Buni Yani: Pertmuan Presiden dan GNPF Menandai dimulainya Rekonsiliasi dan Semua Kiriminalisasi Termasuk Kasus Saya Dihentikan.
Sunday 25 June 2017
Edit
Darirakyat.com -- Terdakwa
kasus pelanggaran Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Buni
Yani berharap kasusnya dihentikan.
Kemarin
Buni Yani menyempatkan berorasi di hadapan massa pendukung, yang tergabung
dalam Aliansi Pergerakan Islam (API) Jawa Barat di depan PN.
"Terima kasih kepada rekan-rekan yang telah melawan
kezaliman, kita akan selalu mengawal NKRI untuk menuntut keadilan
setegak-tegaknya," ujar Buni Yani.
Dalam persidangan, Buni Yani didampingi 29 penasihat hukum.
Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim M Sapto dengan hakim anggota yaitu M
Razzad dan Tardi.
JPU Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Andi Muh Taufik yang
membacakan surat dakwaan menyebut Buni Yani telah mengubah video pidato Ahok
saat kunjungan ke Kepulauan Seribu yang dipublikasikan oleh Dinas Komunikasi,
Informasi, Statistik (Diskominfomas) Provinsi DKI Jakarta.
"Terdakwa
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah,
menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu lnformasi elektronik dan/atau dokumen elektronik milik
orang Iain atau milik publik," ujar Andi.
Andi mengatakan, pada tanggal 27 September 2016, Ahok selaku
Gubernur DKI Jakarta mengadakan kunjungan kerja di Tempat Pelelangan lkan (TPI)
Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Dalam pidatonya Ahok menyinggung soal Surat Al
Maidah ayat 51.
"Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati
kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan dibohongi pakai surat Al-Maidah
51, macam-macam itu hak bapak ibu yah. Jadi kalau bapak ibu perasaan enggak
bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka karena dibodohin gitu ya enggak
apa-apa, karena ini kan panggilan pribadi bapak ibu program ini jalan saja,
jadi bapak ibu enggak usah merasa enggak enak, dalam nuraninya enggak bisa
milih Ahok, enggak suka sama Ahok nih, tapi programnya gua kalau terima enggak
enak dong jadi utang budi jangan bapak ibu punya perasaan enggak enak, nanti
mati pelan-pelan loh kena stroke," kata Andi menirukan pidato Ahok.
Pidato Ahok di Pulau Pramuka tersebut, lanjut Andi, telah
diliput dan direkam oleh Dinas Komunikasi, lnformatika dan Statistik
(Diskominfomas) Provinsi DKl Jakarta. Kemudian pada tanggal 28 September 2016
Diskominfomas Provinsi DKl Jakarta mempublikasikan video kegiatan tersebut
dengan mengunggah rekaman video kegiatan pada hari Selasa tanggal 27 September
2016 ke YouTube lewat akun Pemprov DKI dengan judul '27 Sept 2016 Gub Basuki T
Purnama Kunjungan ke Kep Seribu dalam rangka Kerja Sama dengan STP' berdurasi 1
jam 48 menit.
"Pada hari Kamis tanggal 6 Oktober 2016, terdakwa Buni
Yani dengan menggunakan handphone telah mengunduh (mendownload) rekaman video
tersebut dari akun Pemprov DKI tanpa seizin Diskominfomas Pemprov DKI Jakarta
selaku pemilik rekaman. Terdakwa telah mengurangi durasi rekaman video Pemprov
DKI, sehingga hanya tinggal berdurasi 30 detik saja yaitu yang terjadi di
antara menit ke 24.00 sampai dengan menit ke 25.00," katanya.
Terdakwa Buni Yani, lanjut Andi, kemudian mengunggah hasil
pengurangan durasi video pidato tersebut ke akun Facebook terdakwa. Sehingga dalam laman dinding (wall)
akun Facebook milik terdakwa hanya terdapat rekaman video pidato Ahok yang
telah dikurangi durasinya.
Selain itu, terdakwa juga mengunggah transkrip ucapan Ahok
dalam pidato tersebut, dengan menghilangkan kata 'pakai'.
"Ada kata 'pakai' yang diucapkan oleh Ahok, namun
terdakwa dengan sengaja menghilangkan kata 'pakai' ketika mentranskripskan
ucapan Ahok dalam dinding (wall) dalam akun terdakwa pada media social
Facebook," ucapnya.
Perbuatan terdakwa Buni Yani sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 32 ayat (1) Jo. Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang lnformasi dan Transaksi Elektronik Jo,
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas
Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Dalam dakwaan kedua, terdakwa Buni Yani juga didakwa dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat teretentu
berdasarkan atas suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA).
Perbuatan terdakwa Buni Yani sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat 2 Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto Pasal 45A ayat 2
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Buni Yani mengaku keberatan dengan dakwaan pasal 32 yang
disampaikan JPU. "Tadi saya ditanya oleh Pak Hakim apakah saya mengerti
tidak atas dua dakwaan alternatif yaitu satu, Pasal 32 UU ITE dan Pasal 28 ayat
2 UU ITE. Saya mengatakan saya tidak mengerti dakwaan tersebut, oleh karena
saya belum pernah diperiksa itu untuk pasal 32. Saya hanya diperiksa untuk
pasal 28 ayat 2," ujar Buni Yani kepada wartawan usai sidang.
Menurut Buni, dirinya hanya mengerti dengan dakwaan kedua.
Dalam dakwaan kedua, Buni didakwa menyebarkan informasi yang ditujukan untuk
menimbulkan kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat
tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)
"Jadi saya tidak mengerti dan bisa diperiksa di berkas
pemeriksaan bahwa saya belum pernah diperiksa untuk pasal 32 makanya saya
mengatakan saya tidak mengerti," katanya.
Di tempat yang sama, Ketua tim Pengacara Buni Yani, Aldwin
Rahadian menilai, dakwaan pertama yang disampaikan jaksa dalam persidangan
tidak berdasar. Sebab dalam data forensik Mabes Polri menyatakan bahwa video
tidak diutak atik.
"Di dakwaan tadi ditulis bahwa Pak Buni Yani mengubah
mengedit video pasal 32, itu bohong, tidak berdasar. Atas proses penyidikan
forensik Mabes Polri sudah menyatakan video tidak diutak atik. Pak Buni tidak
pernah mengubah video dan hanya meng-upload ulang video itu," katanya.
Terlebih lagi kata dia, Ahok telah terbukti bersalah melalui
vonis di pengadilan. "Secara logika hukum saudara Ahok sudah dinyatakan
bersalah dan tidak banding. Apa yang dinyatakan Buni Yani bukan berita fitnah atau bohong. Sudah terbukti kok,"
pungkasnya.
Setelah melihat
pertemuan jokowi dengan GNPF yang bertepatan disaat hari kemeneangan itu, Buni
Yani dengan adanya pertemuan itu sehingga kasusnya dapat dihentikan, karena
harapan rekonsiliasi dimulai sehingga dapat menhetikan proses hokum yang
menjeratnya.
Harapan nya itu dia tuliskan pada twitan nya di twiter. Berikut twitan
Buni Yani
Semoga pertemuan Presiden dan ulama dari GNPF MUI menandai dimulainya rekonsiliasi dan semua kiriminalisasi termasuk kasus saya dihentikan.— Buni Yani (@BuniYani) June 25, 2017