.
Nyawa Debora sudah tidak bisa diselamatkan.
Birgaldo mengatakan, petugas administrasi RS Mitra Keluarga
mengaku belum bekerja sama dengan BPJS meskipun selama ini sudah
disosialisasikan ke publik bahwa RS Mitra Keluarga bahwa pada Bulan September
2017 sudah ikut BPJS.
Birgaldo yang mengaku sebelumnya tidak mengenal orang tua
Deborah tak kuasa menahan tangis saat diajak ziarah ke makam bocah tak berdosa
itu di TPU Tegal Alur.
"Kehilangan orang tua itu sangat menyedihkan. Tapi duka
kita bisa cepat pulih karena kita masih punya masa depan. Ada anak kita. Anak
kita masa depan yang bisa bisa kita lihat."
"Tapi bagaimana ketika kita kehilangan anak? Masa depan apa
yang hendak kita rancang? Apalagi kalau kematiannya karena kejam dan sadisnya
rumah sakit yang memaksa uang muka baru dilayani?" tulisnya.
Kisah yang dibagikan di Facebook ini mendapat respon luas dari
netizen.
Zaldi Almasy: Sudah ada dasar hukumnya, UU no.36 th
2009 tentang Kesehatan :
"Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik
atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak
memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat
sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (2) atau pasal 85 ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
200.000.000(dua ratus juta rupiah)..."
Harus ditindak!
Jeani Butarbtr: Depkes
mana depkes..., tolong dicabut ijin praktek dokter yg melarang pasien masuk
picu hanya krna kekurangan dana DP!!! Apa sekarang RS Mitra lbh pentingkan uang
drpd pertolongan ????? Seandainya dokter itu ijinkan, toh ortu sianak akan
berusaha cari uang utk menebus biaya pengobatan anaknya. Pdhl, mrka sudah
diambil sumpah profesi agar mengutamakan pertolongan medis drpd materi thdp
pasien. Cb cek dulu isi sumpah dokter itu gimn ,to....
Terlalu komersil
sekali itu RS. Mitra Keluarga. Apa salahnya ditindaklanjut ke PICU......, ini
gak dilakukan
Lasmaida Sidabutar: Padahal
mereka pampangin logo BPJS LHO. Saya masyarakat kalideres yang tinggal persis
di belakang Rs Mitra keluarga juga kurang suka dengan Rs tsb. Semasa progress
pembangunan sdh 2x kena segel pak Ahok. Sampai berdiri. Setelah berdiri megah
masyarakat sekitar juga complain masalah tali air. Sebab saluran yang mereka
sediakan kecil sekali dan tidak mampu menampung air ke kali sehingga selalu
banjir ke jalan raya. Namun sepertinya Rt/Rw kp bulak teko, kalideres dan
mendapat dana vitamin Rs sehingga complain kita nggak di gubris dah. (medan.tribunnews.com)