Curhat Seorang "Ex-Ahoker" simak,,!!!
Sunday, 14 May 2017
Edit
Jakarta, Darirakyat.com -- Dulu saya bangga menyebut diri seorang AHOKER, sama seperti banyak orang
lainnya. Diawali dengan kekaguman saya melihat beberapa video di youtube
saat ia memimpin rapat tentang anggaran di sebuah dinas beberapa tahun lalu.
Kemarahannya yang diungkapkan tanpa ragu melihat anggaran dengan mark up
beberapa kali lipat. Seketika secercah harapan akan adanya pemerintahan
bebas korupsi mulai timbul saat melihat belasan orang berseragam PNS tertunduk
takut dan malu waktu Ahok menelanjangi rencana anggaran konyol yang selama ini
selalu berjalan aman, damai, saling mengerti saling menghormati dan saling
menutupi pencurian uang rakyat besar-besaran yang terjadi bertahun-tahun.
Kemudian disusul dengan sepak terjangnya yang lain yang hampir selalu
mencengangkan, keberaniannya untuk menjadi normal di tengah-tengah
ketidaknormalan sistem korupsi yang telah mengakar. Kekaguman berkembang
menjadi cinta, pada sosok yang luar biasa ini.
Harapan semakin besar,
Jakarta sebagai kota kelahiran saya, Ibu Kota negara saya, akan menjadi satu
role model bagi daerah lain yang tidak bisa ditolak, karena gaungnya terdengar
setiap hari, dan hasil kerjanya dirasakan banyak penduduk Jakarta yang menjadi
sorotan seluruh nusantara. Tentunya saya juga tidak menutup mata atas banyaknya
warga yang Jakarta yang kecewa dengan kebijakan Ahok. Namun pembersihan
memang tidak bisa membuat semua kalangan senang, mereka yang tersingkir setelah
bertahun-tahun hidup nyaman secara ilegal, bisnis perjudian dan prostitusi yang
terpaksa bubar, preman-preman penjaga bisnis hitam itu juga terpaksa kehilangan
klien.
Pedagang kaki lima yang tidak bisa lagi berjualan di badan jalan dan membuat kemacetan yang menguntungkan, dan sederet daftar lainnya tentang orang-orang kecewa termasuk ormas-ormas preman yang kehilangan jatah dari Pemprov. Namun seiring berjalannya waktu, terutama saat melihat bagaimana Ahok menerima kekalahan pada quick count pilkada, dan hari-hari selanjutnya, ia tetap bekerja, memecat lurah, menemui warga di balaikota, menyediakan diri untuk antrian panjang yang datang hanya sekedar ingin bertemu dan foto bersama, saya mulai merasa ada yang salah dengan rasa yang ada.
Pedagang kaki lima yang tidak bisa lagi berjualan di badan jalan dan membuat kemacetan yang menguntungkan, dan sederet daftar lainnya tentang orang-orang kecewa termasuk ormas-ormas preman yang kehilangan jatah dari Pemprov. Namun seiring berjalannya waktu, terutama saat melihat bagaimana Ahok menerima kekalahan pada quick count pilkada, dan hari-hari selanjutnya, ia tetap bekerja, memecat lurah, menemui warga di balaikota, menyediakan diri untuk antrian panjang yang datang hanya sekedar ingin bertemu dan foto bersama, saya mulai merasa ada yang salah dengan rasa yang ada.
Ditambah lagi
dengan ribuan karangan bunga dengan ucapan sedih yang lucu pada slide video,
disertai foto tangisan rakyat kecil yang berkumpul di balaikota yang seolah
menjadi contoh dari salah satu tulisan pada karangan bunga: "...dari kami
yang patah hati, ditinggal saat lagi sayang-sayangnya". Seiring dengan
itu, beranda FB saya juga dipenuhi dengan caci maki kepada Ahok dan
pendukungnya yang dinilai lebay, baper, ga bisa move on, dan lain sebagainya,
bahkan saat karangan bunga dibakar tanpa sebab yang jelas pada hari buruh,
banyak yang tertawa bahagia atas aksi itu dan mensyukuri dengan mengucap doa
dan penggalan-penggalan ayat suci.
Puncaknya pergumulan saya terjadi
pada saat Ahok ditetapkan bersalah dan dijatuhi vonis hukuman penjara 2 tahun
dengan pasal penistaan agama. Ucapan syukur dengan do'a, kembali
membanjiri beranda FB saya sebanyak mereka yang marah dan tidak terima atas
vonis itu. Dari foto lambang burung Garuda berlatar belakang bendera
Merah Putih, photo profile hitam pertanda duka cita, tagar RIPjustice, hingga
foto anak pejabat bersama tumpeng perayaan dengan ucapan Selamat Ahok
Dipenjara. Ribuan pendukungnya menyalakan lilin, bernyanyi, menyuarakan
tuntutan, kekecewaan dan kesedihan. Tangis air mata di mana-mana,
tontonan tentang akal sehat yang mulai bergeser tergantikan emosi yang
meletup-letup atas ketidakadilan yang menimpa sosok Ahok tercinta.
Perlahan, saya tidak lagi merasa menjadi bagian dari ahoker. Bukan.
Saya jelas bukan lagi seorang ahoker. Kemarahan yang tadinya
membara, berubah menjadi kesedihan. Bukan, saya tidak sedih meratapi Ahok
yang harus mendekam di penjara, sama sekali tidak. Dua tahun bukan waktu
yang lama, bahkan itu adalah sebuah harga yang sangat murah yang dibayar Ahok,
demi perjuangan yang baru dimulai.
Kesedihan saya karena melihat
kenyataan yang terjadi, terbelahnya warga nusantara menjadi dua kubu besar,
yang sama-sama berjuang tanpa benar-benar mengerti apa yang mereka perjuangkan.
Sebuah petikan pada surat Ahok dari dalam penjara: " teman-teman
seperjuangan, terima kasih untuk cinta dan dukungan yang sudah kalian tunjukan
buat saya. perjuangan kita belum selesai. bahkan justru baru dimulai dengan
babak yang baru juga. teruslah menjaga nyala api perjuangan, sekuat apa pun
angin yang mencoba untuk memadamkan api itu." Cukup mengertikah para
Ahoker, tentang perjuangan yang dimaksud Ahok? Apakah ia meminta para
pendukungnya berjuang untuk mengintervensi hukum dengan demo menuntut
agar ia dibebaskan? Demo yang membuat macet dan menyusahkan warga Jakarta
yang sangat dibela dan dicintainya itu? Lalu berusaha merusak pagar
penjara Cipinang? Itukah perjuangan yang diharapkan Ahok? Apakah
kita benar ingin menyetarakan Ahok layaknya para pemimpin demo berjilid-jilid
itu?
Buka mata. Ajak lah kembali logika untuk sedikit mengusir letupan emosi kemarahan dan kesedihan. Berjuanglah terus sebagaimana Ahok berjuang dengan gagah berani, melawan arus, demi bersihnya sistem pemerintahan di negerinya tercinta.
Buka mata. Ajak lah kembali logika untuk sedikit mengusir letupan emosi kemarahan dan kesedihan. Berjuanglah terus sebagaimana Ahok berjuang dengan gagah berani, melawan arus, demi bersihnya sistem pemerintahan di negerinya tercinta.
Apa yang sudah benar-benar kita lakukan dalam
mendukung perjuangan Ahok? Membuat SIM dengan cara instant? Buang
sampah nasi kotak di jalanan? Merusak fasilitas umum? Membuat macet
jalan dengan demo, layaknya pendemo berjilid yang telah berhasil
menghentikan sepak terjang Ahok? Mengganggunya bekerja dengan antrian
untuk berfoto bersamanya? Hey, sudahi semua itu. Sadarkah kita, ini bukan
tentang Ahok, bukan tentang perjuangan Ahok.
Ini sudah menjadi ego
sekelompok orang yang merasa mendukung perjuangan Ahok. Ahok memperjuangkan
sistem pemerintahan yang jujur dan bersih, dengan bekerja keras, gagah berani
melawan banyak kelompok yang memelihara kebusukan. Ia memperjuangkan apa
yang menjadi hak warga Jakarta, hak anak sekolah, hak orang sakit, hak penghuni
rusun, hak manusia yang tak layak hidup di bantaran kali, hak warga mendapatkan
taman-taman yang indah dan udara minim polusi, hak warga pembayar pajak untuk
mendapatkan segala fasilitas itu tanpa uangnya dicuri maling yang bermulut
manis yang tidak pernah kenyang walau telah rakus bertahun-tahun lamanya.
Apakah
kita sudah benar-benar mendukung Ahok untuk perjuangan itu? Ataukah kita
hanya mampu membuat tagar #Ahok_You_Never_Walk_Alone, tapi membiarkan dia
berjuang sendirian, kita hanya menikmati hasilnya? Jangan-jangan kita
sendiri justru juga telah menghalangi perjuangannya dengan juga korupsi di
levelnya masing-masing, atau mendukung korupsi dengan segala bentuknya?
Mengotori taman, jalan, dan sungai yang sudah dibersihkan Ahok melalui
pasukan oranye? Merusak fasilitas umum? Parkir sembarangan?
Tidak bayar pajak? Jadikanlah pengorbanan Ahok tidak sia-sia,
dengan meneladani caranya bekerja dan teladanilah pengabdiannya pada tanah
airnya. Ia berbuat, bukan hanya bicara.
Ia bekerja, bukan hanya
merengek-rengek. Ia berani melawan korupsi, bukan hanya berteriak
mendukung pemberantasan korupsi tapi saat tertangkap razia SIM malah berharap
polisi bisa diajak lewat jalan damai. Hormatilah system birokrasi yang
bersih, bukan menyiapkan sogokan saat akan melamar jadi pns. Dalam setiap
keseharian kita, tidak sulit untuk menemukan hal-hal yang dapat dijadikan
dukungan untuk hal besar yang diperjuangkan Ahok. Membuang sampah pada
tempatnya saja masih sulit, tapi merasa sebagai pejuang pendukung Ahok.
Hentikan, hentikanlah demo pemaksaan bebaskan Ahok. Ia sangat menghargai system perundangan yang berlaku. Ia sudah menetapkan untuk banding terhadap putusan Hakim. Kita tidak boleh mengintervensi, memaksa dengan cara apapun untuk pembebasan Ahok. Biarkan system bekerja. Jika setelah banding, Ahok tetap diputuskan bersalah dengan vonis hukuman penjara, biarkanlah ia menjalani itu dengan gagah berani. Dua tahun adalah harga yang sangat murah yang akan dibayarkan Ahok, jika itu menghasilkan ribuan, bahkan ratusan ribu benih-benih Ahok baru yang akan meneruskan perjuangannya.
Hentikan, hentikanlah demo pemaksaan bebaskan Ahok. Ia sangat menghargai system perundangan yang berlaku. Ia sudah menetapkan untuk banding terhadap putusan Hakim. Kita tidak boleh mengintervensi, memaksa dengan cara apapun untuk pembebasan Ahok. Biarkan system bekerja. Jika setelah banding, Ahok tetap diputuskan bersalah dengan vonis hukuman penjara, biarkanlah ia menjalani itu dengan gagah berani. Dua tahun adalah harga yang sangat murah yang akan dibayarkan Ahok, jika itu menghasilkan ribuan, bahkan ratusan ribu benih-benih Ahok baru yang akan meneruskan perjuangannya.
Berhentilah menjadi Ahoker, tapi jadilah Ahok-Ahok lain sehingga akan
semakin banyak bibit-bibit abdi negara di negeri ini. Mulailah menanamkan
kejujuran pada diri sendiri, kemudian didik dan tularkan anak-anak kita, adik,
murid, generasi penerus kita dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh
Ahok: kejujuran, pengabdian, dan kerja keras. Jika mungkin, masuklah ke
sistem pemerintahan, karena Ahok sendiripun tidak bisa melakukan perubahan
apapun jika ia bukan bagian dari sistem.
Hanya dengan cara itu, api perjuangan yang dikobarkan Ahok tidak akan padam, sekuat apapun angin mencoba memadamkannya, bahkan semakin berkobar. Para pencuri takan lagi mampu mencuri, karena mencuri uang rakyat tidak mudah jika banyak Ahok-Ahok lain yang tumbuh, karena untuk mencuri uang rakyat diperlukan kesepakatan banyak orang, termasuk persetujuan yang dicuri.
Hanya dengan cara itu, api perjuangan yang dikobarkan Ahok tidak akan padam, sekuat apapun angin mencoba memadamkannya, bahkan semakin berkobar. Para pencuri takan lagi mampu mencuri, karena mencuri uang rakyat tidak mudah jika banyak Ahok-Ahok lain yang tumbuh, karena untuk mencuri uang rakyat diperlukan kesepakatan banyak orang, termasuk persetujuan yang dicuri.
Ini perjuangan yang panjang,
Kawan. Namun sangat menjanjikan kemenangan. Tauladan yang diberikan
Ahok, terlalu kecil jika hanya dimaknai untuk Jakarta. Kita Indonesia. Jadikanlah perjuangan dan pengorbanan Ahok sebuah momentum untuk NKRI
yang lebih baik, bersih, dan bermartabat. . (kompasiana.com)
Trilogi SaveNKRI #1