SERIGALA BERBULU DOMBA: ANCAMAN RADIKALISME BERBAJU AGAMA
Sunday 2 July 2017
Edit
Darirakyat.com -- Sajak Taufik Ismail yang ditulis tahun 2000 dengan judul
“Demokrasi Kebun Binatang” cukup menggelitik. Sajak itu ditulis sebagai
ekspresi penolakannya terhadap ide pencabutan Tap MPRS No.XXV tahun 1966
tentang pembubaran PKI dan pelarangan paham komunisme, Leninisme dan Marxisme.
Sajak
demokrasi kebun binatang itu bercerita tentang pemaksaan serigala untuk
dimasukkan dalam kandang yang sama dengan kambing, domba, sapi dan hewan
herbivora pemakan tumbuhan lainnya. Dengan alasan hak asasi dan demokrasi
hewan, serigala memaksa agar kepala kebun binatang menempatkannya sekandang
dengan hewan yang lain.
“Ini
hak asasi dan demokrasi. Kita sama-sama hewan. Punya hak hidup yang sama di
kandang demokrasi hewan”. Begitu kira-kira pembelaan serigala kepada kepala
kebun binatang.
Berbekal
logika demokrasi dan hak asasi itu, kepala kebun binatang mencoba memasukkan
serigala ke kandang hewan. Spontan para domba dan kambing protes keras. “Pak
Kepala, dulu kakek dari serigala ini pernah sekandang dengan kami. Hasilnya
kakek-nenek kami dimakan habis serigala.” Merasa protes domba dan kambing
kurang didengar, sapi dan rusa juga turut bersuara lantang: “Mana bisa
hewan-hewan ramah pemakan tanaman seperti kami disatukan dengan hewan pemangsa
pemakan daging yang buas? Nantinya kami yang akan dimangsa serigala liar ini.”
*INDONESIA
ADALAH “KANDANG” HEWAN PEMAKAN TUMBUHAN YANG RAMAH*
Ibarat
kandang hewan, Indonesia adalah tempat bernaung hewan-hewan pemakan tumbuhan
yang ramah. Ada domba, kambing, rusa dan kijang yang ukuran tubuhnya serupa.
Ada pula sapi yang sangat besar dan ada kelinci yang paling kecil. Tapi ke enam
hewan itu serupa sifatnya. Pemakan tumbuhan yang jinak. Bukan hewan pemangsa
pemakan daging yang liar, buas dan kejam.
Sejak
dulu kehidupan bermasyarakat di Indonesia rukun dan aman. Enam agama yang
diakui pemerintah telah hidup berbaur dan saling ber-akulturasi dengan rukun
dan serasi. Pertentangan dan kesalahpahaman terkadang muncul tapi segera
teratasi. Tidak pernah terjadi konflik berarti apalagi saling memangsa dan
membasmi.
Keharmonisan
dan kedamaian nusantara pernah digoncang dengan munculnya serigala komunisme.
Tapi “serigala” itu sudah dikubur lebih dari setengah abad yang lalu.
Pancasila, sang penjaga “kandang” nusantara ini terbukti lebih sakti dari
lolongan serigala fasis.
*RADIKALISME
DAN TERORISME LEBIH BERBAHAYA DARI SERIGALA KOMUNISME*
Komunisme
sudah lama mati. Lima puluh satu tahun terkubur menyebabkan bangkainya pun
telah lebur tak bisa ditelusur.
Tapi
ancaman terhadap “hewan-hewan jinak” di “kandang Indonesia” yang nyaman ini
muncul lagi. Kali ini segerombolan serigala buas yang lebih kejam muncul.
Serigala padang pasir.
Serigala
ini lebih cerdik, culas, dan sangat buas dibanding serigala lima puluh tahun
lalu. Ahli kamuflase. Serigala dengan bulu domba. Agar dapat diterima di
“kandang hewan” yang ramah, serigala memakai “bulu domba” dengan identitas
agama. Lebih tepatnya analogi ini bukan serigala berbulu domba, tapi “berbulu
sapi”. Karena sapi lah hewan terbesar dari ke enam hewan itu.
Hebatnya,
gerombolan serigala padang pasir “berbulu sapi” ini mencoba menakuti domba,
kambing, rusa, kijang, kelinci dan sapi dengan ancaman bangkitnya hantu
serigala yang sudah lima puluh tahun terkubur. Sifat paranoid
terhadap peristiwa 30 September 1965 dimanfaatkan “serigala berbulu sapi” untuk
menyamarkan kehadirannya yang nyata.
Sebenarnya,
“hantu berbulu sapi” terorisme dan radikalisme ini telah lama lalu-lalang
disekitar kita. Ledakan bom di candi Borobudur, 21 Januari 1985 boleh dianggap
serangan pertama dengan motif jihad khas serigala berbulu sapi.
Setelah
itu lima belas tahun kemudian di tahun 2000 terjadi serangkaian
pengeboman. Kedubes Filipina, Kedubes Malaysia dan kantor Bursa Efek Jakarta di
bom pada pertengahan tahun. Puncaknya bom malam Natal 24 Desember 2000 di
Jakarta, Bekasi, Sukabumi, Mataram, Pematang Siantar, Medan, Batam dan
Pekanbaru. Ratusan orang korban dalam rangkaian bom tahun 2000.
Tahun
2001 terjadi rentetan ledakan bom: bom gereja Katolik Santa Ana dan gereja HKBP
Kalimalang Jakarta yang menelan lima nyawa. Disusul bom di Gereja Bethel
Tabernakel Alfa Omega Semarang. Lalu bom di Mall Atrium Senen, lalu bom di
restoran cepat saji KFC Makassar ditutup dengan bom di Australian International
School (AIS).
Tahun
2002 ditandai dengan Bom Bali 1 pada malam 12 Oktober di Legian, Kuta dan Renon
Denpasar, Bali. 202 nyawa melayang dalam tragedi itu.
Tahun
2003 terjadi lagi serangkaian ledakan bom di Mabes Polri, bandara
Soekarno-Hatta dan di hotel JW Mariott Mega Kuningan. Puluhan nyawa melayang.
Tahun
2004 bom meledak di Palopo- Sulawesi Selatan, lalu di gereja Immanuel Palu dan
di Tentena Sulawesi Tengah. Lagi-lagi puluhan nyawa tak berdosa melayang.
Tahun
2005 ditandai dengan bom Bali 2 di Kuta yang menewaskan 22 orang. Disusul bom
meledak di pasar, Palu Sulawesi Tengah.
Tahun
2006 empat ledakan bom kali terjadi di beberapa tempat Poso.
Tiga
tahun berikutnya 2009 terjadi teror bom di hotel Ritz Carlton dan JW Marriot
Kuningan. 9 korban tewas.
Tahun
2011 ditandai dengan 3 teror bom. Kali ini Masjid Mapolresta Cirebon jadi
sasaran. Lalu aksi bom di gereja Christ Cathedral Tangerang yang bisa
digagalkan. Menyusul bom bunuh diri di gereja GBIS Kepunten, Solo.
Tiga
tahun kemudian di 2015 pemukiman padat penduduk kawasan Tanah Abang Jakarta.
Menyusul bom meledak di di Mall Alam Sutera pada bulan Juli dan Oktober 2015.
Lalu bom meledak lagi di Duren Sawit, Jakarta Timur.
Tahun
2016 teror bom dari gerombolan serigala berbulu sapi terulang lagi. 14 Januari
bom meledak di Starbucks Sarinah, Jl. Thamrin Jakarta. Aksi pemboman oleh
teroris yang menjadi viral di media sosial ini menewaskan 8 orang. Teror
bom terjadi lagi di Mapolresta Surakarta. Disusul teror bom bunuh diri yang
gagal meledak di gereja Katolik Santo Yosep Medan. Lalu ditutup dengan pelemparan
bom molotov saat jemaat sedang beribadah di gereja Oikumene, Samarinda. Satu
balita tewas dan 3 balita lainnya terluka.
Untunglah
kinerja polisi meningkat pesat. Di tahun 2016 Polri menangani 170 kasus
terorisme dan berhasil menggagalkan serangkaian rencana peledakan bom oleh
teroris.
*SERIGALA
YANG LIHAI ATAU KAMBING DOMBA SAPI YANG NAIF?*
Memakai
ilustrasi serigala dan hewan-nya Taufik Ismail, apakah serigala pemangsa itu
terlalu lihai? Ataukah hewan-hewan jinak itu yang naif dan mudah dibodohi?
Hantu
serigala komunisme yang telah lama mati, tidak ada lagi tanda-tanda kebangkitan
apalagi kehidupan, dibuat menjadi momok menakutkan seolah siap menerkam kapan
saja.
Padahal
serigala padang pasir berbulu sapi dalam bentuk terorisme dan radikalisme telah
mencabik-cabik dan siap menerkam dengan ganas.
Tidak
heran ada orang yang “geregetan” dan berkomentar: _”I still can’t believe
that this kind of stupidity exist”._Saya masih tidak percaya bahwa kebodohan
seburuk ini tetap ada.
Ya,
kita lah yang bodoh, bahkan dungu, kalau menganggap segerombolan serigala buas
bisa hidup sekandang dengan domba kambing dan sapi.
Saya
tidak percaya orang Indonesia sedungu itu. Anda juga tidak percaya bukan?
Oleh: Yerry Tawalujan (suarakristen.com)