Ternyata Pengungsi Rohingya Ditolak di Malaysia dan Thailand, Tito: Isu Rohingya Digoreng untuk Serang Jokowi


Darirakyat.com - Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun angkat bicara soal krisis yang menimpa etnis Rohingya di Myanmar menjadi perhatian besar di Indonesia dan terefleksikan di media sosial.

Ada yang menunggangi dan menggoreng isu ini untuk melakukan gerakan anti pemerintah.
Isu tersebut diolah sedemikian rupa oleh kelompok tertentu sehingga berbelok menyerang pemerintahan Joko Widodo.

Tito mengacu pada perangkat lunak analisis opini di platform media Twitter. Dari analisis tersebut, sebagian besar pembahasan mengenai Rohingya yang berkembang, dikaitkan dengan Presiden Joko Widodo dan pemerintahannya.

"Artinya, isu ini lebih banyak digunakan untuk konsumsi dalam negeri, dalam rangka membakar sentimen masyarakat Islam di Indonesia untuk antipati kepada pemerintah. Ini gaya lama," kata Tito, Selasa (5/9/2017) dikutip dari Kompas.com.

Tito menyebut, dalam penelitian ini, gerakan itu melakukan gaya lama yang pernah dipakai di Pilgub DKI. "Ini gaya lama. Karena dulu ada isu Pilgub untuk menyerang pemerintah, sekarang ada isu baru yang kira-kira bisa dipakai untuk digoreng-goreng," kata Tito.

"Artinya isu rohingnya dikaitkan dengan Presiden, Pak jokowi, jauh lebih besar daripada isu soal kemanusiaannya. Jadi orang-orang yang banyak menyampaikan tentang isu ini di Twitter lebih banyak untuk mengajak umat Islam lain untuk berantipati pada pemerintah dan presiden, dibanding sebetulnya berusaha untuk melakukan kegiatan kemanusiaan," sambunga Tito.

Komentar netizen yang mengkaitkan konflik Rohingya dengan pemerintah Indonesia lebih kuat ketimbang gerakan kemanusiaan untuk membantu.

Tito juga menganggap tak perlu ada aksi-aksi merespons konflik Rohingya. Sebab, pemerintah Indonesia juga sudah bergerak.

Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta pemerintah Myanmar menghentikan dan mencegah kekerasan terhadap warganya, khususnya etnis Rohingya.

Jokowi menyesalkan aksi kekerasan di Rakhine, Myanmar, yang menyebabkan puluhan ribu warga melarikan diri.

Hal itu disampaikan oleh Jokowi dalam pernyataan resmi di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (3/9/2017).

Kepala Negara sudah memerintahkan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertolak ke Myanmar untuk meminta pemerintah Myanmar agar memberikan perlindungan kepada semua warganya, termasuk Muslim di Myanmar.

Presiden menyampaikan penyesalannya atas aksi kekerasan yang terjadi di Myanmar sejak dua pekan lalu.

"Saya dan seluruh rakyat Indonesia, kita menyesalkan aksi kekerasan yang terjadi di Rakhine State Myanmar, perlu sebuah aksi nyata tidak hanya kecaman-kecaman," kata Jokowi.

Rohingya Sudah Kasus Lama, Ditolak di Malaysia dan Thailand

Pengungsi Rohingya yang masih bertahan di Indonesia mengutarakan mereka mengalami perjuangan yang sangat mengerikan ketika melarikan diri dari negaranya di Myanmar.

Sebelum sampai ke Indonesia, para pengungsi Rohingya ternyata lebih dahulu memasuki wilayah negara Thailand dan wilayah negara Malaysia.

Namun, kedua negara ini tidak bersedia menerima para pengungsi.

"Pertama kali kami tiba di Thailand. Kami tidak diterima di sana. di Malaysia juga kami ditolak. Malaysia dan Thailand memaksa kami kembali ke tengah laut. Kalau dari orang Thailand mau bantu kasih makanan, kalau malaysia tidak," ujar Siradil Islam, pengungsi yang sudah dua tahun tinggal di Indonesia.

Bahkan kata Siradil Islam, Malaysia jauh lebih kejam dari Thailand saat menolak pengungsi masuk ke negaranya.

Militer Malaysia kadang tidak segan-segan menembaki kapal para pengungsi supaya kembali ke tengah laut.

"Kapal Thailand tarik kami kembali ke tengah laut. Kalau Malaysia, tolak kami. Ada yang kapalnya ditembaki supaya kembali ke tengah laut," ujarnya.

Cerita Siradil ini, sebelum ia masuk wilayah Indonesia, ia sudah berada di dalam kapal yang ditumpanginya selama empat bulan lebih, dengan makanan dan minuman serba terbatas. Mereka setiap harinya dijatah.

Saat di dalam kapal, mereka selalu mengutamakan anak-anak mendapat makanan baru orang dewasa.

"Kami makan biskuit atau mie instan yang dijatuhkan orang-orang Thailand itu," ujarnya.

Para pengungsi Rohingya saat ini tinggal di penampungan di Indonesia serba berkecupuan.
Mereka mendapat bantuan makanan, dan kebutuhan sehari-hari, serta fasilitas kesehatan yang bagus.

Mereka mendapat bantuan dari PBB yang disalurkan melalui International Organization for Migration (IOM) dan United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR).

Para pengungsi mendapat bantuan makanan tiga kali setiap harinya. Makanan tersebut terdiri dari nasi, daging ayam dan sayur-sayuran.

Selain mendapat bantuan makan, para pengungsi juga mendapat bantuan berupa perlengkapan hidup sehari-hari.

Saat mereka sakit, pengungsi juga akan dibawa ke rumah sakit untuk berobat.

Adapun rumah sakit yang menjadi tujuan para pengungsi ini adalah rumah Sakit Siloam, Rumah Sakit Mitra Sejati dan Rumah Sakit Bunda Tamrin.

Siradil Islam, pengungsi yang sudah dua tahun tinggal di Indonesia menceritakan, bahwa dia sangat senang bisa tinggal di Indonesia, karena dia bisa mendapat kedamaian tinggal di Indonesia.


""Enak tinggal di Indonesia. Saya nyaman disini. Semua sama di sini. Beda di negara kami, kami dikejar-kejar. Kalau dapat dibunuh. Dipotong-potong. Bersyukur orang Indonesia, bisa hidup damai dan aman-aman saja," ujarnya.(medan.tribunnews.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel