Simak,,!! 7 Masalah Anies-Sandi dengan Pihak Lain Akibat Kebijakannya, Nomor 3 Bikin Ngakak


Darirakyat.com, Jakarta - Anies-Sandi baru memimpin Jakarta selama 3 bulan. Selama itu pula masalah demi masalah terjadi dengan berbagai pihak.

Inilah daftarnya :

1. Anies-Sandi vs Ketua DPRD

Masalah Anies-Sandi dengan Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi terjadi di masa awal jabatan.

Penyebabnya Pras, sapaan akrab Prasetyo enggan membuat rapat paripurna menyusul pelantikan Anies-Sandi di Istana Presiden.

Anies-Sandi kelihatan lebih memilih diam dalam urusan ini.

Tapi partai pengusung Anies-Sandi, Gerindra lebih banyak menekan Pras untuk membuat rapat paripurna.

Wakil Ketua DPRD DKI. M Taufik sampai mengadakan jumpa pers membahas kegaduhan ini.

Sedangkan anggota fraksi Gerindra, Prabowo Soenirman sampai melaporkan Pras Badan Kehormatan Dewan.

Masalah ini berakhir setelah Pras sepakat mengadakan rapat yang oleh anggota dewan sepakat dianggap sebagai rapat paripurna.

2. Anies-Sandi vs Ongen Sangadji

Ketua Fraksi Hanura DPRD DKI, Ongen Sangadji menjadi marah terkait penarikan Raperda pulau reklamasi.

Ongen menilai Anies-Sandi bersikap 'selonong boy' terkait penarikan Raperda tersebut.

Anies-Sandi dinilai Ongen bekerja tak sesuai aturan. Sebab semestinya penarikan Raperda yang sedang dibahas dilakukan lewat rapat paripurna dewan.

3. Anies-Sandi vs Polres Bogor

Masalah ini terjadi ketika Anies-Sandi mengikuti acara tea walk Korpri Pemprov DKI pada Sabtu (21/10/2017).

Usai acara, rombongan Anies-Sandi menerobos one way yang sebenarnya sedang diberlakukan dari bogor ke arah puncak.

Tapi rombongan gubernur tetap menerobos arus one way dan membuat lalu lintas kacau.

Padahal sebelumnya Anies, seperti dilansir kompas.com, sempat menyebut keterlambatannya tiba di lokasi acara lantaran kemacetan parah di kawasan Puncak.

Bahkan Anies membandingkan antara kondisi lalu lintas di Jakarta dan kawasan Puncak saat akhir pekan.

"Mohon maaf saya datangnya terlambat, karena PNS Jakarta setahun sekali ada kegiatan outting di sana (Puncak). Saya pulang lebih awal, tapi tetap saja traffic di Puncak kalau akhir pekan mengalahkan Jakarta," ucap Anies seperti dilansir Kompas.com

Menanggapi hal tersebut, Satuan Lalu Lintas Polres Bogor menampik terjadinya kemacetan di Jalur Puncak.

Kasat Lantas Polres Bogor Ajun Komisaris Hasby Ristama menjelaskan, justru Anies turun dari arah Puncak menuju Bogor saat polisi sedang menerapkan sistem satu arah (one way) ke arah Puncak.

Dengan demikian, otomatis kendaraan yang diprioritaskan adalah yang melaju dari arah Jakarta menuju Puncak.

"Justru, Pak Anies meminta kami membuka jalur pada saat oneway. Padahal kami sudah minta beliau agar melintas jalur alternatif, tapi tidak mau," kata Hasby, saat dikonfirmasi.

Hasby menyayangkan sikap Pemprov DKI Jakarta yang tidak berkoordinasi dengan kepolisian setempat guna mengatur rekayasa lalu lintas.

Hal itu mengingat kondisi lalu lintas di Jalur Puncak setiap akhir pekan sangat padat.

"Bila berkoordinasi, kami pun bisa memberikan gambaran situasi Jalur Puncak. Seharusnya penyelenggara (Pemprov Jakarta) juga memaksimalkan kendaraan bus bila ingin pergi rombongan sehingga tidak membeludaknya kendaraan di Puncak," ujar Hasby.

Masalah ini sempat viral di media sosial dan Anies-Sandi dibully habis-habisan.

4. Anies-Sandi vs Kemendagri

'Perseteruan' ini terjadi ketika Kemendagri mengoreksi Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) yang akan dibiayai oleh APBD

Dalam evaluasinya, Kemendagri menyarankan agar anggaran untuk gaji TGUPP sebesar Rp 28 miliar untuk 73 orang itu menggunakan biaya penunjang operasional.

Seperti dilansir Kompas.com, hal ini membuat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bertanya-tanya. Sebab, TGUPP sudah ada sejak zaman Joko Widodo menjadi gubernur Jakarta.

"Jadi, yang menarik begini, dari dulu selalu anggaran untuk TGUPP. Kenapa di periode gubernur Pak Jokowi, periode gubernur Pak Basuki, di era gubernur Pak Djarot, anggaran untuk TGUPP boleh, tuh. Kok, mendadak sekarang jadi enggak boleh? Ada apa?" ujar Anies di Lapangan IRTI Monas, Jumat (22/12/2017).

Anies mengatakan, konsistensi Kemendagri akan menjadi perhatian masyarakat. Apa yang dilakukan Kemendagri akan menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk melihat konsistensi kementerian tersebut.

"Jadi bagi kami sesuatu yang akan kami pelajari dan silakan rakyat menilai konsistensi dari Kemendagri terhadap Pemprov DKI. Kenapa ketika tiga gubernur sebelumnya diizinkan jalan ketika gubernur yang keempat melakukan hal yang sama mendadak badannya dibatalkan," ujar Anies.

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Syafrudin kemudian menjelaskannya secara gamblang.

Syafrudin menyampaikan, hal yang membedakan zaman Anies dan pemerintahan sebelumnya yakni anggaran TGUPP yang baru muncul pada APBD 2018.

Di era Jokowi, Ahok, Djarot, anggota TGUPP dibagi menjadi dua, yaitu mereka yang datang dari kalangan PNS dan dari kalangan profesional.

Syafrudin mengatakan, pada pemerintahan sebelumnya, gaji untuk TGUPP dari kalangan PNS berasal dari tunjangan kerja daerah (TKD) mereka.

Sementara itu, anggota TGUPP yang berasal dari kalangan profesional menerima honor dari biaya penunjang operasional atau dana operasional kepala daerah.

Hal itu sudah diklarifikasi kepada Pemprov DKI Jakarta. Dengan demikian, tidak ada pos anggaran khusus untuk TGUPP pada pemerintahan sebelumnya.

"Prinsipnya TGUPP ini waktu itu belum ada di APBD. Jadi ini baru muncul," ujar Syafrudin.

Makanya Kemendagri memberi solusi agar TGUPP tetap ada dan bisa mendapatkan gaji, yaitu dengan biaya penunjang operasional (BPO) kepala daerah.

Atas evaluasi ini, Anies tetap merasa Pemprov DKI memiliki otoritas terkait anggarannya
Anies menganggap Evaluasi dari Kementerian Dalam Negeri atas APBD DKI 2018 hanya rekomendasi.

"Sebetulnya untuk otoritas ada di kami, otoritas bukan di Kemendagri. Kemendagri hanya rekomendasi, jadi bisa tidak dijalankan," ujar Anies.

Masalah ini rampung setelah pos anggaran APBD untuk TGUPP dipindah dari Biro Administrasi Setda ke Bappeda DKI yang dinilai memiliki fungsi serupa dengan TGUPP.

5. Anies-Sandi vs Menteri Agraria/Kepala BPN

Masalah Anies-Sandi dengan BPN terjadi setelah Anies mengirim surat permohonan agar BPN mencabut HGB pulau D dan tak mengeluarkan HGB pulau C dan G.

Tapi BPN menolah mentah-mentah surat permohonan tersebut dan Anies serta Pemprov DKI kini sedang mempelajari surat penolakan tersebut.

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, seperti dilansi kompas.com, mendukung pernyataan Menteri Agraria Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sofyan Djalil yang menolak mencabut sertifikat hak guna bangunan (HGB) reklamasi Pulau C, D, dan G seperti permohonan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Jawaban dari Kepala BPN itu sudah betul dan sesuai prosedur karena itu HGB kan keluar karena sudah ada persetujuan dari pemilik hak pengelolaan lahan (HPL) yang mana atas nama Pemprov DKI," kata Yusril dalam Program Perspektif Indonesia SMART FM di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (13/1/2017).

Yusril menyampaikan keheranannya kepada Pemprov DKI Jakarta yang tiba-tiba ingin BPN membatalkan sertifikat HGB pulau reklamasi. Padahal HGB itu tidak mungkin keluar tanpa rekomendasi dari pemilik HPL.

"Jadi enggak bisa tiba-tiba gubernur minta sertifikat HGB itu dibatalkan karena semata-mata dengan alasan belum ada perda zonasi dan tata ruangnya. Sebab, yang bisa membatalkan itu salah satunya adalah karena bertentangan dengan undang-undang atau peraturan yang sudah ada," ujar Yusril.

Yusril mengatakan, apabila BPN membatalkan sertifikat pulau reklamasi tersebut, pengembang yang terlibat dalam perjanjian reklamasi bisa menuntut dan menang di pengadilan.

"Berdasarkan pengalaman saya, BPN itu selalu kalah di pengadilan kalau membatalkan secara sewenang-wenang soal sertifikat itu. Bukan hanya BPN, Pemprov DKI juga bisa dituntut karena akan dianggap wanprestasi," ujar Yusril.

6. Anies-Sandi vs Polda Metro Jaya

Anies-Sandi menerapkan kebijakan kontroversial dengan menutup separuh jalan jatibaru raya di kawasan Tanahabang, Jakarta Pusat.

Separuh jalan itu kemudian dijadikan tempat PKL berjualan di trotoar dan jalannya.

Arus lalu lintas pun dirombak sehingga terjadi kemacetan di titik-titik lain kawasan Tanah Abang.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Halim Pagara yang kemudian mengkritik kebijakan tersebut.

Bahkan Halim berbicara ke media soal ketidaksetujuannya dan meminta evaluasi. Tapi Halim mengaku tetap mendukung kebijakan gubernur, hanya perlu evaluasi.

Di berbagai media, Halim juga menjelaskan memakai jalan untuk PKL melanggar aturan yang ada.

Halim lebih setuju PKL dikembalikan ke blok G, atau diberi lokasi relokasi lain.

Kebijakan ini pun mendapat cukup banyak perlawanan warganet. Bahkan sampai ada petisi yang sudah ditandatangani puluhan ribu orang dan masih terus bertambah.

7. Anies-Sandi vs Nur Afni Sajim

Ini merupakan kasus saling sindir antara Wagub Sandiaga Uno dan anggota DPRD DKI Komisi B, Nur Afni Sajim.

Afni menyerang program Ok Oce dalam sebuah rapat pembahasan di DPRD, Selasa (9/1/2018).

Afni menyebut pelatihan Ok Oce hanya cuap cuap dan tak menyukai program tesebut.

Ternyata 2 hari setelah Afni meledek program Ok Oce, Sandiaga Uno mendapati fakta bahwa Afni ternyata jadi salah satu peserta program distribusi Ok Oce bernama Pap and Mom store.

Sandi mengetahui itu saat Direktur PD Pasar Jaya, Arief Nasrudin memaparkan program itu di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta Timur, Kamis (11/1/2018).

Seperti dilansir Kompas.com, saat Arief membacakan daftar calon mitra yang akan bekerja sama dalam program tersebut, Sandiaga melihat sesuatu yang janggal dan meminta Arief berhenti.

Sandiaga melihat ada nama Nur Afni yang akan menjadi calon mitra PD Pasar Jaya. Dalam presentasi itu tertulis Nur Afni merupakan warga yang beralamat di Kapuk Pulo, Jakarta Barat.

Sandiaga penasaran apakah Nur Afni yang dimaksud merupakan Nur Afni Sajim, anggota DPRD DKI Jakarta Komisi B yang menyebut OK OCE adalah program pelatihan cuap-cuap.
"Ini Bu Nur Afni yang (anggota fraksi) Demokrat itu, Pak?" tanya Sandiaga kepada Arief.

"Iya, Pak. Dia punya koperasi," ujar Arief.


"Dibantu ya, Pak. Supaya ini enggak cuap-cuap, he-he-he," ujar Sandiaga sambil tertawa.

Sumber: wartakota.tribunnews.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel