Pilgub Sumut Semakin Memanas : Kemunculan Djarot, Sampai Dilema Parpol


Darirakyat.com, Medan -- Genderang Pemilihan Gubernur Sumatera Utara 2018 telah ditabuh, membuat situasi kian dinamis dan suhu politik meningkat di tingkat grassroot. Bahkan beberapa pengamat meyakini bahwa peta dan situasi politik masih akan terus berubah dalam kurun waktu pertiga bulan ke depan.

Dengan 10 (sepuluh) juta lebih jumlah pemilih yang tersebar di 33 Kabupaten/Kota dengan luas wilayah 71.680 km serta tingkat heterogenitas masyarakat yang tinggi juga menjadi faktor iklim politik menjadi dinamis. Sehingga sangat wajar jika Sumatera Utara selalu disebut sebagai salah satu barometer politik nasional yang memegang peran penting dalam mempengaruhi peta politik nasional setelah Jawa. Dalam hal lain, sebagian pihak merasa, pertarungan politik pada Pilgub Sumatera Utara 2018 ini menjadi kunci untuk menentukan peta politik pada pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 mendatang.

Sejumlah tokoh sudah mulai bermunculan ke permukaan, bahkan Bupati Simalungun Jr. Saragih dan Pangkostrad Edy Rahmayadi sudah mengambil ancang-ancang untuk maju sebagai calon gubernur Sumatera Utara. Tak hanya itu, penerima penghargaan Ramon Magsaysay Award Abdon Nababan di gadang-gadang untuk maju sebagai calon Gubernur dari jalur perseorangan.

Hasil survei ditunjukkan oleh Lembaga Pelopor Muda yang baru-baru ini merilis nama-nama kandidat pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat pada Pilgub Sumatera Utara 2018. Abdon Nababan unggul dengan 9,6% masyarakat yang mengharapkan ia menjadi pemimpin Sumut, mengikuti di bawahnya DPR RI Maruarar Sirait 8,7%, Ade Sandra Purba 7,8% dan Pangkostrad Edi Rahmayadi 7,2%.

Kendati begitu ragam survei itu menunjukkan bahwa situasi masih sangat dinamis, meski Tengku Erry sebagai incumbent, tidak menjamin kemenangan dan kekuatan politik akan berpihak kepadanya. Sebab sebanyak 50,8% warga Sumatera Utara mengaku belum menentukan pilihan akibat tidak percaya kepada bakal calon yang muncul, ada shock dalam memilih di masyarakat akibat beberapa kali Gubernur Sumatera Utara menjadi langganan tangkap tangan KPK. Kondisi ini tidak menutup kemungkinan bahwa kapanpun kemenangan dan kekuatan politik akan berpihak pada tiap kandidat bakal calon. Selain itu, tidak menutup kemungkinan pula importing tokoh-tokoh lain dari luar untuk masuk ke Sumatera Utara akan memunculkan ketokohan baru ditengah krisis kepemimpinan yang terjadi di Sumatera Utara.

Dilema Mengusung Bakal Calon, Sampai Pada Importing Calon

Kondisi Pilgub Sumatera Utara yang masih dinamis, membuat Parpol menjadi dilematis. Pasalnya, sampai sekarang ragam partai politik besar di Sumatera Utara belum mengeluarkan mandat untuk mengusung bakal pasangan calon gubernur. Hal itu juga dipengaruhi dengan krisis kepemimpinan yang terjadi. Dari nama-nama bakal calon yang muncul, Tengku Erry sampai Edi Rahmayadi yang digadang-gadang menjadi bakal calon terkuat, ternyata memiliki rekam jejak permasalahan yang akan menjadi manuver politik jika mereka benar-benar diusung oleh partai. Kondisi tersebut membuat bakal calon jalur perseorangan Abdon Nababan menjadi sosok strategis untuk dipinang oleh partai politik, karena merupakan pendatang baru dalam arena kontestasi Pilgub Sumatera Utara.

Spekulasi itu dibuktikan pada opini yang bergulir tentang JR Saragih yang akan disandingkan dengan putra Amin Rais yakni Ahmad Mumtaz Rais, sebagai bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Sontak isu itu mendapatkan perhatian dari Amin Rais yang menganggap bahwa isu yang berkembang adalah isu hoax dari oknum tak bertanggung jawab. Dalam hal lain, pendiri partai PAN itu tak mau mengambil resiko dengan menyandingkan putranya dengan JR Saragih yang dalam beberapa hal memiliki rekam jejak buruk selama menjabat sebagai Bupati Simalungun.

Belum selesai isu JR Saragih dan Mumtaz Rais meredam, muncul kembali isu importing tokoh politik dari PDIP yakni Djarot, mantan wakil gubernur DKI Jakarta yang akan disandingkan dengan Abdon Nababan dalam gelanggang Pilgub Sumatera Utara 2018. Banyak pihak menilai bahwa skema itu realistis jika terjadi, pertama, krisis kepemimpinan yang terjadi menuntut adanya tokoh baru yang hadir di Sumatera Utara dan kedua, Abdon Nababan sebagai putra Sumut asli merupakan pasangan yang tepat untuk mendampingi Djarot dalam gelanggang Pilgub, dari segi infrastruktur politik dan basis akar rumput yang dimiliki.


Sebab memilih pendamping sebagai pasangan calon bukanlah tindakan yang tanpa pertimbangan strategis, hal ini menjadi perhitungan yang cukup serius khususnya dalam menunjang kekuatan politik pasangan calon. Apabila salah memilih pasangan maka akan berpengaruh terhadap elektabilitas, bahkan kemungkinan terburuk akan terjadi stagnasi dalam dinamika elektabilitas. Kondisi inilah pada akhirnya membuat Parpol di Sumatera Utara kian dilematis, tak hanya soal basis akar rumput dan popularitas, rekam jejak pasangan calon harus menjadi prioritas utama dalam mengusung calon. Sebab jika salah mengusung calon, maka akan pula berpengaruh besar terhadap tingkat keterpilihan calon sesuai dengan peta politik yang terjadi di Sumatera Utara.


Sumber: Kumparan.com

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel