Menteri Susi Bantah Pemerintah Cabut Aturan Larangan Cantrang


Darirakyat.com - Susi menegaskan, pemerintah hanya memperpanjang masa pengalihan alat tangkap bagi para nelayan, bukan mencabut larangan cantrang.

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti membantah telah mencabut larangan penggunaan cantrang bagi nelayan. Susi berkata, larangan cantrang sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan Nomor 2 Tahun 2015 yang kemudian diubah menjadi Permen Nomor 71 Tahun 2016 tetap berjalan sesuai rencana. 

Susi menegaskan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hanya memperpanjang masa pengalihan alat tangkap bagi para nelayan di sejumlah daerah di jalur Pantura (Pantai Utara), yakni Batang, Juwana, Pati, Tegal, Rembang, dan Lamongan. Adapun untuk tenggang waktu dari masa pengalihan tersebut sampai batas yang tidak ditentukan. 

Lebih lanjut, Susi mengklaim perpanjangan masa pengalihan tersebut merupakan kesepakatan bersama yang tercapai dari pertemuan tertutup antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dirinya dengan perwakilan nelayan cantrang di Istana Negara, Jakarta, pada Rabu sore (17/1/2018). 

“Selama masa peralihan, mereka tetap bisa melaut dengan ketentuan tidak keluar dari Pulau Jawa, tidak menambah kapal, harus mengukur ulang kapal, dan semua harus terdaftar satu per satu,” kata Susi dalam konferensi pers yang digelar di kantornya, Jakarta, Kamis (18/1/2018). 

Berdasarkan data yang dihimpun KKP, sampai dengan saat ini masih ada sebanyak 1.200 nelayan di enam daerah tersebut yang belum beralih dari penggunaan cantrang. Sebanyak 80 persen merupakan nelayan dengan kapal di atas 30 GT (gross tonnage), sementara 20 persen sisanya di bawah itu

Saat disinggung mengenai keputusan pemerintah yang memilih untuk memperpanjang masa pengalihan cantrang dan pemilihan keenam daerah tersebut, Susi tidak menjawabnya secara gamblang. Susi hanya menekankan kalau putusan tersebut merupakan hasil pertemuan tertutup yang telah dilakukan kemarin sore.

“Dasarnya apa? Kami tidak harus mengatakan kepada Anda. Itu adalah diskresi kami sebagai pejabat negara dalam membuat kebijakan untuk mencapai win-win solution,” kata Susi. 

“Cantrang dikasih kesempatan hanya sampai pengalihan, bukan boleh selamanya. Lalu [kapal yang menggunakan cantrang] tidak boleh keluar dari Laut Jawa. Karena daerah lain banyak yang tidak setuju. Populasi paling banyak juga di Pantura,” tambahnya. 

Masih dalam kesempatan yang sama, Susi turut mengungkapkan bahwa KKP bakal membentuk Satuan Tugas (Satgas) internal untuk mengupayakan pengalihan alat tangkap tersebut. “Boleh melaut tapi mempersiapkan diri untuk pengalihan alat tangkap. Satu per satu, by name by address. Kami akan datangi dan data satu per satu,” kata Susi menambahkan. 

Nelayan Tuntut Larangan Cantrang Dicabut
Rabu siang kemarin, ribuan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) menggelar demonstrasi di depan Istana Merdeka, Jakarta. Para nelayan ini menuntut pemerintah melegalkan kembali penggunaan cantrang dan payang oleh nelayan. 

Koordinator Umum ANNI Riyono berkata, larangan penggunaan cantrang harus dicabut karena bertentangan dengan Instruksi Presiden Nomor 7/2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional. 

“Perkiraan kami kurang lebih hampir 5.000 sampai 6.000 kapal yang nanti bisa mangkrak (karena larangan penggunaan cantrang dan payang)” kata Riyono kepada wartawan di kawasan Monumen Nasional, Jakarta. 

Demonstrasi dilakukan para nelayan untuk menindaklanjuti hasil pertemuan perwakilan ANNI dengan Jokowi dan Gubernur Jawa Tengah Gandjar Pranowo, Senin (15/1/2018). Dalam pertemuan itu, para nelayan mengklaim sudah ada kesepakatan ihwal penggunaan cantrang dan payang ke depannya. 

Pertemuan perwakilan ANNI dengan Jokowi dan beberapa menteri, pada Rabu kemarin disebut-sebut akan membahas finalisasi aturan penggunaan cantrang serta payang. “Kalau di situ ada Bu Menteri (Susi) menurut saya akan lebih bagus karena selama ini kita maunya win-win solution gitu. Apa yang dimaui Ibu Menteri, teman nelayan, saya kira akan ada titik temu,” kata dia. 

Setelah pertemuan antara perwakilan nelayan dengan Jokowi, Susi dan sejumlah menteri digelar, pemerintah akhirnya mengumunkan pencabutan larangan penggunaan cantrang dan payang di kapal nelayan. 

Keputusan pencabutan larangan cantrang dan payang disampaikan langsung oleh Menteri Susi ditemani perwakilan ANNI yang juga Ketua KUD Karya Mina, Tegal, Hadi Santoso. Susi berkata, pencabutan larangan cantrang tersebut harus diikuti dengan janji nelayan untuk tidak menambah kapal yang menggunakan alat tangkap tersebut. 

"Saya tidak mau ada kapal cantrang ilegal, tak punya ukuran, ukuran markdown, masih melaut. Kemudian tak boleh ada kapal tambahan lagi," ujar Susi di Monumen Nasional, Jakarta pada Rabu kemarin. 

Susi menyampaikan hal itu saat berbicara dari atas mobil komando peserta aksi ribuan nelayan yang tergabung dalam Aliansi Nelayan Indonesia (ANNI) di Taman Pandang Monumen Nasional (Monas) Jakarta. Susi mengatakan, pemerintah juga berniat memberi bantuan kredit bagi nelayan yang hendak mengganti kapalnya. Selain itu, Susi berkata akan membantu nelayan yang memiliki kredit macet. 

Menteri kelahiran Pangandaran, Jawa Barat itu juga meminta nelayan tidak berbohong lagi mengenai ukuran kapal mereka. Susi mengancam akan menenggelamkan kapal-kapal nelayan pengguna cantrang yang memasang keterangan ukuran palsu. 

“Saya ingin anda-anda kuasai laut Indonesia, bukan kapal-kapal ikan asing. Kapal asing diapain? Bom, tenggelamin. Hidup nelayan Indonesia,” kata dia. 

Polemik Larangan Cantrang
Cantrang adalah penangkap ikan berbentuk kantong terbuat dari jaring dengan dua panel dan tidak dilengkapi alat pembuka mulut jaring. Jaring cantrang yang ditarik dengan kapal yang bergerak mampu menangkap ikan di dasar perairan. 

Bagi nelayan, menggunakan cantrang memang menguntungkan karena dapat memperoleh hasil tangkapan ikan yang banyak. Selain itu, harga jaring cantrang juga terjangkau ketimbang pukat cincin yang harganya bisa mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. 

Akan tetapi, Cantrang dianggap tidak ramah lingkungan karena tidak hanya menangkap ikan yang bernilai ekonomis saja, namun biota laut berjenis tangkapan sampingan atau tidak termanfaatkan juga ikut terangkut. 

Ekosistem tempat tumbuhnya jasad renik atau organisme, yang menjadi makanan ikan, bisa terganggu atau rusak akibat penggunaan cantrang. Tak hanya itu, ikan-ikan kecil pun juga ikut tertangkap, sehingga mengganggu keberlanjutan kelautan dan perikanan Indonesia. Hasil kajian WWF-Indonesia menyebutkan hanya sekitar 18-40% hasil tangkapan trawl dan cantrang yang bernilai ekonomis dan dapat dikonsumsi. Sedangkan, sebanyak 60-82% adalah tangkapan sampingan.

Polemik alat tangkap nelayan muncul menyusul terbitnya Peraturan Menteri Kelautan No. 2/2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine Nets). Penggunaan cantrang termasuk yang dilarang sesuai dengan aturan ini yang mulai ditetapkan 8 Januari 2015. 

Peraturan yang dikeluarkan oleh Susi itu sontak direspons protes keras dari para nelayan. Mereka menolak larangan penggunaan cantrang. Nelayan menilai, cantrang berbeda dengan trawl yang memang membahayakan lingkungan. Sejak saat itu, gelombang aksi unjuk rasa nelayan terus terjadi, bahkan sampai di depan Istana Negara, Jakarta. 

Pemerintah pun akhirnya menunda larangan penggunaan cantrang. Hingga saat ini, larangan penggunaan cantrang sudah tiga kali diperpanjang pemerintah. Perpanjangan pertama ditetapkan hingga Desember 2016, melalui Surat Edaran No. 72/MEN-KP/II/2016, tentang Pembatasan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Cantrang di WPPNRI. Alasan perpanjangan karena pemerintah belum menuntaskan alat pengganti cantrang. 

Namun, pelarangan cantrang kembali diperlonggar hingga Juni 2017, melalui Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.664/DJPT/PI.220/VI/2017. Setelah itu, kelonggaran ketiga berlangsung hingg akahir Desember 2017 melalui Surat Edaran Dirjen Perikanan Tangkap No. B.743/DJPT/PI.220/VII/2017 tentang Pendampingan Peralihan Alat Penangkap Ikan Pukat Tarik dan Pukat Hela di WPPNRI. Lagi-lagi, alasan perpanjangan karena alat tangkap pengganti yang belum tuntas. 

Kebijakan yang memberi "angin" ini tentu berdampak pada populasi cantrang yang dipakai oleh nelayan. Jumlah alat tangkap cantrang justru bertambah dalam 2 tahun terakhir ini. Pada 2015, Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya mencatat terdapat 5.781 unit cantrang di seluruh Indonesia. Namun, jumlah itu bertambah menjadi 14.357 unit pada awal 2017.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel