Lawan Politik Jokowi Gagal Menggoreng Isu Rohingya, Geruduk Kedutaan Myanmar Sepi Bandar


Darirakyat.com -- Sejumlah elemen masyarakat menyangkan aksi pembantaian yang terjadi pada etnis Rohingya, maka munculah berbagai reaksi di Indonesia. Sebut saja aksi yang digagas oleh pembela kemanusiaan yang tergabung dalam Masyarakat Profesional Bagi Kemanusiaan Rohingya, menggelar unjuk rasa di depan kantor Kedutaan Besar untuk Indonesia di Jalan H Agus Salim, Jakarta Pusat.

Kelompok masyarakat ini mengakui bahwa mereka tergabung dalam Masyarakat Profesional bagi Kemanusiaan Rohingya. Nah, mendengar hal ini saya tentunya kaget sebab seharusnya namanya harusnya “Akasi Bela Islam” atau aksi dengan menggunakan angka-angka canntik.
Namun kali ini yang menggelar unjuk rasa depan Kedutaan Besar Myanmar justru menamakan mereka sebagai kalangan profesional. Peserta aksi ini juga sempat bersitegang dengan pihak kepolisian karena berusaha menempelkan kertas berisi tuntutan aksi di dinding kedutaan besar. Sebagaimana yang dirilis oleh Tempo.co.id (Sabtu, 2 September 2017)  bahwa aksi pada hari ini berlangsung damai walaupun sempat ada gesekan.
Namun ada yang unik yang patut di soroti pula, yaitu kasus kemanusiaan di Myanmar kalah heboh dengan kasus Ahok, jika dibandingkan dari jumlah massa maka  peserta aksi 212 datang dari berbagai daerah di luar Jakarta sehingga Jakarta jelas menjadi ibu kota yang dipenuhi oleh jutaan massa.
Bukan hanya kaum pria tetapi kaum wanita bahkan anak-anak terlihat dalam aksi 212, sebut saja  Farah Zakia mengaku datang dari Bogor, Jawa Barat, bersama 300 perempuan lainnya yang tergabung dalam kelompok ‘Mujahidah Bogor’.
Nah, bahkan peserta aksi 212 sudah menginap sehari sebelum aksi berlangsung, mereka menginap di berbagai Masjid di Jakarta bahkan sampai di Masjid Al Falah, Petamburan.
Mereka juga rela menginap di DPR jika tuntutan mereka (agar Ahok mundur dari jabatan sebagai gubernur DKI Jakarta) tidak dikabulkan. Hal-hal inilah yang saya lihat tidak ada dalam aksi kemanusiaan di Kedubes Myamar untuk Indonesia.
Apakah tidak ada campur tangan tokoh politik dalam aksi ini, sehingga menyebabkan massa aksi sedikit? Jawabannya tidak juga, sebab terlihat jelas bahwa sejumlah tokoh hadir pada aksi itu. Seperti politikus Golkar Fahmi Idris dan politikus PAN Teguh Juwarno. Ada pula Andi Sinulingga dari Golkar sebagai koordinator, lalu mengapa aksi ini begitu sepi?
Apakah warga Indonesia tidak terlalu pusing dengan protes terhadap bencana kemanusiaan yang telah terjadi di Myanmar? Jawabannya tidak juga sebab yang kita takutkan adalah ada pihak yang sengaja membawa api di Myanmar untuk membakar kemarahan kaum bani sumbu pendek.
Masih ingatkah kalian dengan sederetan aksi anka cantik yang berjilid-jilid itu, aksi tersebut sebagaimana kita ketahui sebelumnya, Ketuanya adalah Bachtiar Nasir mengakui menyumbang dana sekitar Rp 3 miliar untuk aksi bela islam.
Dana tersebut diklaim Bachtiar berasal dari sumbangan yang diberikan melalui Yayasan Keadilan Untuk Semua. Nah, sampai saat ini kita tak tahu siapa saja yang menyumbang uang sebesar itu, ya tentu patut kita duga bahwa bandar yang masih tersembunyi adalah orang-orang yang berkepentingan secara politik.
Mengapa demo aksi Rohingya ini tak ditangani oleh si bandar? Ya jawbannya adalah karena tak ada kepenntingan apa-apa sehingga buat apa ia mesti rela membuang uang sebesar itu untuk menghimpun kekuatan sebesar aksi berjilid-jilid itu.
Lihat saja bagaimana ketika ketika aksi “bela ulama atau hentikan kriminalisasi ulama” yang intinya menutut agar Rizieq dan komplotannya itu dibebaskan dari segala persoalan hukum, namun aksi tersebut krisis simpati, sebab sudah tak ada kepentingan si bandar lagi, Ahok sudah berhasil dirobohkan dengan isu-isu sampah buat apa ia mesti repot-repot lagi.
Begitulah jika kasus kemanusiaan tak punya efek pada kepentingan maka tak akan ada istilah perjudian seperti ada yang namanya bandar dan kawan-kawan, tampaknya lawan politik Jokowi ingin mendramatisir persoalan ini namun karena respon pemerintah jelas maka tak perlu lagi bandar repot-repot toh masyarakat paham akan posisi kita yang tunduk dan patuh pada aturan main dunia Internasional.


Hal ini juga menandakan bahwa lawan politik Joko Widodo telah gagal dalam menggoreng isu kemanusiaan ini menjadi sebuah isu politik segar guna menambah renntetan label “anti Islam” terhadap sang Presiden. (seword.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel